Aliansi Nasional Reformasi KUHP Kritik Pembahasan RKUHP di Pemerintah yang Tidak Transparan dan Akuntabel
Pembahasan R KUHP di tim pemerintah tidak dilakukan dengan menjunjung prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan minim partisipasi publik
Pemerintah dan Tim Perumus RKUHP secara berkali-kali menyatakan bahwa pembahasan RKUHP telah selesai 99%, dengan menyatakan bahwa hampir semua rumusan pasal telah dibahas di Pemerintah dan DPR dan menyisakan 16 isu pending yang terakhir dibahas pada 30 Mei 2018 lalu. Sedari awal pembahasan oleh tim perumus dan tim sinkronisasi pada Januari 2018 lalu, tidak ada kejelasan pasti berapa isu yang masih menjadi bahasan pending. Dalam rapat Timus dan Timsin pada Januari 2018 dinyatakan ada 14 isu. Di Rapat Panja Februari 2018 jumlah pending isu juga sebanyak 14. Namun, dalam rapat terakhir jumlah pending isu menjadi 16, tanpa penjelasan yang pasti.
Walaupun pemerintah dan DPR memiliki daftar pending isu, perubahan rumusan RKUHP selama pembahasan, terutama yang dilakukan di tim pemerintah, tidak hanya terjadi pada pasal-pasal yang masuk ke dalam daftar pending isu di pembahasan terbuka antara panja RKUHP DRP dan Pemerintah. Lewat draft per 2 Februari 2018, draft 8 Maret 2018, draft 9 April 2018, draft 28 Mei 2018 hingga draft 26 Juni 2018 terjadi banyak perubahan rumusan pasal di RKUHP yang tidak jelas. Proses perubahan dan pembahasan dilakukan dalam internal pemerintah yang tidak dapat diakses publik.
Lantas rumusan yang telah diubah tersebut langsung begitu saja dibawa ke pembahasan DPR, namun yang dibahas dalam sidang terbuka hanya rumusan tindak pidana yang masuk ke dalam daftar pending isu.
Berdasarkan draft terakhir yang dapat diperoleh Aliansi, sedikitnya terdapat 6 Rapat internal pemerintah yang telah dilakukan, semua pembahasan dalam rapat tersebut tidak dapat diakses oleh publik, terdiri dari:
- Rapat internal pemerintah 26 Maret 2018
- Rapat internal pemerintah 9 April 2018
- Rapat internal pemerintah 16 Mei 2018
- Rapat internal pemerintah 28 Mei 2018
- Rapat internal pemerintah 25 Juni 2018
- Rapat internal pemerintah 26 Juni 2018
Publik tidak dapat mengetahui apa yang dibahas dalam rapat internal pemerintah dan dasar terjadinya perubahan rumusan RKUHP. Beberapa rumusan krusial pun diubah begitu saja melalui rapat-rapat tersebut, antara lain rumusan berikut:
- Perubahan batasan perbuatan tindak pidana yang dapat dikenakan alternatif pemidanaan non pemenjaraan, pada draft 2015, batasan yang diberikan adalah hanya untuk tindak pidana yang diancam maksimal 7 tahun penjara, dalam draft 2018, batasan tersebut berubah, menjadi hanya untuk tindak pidana yang diancam dengan maksimal 5 tahun penjara, namun perubahan tersebut tidak pernah jelas apa dasar dan alasannya.
- Perubahan ancaman pidana untuk delik-delik tertentu, seperti tindak pidana penghinaan terhadap presiden, dan tindak pidana perzinaan, dalam draft 2015 ancaman pidana 5 tahun, pasca pembahasan di timus dan timisin 5 Februari 2018, ancaman pidananya berubah menjadi 2 tahun, tidak jelas apa dasar dan analisis perubahan ancaman pidana tersebut
- Proses perumusan ancaman tindak pidana juga tidak jelas. Pada Rapat antara Panja RKUHP dan Pemerintah 15-16 Januari 2018, Pemerintah menyatakan akan melakukan penyusunan dan penghitungan secara sistematis ancaman pidana untuk semua delik dalam RKUHP dengan menggunakan delphy method. Hingga saat ini pemerintah dan perumus RKUHP tidak mampu menjelaskan bagaimana metode tersebut digunakan dan hasil yang didapat dari proses tersebut. Publik mengetahui begitu saja beberapa ancaman pidana berubah, tanpa dasar yang jelas. Proses perumusan melalui delphy method juga tertutup dan elitis tanpa partisipasi publik yang luas
- Beberapa rumusan pasal berubah dan mengalami kemunduran tanpa alasan yang jelas, seperti tindak pidana perkosaan. Dalam draft 2015 perkosaan diatur dalam bab tindak pidana kesusilaan dengan rumusan yang tidak bersifat gender neutral artinya yang menjadi korban perkosaan harus perempuan dan harus diluar pekawinan. Rumusan ini mendapat banyak kritikan dan pada Januari 2018, rumusan ini secara progresif mengalami perubahan, dengan rumusan gender neutral, mengakomodir perkosaan dalam perkawinan dan dipindahkan ke dalam Bab XXIV tentang Tindak Pidana terhadap Tubuh. Namun sayangnya pada draft 8 Maret 2018, rumusan ini kembali kepada bentuk awalnya, dengan demikian proses penyusunan RKUHP mengalami kemunduran, rumusan perkosaan kembali hanya sebatas pada korban perempuan dan hanya dapat dijerat apabila dilakukan di luar perkawinan
Masih banyak perubahan lainnya yang dilakukan secara tertutup oleh Pemerintah dan Tim Perumus RKUHP. Proses pembahasan RKUHP yang tidak akuntabel ini secara jelas bertentangan dengan prinsip dan asas pembentukan peraturan perundangan yang mewajibkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Untuk itu Aliansi Nasional Reformasi KUHP meminta kepada khususnya Pemerintah untuk secara konsisten menjamin keterbukaan, akuntabilitas, dan melibatkan sebanyak mungkin pihak dalam proses pembahasan RKUHP. Hal ini mutlak diperlukan karena RKUHP adalah undang-undang yang memuat sanksi pidana yang secara jelas akan membatasi hak asasi manusia.