Ancaman Kriminalisasi Pendidkan Seks dalam RKUHP
oleh: Rafaella Winarta
“Bagaimana bayi dibuat?” mungkin itu salah satu pertanyaan yang muncul dalam pikiran seorang anak yang mulai memproses bagaimana dunia ini berjalan. Di Indonesia, sebagian masyarakat masih menganggap pertanyaan tersebut sebagai hal yang tabu, sedangkan sebagian laginya mulai menerima.
Berkurangnya pandangan tabu di Indonesia dapat terlihat dari semakin banyaknya institusi pendidikan maupun orang tua yang mengangkat pembahasan sex education atau pendidikan seks. Pendidikan seks akan lebih baik jika diberikan oleh orang tua anak sedini mungkin agar anak dapat memahami pentingnya masing-masing anggota tubuh. Namun, hak orang tua untuk mengedukasi anak dapat terancam dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang digadang-gadang akan diangkat setelah masuk dalam Proglenas DPR RI 2022.
Secara garis besar, Pasal 414-415 RKHUP mengatur bahwa setiap orang yang mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak serta alat menggugurkan kandungan dapat dipidana. Lalu Pasal 416 RKUHP mengatur bahwa hal yang diatur dalam Pasal 414-415 tidak dipidana jika dilaksanakan oleh petugas yang berwenang untuk kepentingan pendidikan atau penyuluhan. Pasal dalam RKUHP tersebut memang tidak secara eksplisit mengatur pelarangan terhadap pendidikan seks namun unsur yang dilarang dalam Pasal 414-415 tersebut adalah salah satu bagian dari pendidikan seks.
Jika diberikan setengah-setengah atau tidak sama sekali, anak terancam misinformasi jika bertanya kepada orang yang salah. Padahal pendidikan seks merupakan salah satu langkah pencegah terjadinya kekerasan seksual. Pengaturan dalam RKUHP ini dapat mengancam kebebasan serta hak pribadi orang tua untuk memberi edukasi kepada anaknya sebab tidak ada aturan jelas mengenai pembuktian terjadinya unsur yang dilarang dalam pasal-pasal tersebut, termasuk pendefinisian apa yang dimaksud dengan “petugas yang berwenang”.
Ketidaktahuan anak terhadap pendidikan seks dapat berakibat fatal terhadap resiko terjadinya kekerasan seksual pada anak. Melihat tingginya angka kasus kekerasan seksual anak pada tahun 2021 dimana pelaku merupakan orang dekat seperti guru, paman, dan tetangga, terlihat bahwa anak perlu diajarkan pentingnya bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain seperti organ intim. Namun, dengan adanya Pasal 414-415, justru seolah terus dianggap tabu untuk membicarakan alat kontrasepsi dengan anak. Harusnya perkembangan tentang pentingnya terus menggaungkan pendidikan seks kepada anak, termasuk mempertunjukkan alat kontrasepsi tidak perlu menjadi hal yang “dilarang”