Andi Hamzah: Pembahasan RKUHP Harus Dilakukan Secara Futuristik

Ahli Hukum Pidana Andi Hamzah menyarankan kepada DPR dan pemerintah dalam membahas RKUHP dilakukan secara futuristik. Misalnya berkaitan dengan penyelamatan asas legalitas. Ia mengatakan, agar pembuat UU bisa menyelamatkan ide hukum yang hidup itu, RKUHP mengakui adanya peradilan adat.

Peradilan adat tersebut, bisa disamakan dengan Mahkamah Partai. Selama ini, peradilan adat sudah ada di sejumlah daerah. Salah satunya di Sumatera Barat. Keberadaan peradilan adat di sana tanpa campur tangan dari pemerintah. “Tapi peradilan adat setempat diakui, misalnya (hukuman) diusir dari kampung,” katanya di Gedung DPR, Selasa (1/9).

Selain mengakui keberadaan peradilan adat, untuk menyelamatkan asas legalitas setidaknya dibuatkan peraturan daerah (perda) untuk menampung hukum adat. Hal ini pernah diterapkan di Bali. Kejahatan terbesar di Pulau Dewata itu adalah menyetubuhi hewan. Untuk perkara ini, tidak diatur dalam KUHP.

Sebelum adanya perda, seseorang yang terbukti menyetubuhi hewan di Bali dihukum dengan dibuang hidup-hidup ke laut. Namun, akhirnya perda memberikan hukuman lain yang tidak ‘sadis’. Yakni seorang yang terbukti menyetubuhi hewan hukumannya adalah membersihkan pura.

“Saya sarankan dalam membahas RKUHP, berfikirlah futuristik, jangan lihat keadaan sekarang,” kata Andi Hamzah.

Ditemui secara terpisah, Erasmus Napitupulu, anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyatakan bahwa persoalan hukum adat dan Pengadilan adat sebenarnya karena tidak adanya jembatan yang menghubungkan antara Pengadilan Adat dengan Pengadilan Negara. Namun ia menegaskan bahwa “jembatan” yg ia maksud bukanlah dengan cara mengadopsi hukum adat kedalam RKUHP namun harus dibuat prosedur khusus mengenai hal itu, dan hal ini menurutnya bisa dilakukan melalui UU Khusus tentang Pengadilan Adat atau melalui KUHAP yg akan datang. “Adopsi hukum adat kedalam RKUHP justru bertentangan dengan asas legalitas”, tutupnya

Leave a Reply