Catatan Pembahasan DIM R KUHP Kamis, 3 Desember 2015
Catatan Pembahasan versi DPR bisa di unduh disini
Rapat dimulai pukul 14.20 dan dibuka oleh Ketua Sidang Aziz Syamsuddin
Rapat dihadiri oleh Aziz Syamsuddin (Golkar), Benny K Harman (Demokrat), Ichsan Soelistio (PDIP), Ahmad Zacky Siradj (Golkar), Andika Hazrumy (Golkar), Saiful Bahri Ruray (Golkar), Didik Mukriatno (Demokrat), Erma Suryani Ranik (Demokrat), Ruhut Sitompul (Demokrat), Supratman Andi Agtas (Gerindra), Wihadi Wiyanto (Gerindra), Bahrudin Nasori (PKB), Muhammad Nasir (PKS), Soenmandjaja (PKS), Taufiqulhadi (Nasdem), Dossy Iskandar Prasetyo (Hanura).
Rapat membahas DIM Nomor 187 sampai DIM Nomor 214 dengan tema besar mengenai Pedoman Pemidanaan; Perubahan atau Penyesuaian Pidana; Pedoman Penerapan Pidana Penjara dengan Perumusan Tunggal dan Perumusan Alternatif; dan Lain-Lain Ketentuan Pemidanaan.
Aziz Syamsuddin :
Bapak Ibu yang terhormat, mohon maaf sebelumnya. Karena dari Anggota belum memenuhi kuorum kami meminta untuk diskors 8 menit ya. Dengan ini saya nyatakan Sidang Dibuka dan Sidang diskors.
Pukul 14.30
Aziz Syamsuddin :
Oke Bapak dan Ibu sekalian, Berdasarkan Informasi dari Sekretariat Komisi III ada 6 Fraksi, yang sudah hadir. Menurut Pasal 251 (2), ketentuan forum telah tercapai, Kami minta bapak ibu untuk mengizinkan untuk melanjutkan pembahasan lagi. Dengan ini saya nyatakan skors dicabut. Berdasarkan info dari rekan saya Benny K Harman kemarin kita sudah selesai sampai pembahasan DIM Nomor 186, Kita lanjutkan lagi ke DIM Nomor 187 dan saya usulkan Pembahasan sampai pukul 17.00. Jangan terlalu malam ya bapak dan Ibu sekalian.
Oke, DIM 187 setuju ya. Karena tidak ada catatan dari Fraksi. Masuk ke timus dan Timsin ya. Kita lanjut ke DIM Nomor 188, ada catatan dari Fraksi Gerindra, PPP, PKB. Gerindra silahkan
Fraksi Gerindra :
Kami ingin ada alasan pembenar dan pemaaf diperjelas maksudnya
Aziz Syamsuddin :
Catatan Gerindra adanya frase pemidanaan. Akan kita bahas nanti. Usulan fraksi PPP meminta penjelasan adanya unsur kesengajaan. Mana PPP? Tidak ada PPP, maka berarti mereka tidak serius. Kami meminta pemerintah menanggapi usul Gerindra. Silahkan pemerintah
Prof Harkristuti Harkrisnowo (Pemerintah/Kemenkumham):
Perumusan tersebut untuk menghemat kata-kata Pimpinan. Terima kasih
Fraksi Gerindra :
Ada satu grey area, ada perbuatan perbuatan yang dimaafkan ini adalah perbuatan yang bagaimana? Hakim kan menjadi bingung nantinya. Ini bisa menjadi persepsi hakim yang akan berbeda nantinya. Pidana yang dimaafkan itu yang seperti apa? Ini harus diperjelas.
Prof Harkristuti :
Kita tahu bahwa isi Pasal 32 sampai 36 merupakan Alasan pembenar. Sedangkan Pasal 43 hingga 47 merupakan alasan pemaaf. Lalu pasal 57 ini merupakan penjabaran dari alasan pembenar dan pemaaf ini, yaitu Alasan Peniadaan Pidana
Fraksi Gerindra :
Perlu diperjelas mengenai perbuatannya prof
Prof Harkristuti :
Kami bisa memasukkannya ke dalam penjelasan. Tidak apa-apa kan?
Aziz Syamsuddin :
Kalau bisa dirumuskan ke penjelasan ya tidak apa-apa kan?
Prof Harkristuti :
Kami bisa memasukkannya ke penjelasan. Alasan pemidanaan itu adalah alasan untuk seseorang dapat dipidana, begitu kan? Sedangkan alasan peniadaan pidana itu alasan untuk menghilangkan pemidanaan dari seseorang, bentuknya bisa alasan pembenar dan alasan pemaaf.
Anggota DPR :
Pimpinan, Kami meminta ahli bahasa
Aziz Syamsuddin:
Ahli Bahasanya Tersertifikasi kan? Kalau iya tidak apa-apa
Ahli bahasa :
Tiada adalah akronim dari Tidak Ada. Dalam konteks ini ada kata Peniadaan. Kalau kata ini diubah akan menjadi abstrak. Kata ini ada sinonimnya. Sinonim Peniadaan adalah penghapusan, pembatalan. Bisa memilih dari dua kata itu
Tidak ada bisa disingkat menjadi tiada. Namun kata Tiada ini seperti sastra. Sehingga di hotel kemarin kita memilih kata Tidak Ada. Namun ada kata peniadaan, kalau Tidak Ada diberi pe-an menjadi Penidak adaan. Jadi terserah mau memilih kata apa?
Aziz Syamsuddin :
Oke bisa dimasukkan ke Timus Timsin dengan catatan disinkronkan ya, DIM 188 diketok ya. Kita lanjut ke DIM 189 tidak ada usulan fraksi, bisa kita sepakati ya.
Selanjutnya DIM 190 ada pandangan fraksi. Pertama fraksi Partai Golkar, kami persilahkan Pak Saiful. Ada catatan Demokrat untuk dicabut. PKS, Hanura ada catatan. Pertama Fraksi Partai Golkar
Saiful Bahri (Golkar) :
Ada kesan publik dalam pemidanaan sering terjadi diskriminasi apalagi narapidana korupsi. Apa bisa secara normatif rancangan ini dapat menjadi ketentuan agar pemidanaan tidak diskriminatif terhadap pidana tertentu.
Aziz Syamduddin :
Silahkan Partai Demokrat
Didik Mukrianto (Demokrat) :
Putusan yang inckhrat ini tujuannya untuk mencapai kepastian hukum. Sehingga pasal ini kami minta dicabut karena pasal ini membuat kepastian hukum menjadi tidak ada
Aziz Syamsuddin :
Fraksi PKS ada catatan. Kami persilahkan
Soenmandjaja (PKS) :
Secara substansi kami dapat memahami. Namun usulan kami adalah harus diatur lebih rinci agar kemudian tidak diskriminasi, dan dapat memberikan rasa keadilan yang setinggi-tingginya. Kami membutuhkan penjelasan yang cukup. Karena pengguna UU kan tidak semuanya berlatar belakang hukum. Kami emminta penjelasan yang lebih jelas.
Aziz Syamsuddin :
Selanjutnya Nasdem, tidak ada yang hadir ya? Berarti tidak berlaku usulannya. Selanjutnya Hanura Pak Dossy, silahkan pak
Dossy Iskandar Hanura :
Yang penting dari yang dirumuskan dan mengikat adalah tidak ada diskriminasi dalam pemberian dan kesempatannya ya.
Aziz Syamsuddin:
Silahkan pemerintah untuk menyampaikan pandangannya
Prof Harkristuti :
Frasa ini kan memang untuk membuka kesempatan seluas-luasnya kepada semua orang untuk dapat mendapatkan Remisi, Grasi, dll. Dulu jaman pak Wamen masih menjabat, pemberian remisi itu kan tidak melihat rasa keadilan Masyarakat. Sebab interpretasi mencederai keadilan masyarakat itu tidak jelas. Pertimbangan itu mohon tidak dilupakan. Kami pada dasarnya tidak keberatan pasal ini dipakai atau dihapus
Aziz Syamsuddin :
Silahkan pak dossy
Dossy Iskandar Hanura :
Coba diuraikan di bagian penjelasannya saja. Agar tidak menimbulkan intrepertasi yang berbeda-beda tiap orang.
Aziz Syamsuddin :
Nasdem baru datang nih, silahkan tanggapi DIM 190 pak. Atau masih capek ya pak?
Nasir Jamil (PKS) :
Menurut saya, Pasal 58 ini agar lebih mudah kita semua memahami makna dari pasal ini agar pemerintah menceritakan pengalamannya terkait pasal ini. Mungkin ada pengalaman pemerintah terkait dengan pasal ini. Kalau pemerintah bisa menyajikan suatu perkembangan hukum terkait dengan pasal ini akan lebih baik.
Aziz Syamsuddin :
Silahkan Pak Benny ada tanggapan?
Benny K Harman :
Ini kan tentang perubahan dan penyesuaian. Ini kan tentang cara siapa yang bisa mengajukan mendapatkan pemberian grasi, dll tersebut. Coba ditambahkan dengan persyaratan-persyaratannya.
Selanjutnya DIM selanjutnya sampai DIM 196 tidak terjawab nih. Merumuskan pasal hukum kan tidak boleh abstrak, harus konkrit. Harusnya perkembangan narapidana ini dijabarkan dengan jelas satu dua tiga empatnya.
Pemerintah harus merumuskan ulang DIM 190 sampai dengan 197 kalau ingin interpretasinya nyambung. Ini kan sebenarnya adopsi dari UU pemasyarakatan. Sehingga usul saya pak ketua,pemerintah harus merumuskan ulang pasal ini.
Menurut saya, syarat-syaratnya harus ketat ini bu, permohonan ini. Ini harusnya wilayah judicial pak ketua, bukan seperti remisi yang didapat setiap hari raya. Kalau ini setelah dirumuskan ulang tetap tidak jelas kami ingin dicabut saja.
Dossy Iskandar (Hanura):
Kita sebenarnya memberi peluang kepada narapidana yang dapat memperbaiki dirinya selama menjalankan hukuman. Tapi ini jangan jadi upaya hukum setelah PK dan jangan juga masuk ke domain remisi dan grasi.
Yang kita khawatirkan adalah kalau syarat-syarat ini tidak diperketat akan menjadi kesewenang-wenangan pemerintah. Sehingga ketentuan dan persyaratan harus dijabarkan Undang-Undang yang lain sehingga menjadi jelas.
Aziz Syamsuddin :
Pasal 58 ini kalau bisa disesuaikan dan diformulasikan juga dengan usulan Pak Benny. Bagaimana Pemerintah bisa menarasikan pasal ini tidak?
Prof Harkristuti :
Dulu kami cari cara bagaimana agar hal ini menjadi kekuasaan yudikatif bukan eksekutif. Kami akan mencoba mereformulasi, dan kalau ini dipertahankan maka syarat-syaratnya akan dicantumkan di sini, bukan di pasal atau ayat yang lain. Jadi kami akan mereformulasi DIM 190 sampai DIM 197A
Aziz Syamsuddin :
User bagaimana? Kejaksaan? Ada masukkan tidak? Eksekutor kan satu-satunya Jaksa, maka ada usulan tidak? Tidak ada ya?
Oke kita sepakati ya DIM 190 sampai 197A untuk direformulasi ulang ya dengan ditambah syarat-syarat yang jelas. Setuju ya. DIM Nomor 190 sampai 197 A kita tarik dari pembahasan sambil menunggu reformulasi pemerintah ya bapak dan ibu.
Lanjut ke DIM 198 sampai DIM 202. Ini tentang pedoman penerapan pidana penjara. karena ini saling berkaitan, ada catatan-catatan dari Fraksi Gerindra, PKS, dan Hanura.
Fraksi Gerindra :
Kami meminta kata penjara untuk dijelaskan.
Aziz Syamsuddin :
Selanjutnya PKS
Nasir Jamil (PKS) :
Bukankah ini bagian dari KUHAP? Kami meminta penjelasan saja, bukan substansi
Aziz Syamsuddin :
Silahkan Hanura
Dossy Iskandar (Hanura) :
Hanya usul penempatannya saja. Karena agak membingungkan. Mungkin paragrafnya saja dipindah tempatnya. Dan redaksional saja.
Benny K Harman :
Ini mengenai pedoman, DIM 198 ini memang aneh tempatnya. Ini kan mengenai pedoman pelaksanaan pidana penjara sementara di belakang kita kan jelaskan jenis-jenis pemidanaan. Seharusnya ini ditaruh di belakang jenis-jenis pemidanaan.
Selanjutnya, kenapa jenis pemidanaan yang lain tidak ada pedomannya. Kok hanya dibuat pedoman tentang pelaksanaan pidana penjara saja? Seharusnya pemerintah membuat pedoman untuk pemidanaan yang lain atau sekalian saja pedoman pelaksanaan pidana saja. Kalau pemerintah tidak bisa menjelaskan coba kita pindahkan saja di belakang jenis-jenis pemidanaan
Aziz Syamsuddin :
Silahkan pemerintah untuk menanggapi
Prof Harkristuti :
Kenapa ya kata pedoman? Kata pedoman sudah kita pakai dalam pedoman pemidanaan. Kalau ini tampaknyua jangan pakai kata pedoman. Namun pakai kata ketentuan. Usulan untuk merelokasi, kami berpendapat diletakkan di depan pasal 103. Pasal 103 kan tentang pidana tindakan. Jadi lebih baik ini dimasukkan sebelum pasal tentang pidana tindakan. Begitu pimpinan, jadi saya rasa dapat menggunakan kata ketentuan saja ya. Jadi Ketentuan mengenai Penerapan Pidana Penjara.
Aziz Syamsuddin :
Kalau kita sepakati dalam pembahasan ini kan supaya berurutan saat dibaca. Agar orang awam yang membaca dapat mengerti. Kalau disepakati tentu saja pemerintah perlu melakukan perbaikan redaksi di DIM 198 sampai DIM 202. Sehingga saya usulkan pemerintah memformulasikan lagi DIM 198 sampai 202 ini. Setuju ya.
Pak Benny tolong dipimpin dulu saya menerima telpon
Benny K Harman :
Oke kita lanjutkan ya. Pasal 59 DIM 198 tadi sudah sepakat ya untuk direlokasi sebelum Pasal 103. Untuk DIM 198 sampai DIM 202 mohon untuk pemerintah diformulasikan lagi.
Prof Harkristuti :
Pimpinan izin apakah kita bisa bahas substansinya sekarang jadi nanti kami tinggal memindahkan letak pasalnya saja ke sebelum pasal 103?
Benny K Harman :
Ya, kita bisa bahas substansinya sekarang. Sekarang kita bahas DIM 199, mengenai pedoman. Ini pedoman untuk Hakim kan bu? Bukan untuk Jaksa atau penegak hokum yang lain kan? Pedoman pemidanaan yang lain itu hanya untuk Hakim saja. Pedoman untuk Polisi dan Jaksa kan di KUHAP. Polisi dan Jaksa kan kasarannya siapapun yang bikin kacau akan diproses, soal pembuktian jadi urusan Hakim.
Ini yang meminta usulan substantif Gerindra,. Logika pemerintah sudah benar, khusus pidana mati tidak dapat diubah menjadi denda. Kalau penjara bisa. Usulan gerindra ini kita drop saja ya. Setuju untuk masuk Timus dan timsin dengan catatan Pasal ini akan direlokasi ya. Lanjut ke DIM 200, kenapa ini harus dibedakan dengan usia 18 tahun?
Prof Harkristuti :
Pasal ini untuk membedakan residiv dewasa dan anak, kalau anak atau yang usianya dibawah 18 tahun kalau nantinya melakukan perbuatan pidana lagi setelah dewasa tidak dapat dianggap residiv
Kami akan mencatat dan menjadikan pertimbangan saat nanti direlokasi.
Benny K Harman :
Oke setuju ya, kita serahkan ke Timus dan Timsin. Selanjutnya DIM 201, saya rasa ini teknis saja. Disesuaikan saja, disinkronkan saja. Masuk Timus dan timsin ya. Kita lanjut ke DIM 202, saya rasa oke ya DIM ini. Masukkan ke Timus dan timsin ya
Lanjut ke DIM 203, apa maksudnya “atau tindakan” di pasal ini? Ini memang semua Fraksi tidak ada usulan tapi saya minta pemerintah menjelaskan.
Prof Harkristuti :
Pertimbangan pasal ini hanya untuk Tindak Pidana Ringan, hanya untuk perspektif restruttutif, atau pemenuhan kewajiban adat. Pasal ini ingin mengangkat persektif korban. Kan selama ini Korban hanya alat untuk bisa menghukum Pelaku, namun korban tidka mendapatkan ganti rugi, sehingga ini untuk restitutif saja.
Benny K Harman :
Oke kita masukkan ke Timus Timsin dan penjelasan pemerintah tadi masukkan ke bagian penjelasan ya. Kita sepakati. Oke lanjut ke DIM 204, PDIP mengusulkan kata “berulang kali” diganti menjadi “lebih dari sekali”.
Menurut saya berulang kali itu lebih dari dua kali. Menurut saya lebih dari sekali belum berulang kali. Coba Ahli Bahasa tolong menjelaskan.
Ahli Bahasa :
Kalau berulang kali itu ada jarak waktu yang dekat mengulangi perbuatannya. Kalau lebih dari sekali itu jarak waktunya tidak dekat.
Benny K Harman :
Kita pakai “Lebih dari satu kali” saja. Oke DIM 204 kita serahkan ke Timus timsin dan kata berulang kali diganti dengan “Lebih dari satu kali” ya. Oke lanjut DIM 205, pasal 61. Kita perlu membuat rumusan yang lebih tegas. Namun catatan demokrat untuk didrop saja.
Prof Harkristuti :
Betul bahwa yang lebih ringan harus diutamakan, namun jika hal itu telah dianggap telah mencapai tujuan pemidanaan. Sehingga hal ini membuktikan memang kita perlu pedoman pemidanaan untuk hakim agar dalam memutus ada batasan yang jelas.
Benny K Harman :
Kalau pedoman dibuat lebih ketat, maka akan membuat Hakim tidak bebas dalam menjatuhkan putusan
Dossy Iskandar (Hanura) :
Kalau terjadi perbarengan bagaimana?
Prof Harkristuri :
Kalau terjadi perubahan, masih bisa diajukan kembali
Soenmandjaja (PKS)
Apakah nantinya ada pedoman untuk Jaksa, Panitera dan lainnya. Kami inginnya tidka perlu pedoman diatur di sini. Seandainya yang diatur hanya Hakim saja bukan yang lain. Dimana letak kemerdekaan Hakim untuk memutus perkara?
Prof Harkristuti :
Jaksa kan sudah punya pedoman penuntutan internal, Hakim yang tidak ada. Hanya ada rasa keadilan masyarakat, dan lain lain. Jadi ini bukan untuk membatasi hakim, namun hanya untuk memberi pedoman saja. Supaya Hakim tahu tujuan dia memutus perkara karena apa. Terima kasih pimpinan.
Benny K Harman :
Pedoman ini penting. Kita tidak bisa mengatur pedoman di luar ketentuan hokum. Harus dijabarkan dalam ketentuan Hukum. Begitu pula di KUHAP nantinya. Oke kita sepakati ya, kita lanjutkan ke DIM Nomor 206, PDIP ada usulan redaksional. Bisa ya usul redaksional ini untuk diterima? sepakat ya untuk dimasukkan ke Timus dan timsin.
Lanjut ke DIM 207, sepakat ya untuk masuk ke Timus dan Timsin, jangan lupa penjelasannya Masuk ke DIM 208, Paragraf 5. PKS mengusulkan letaknya dipindahkan. Dan kata “lain-lain ketentuan pemidanaan” ini maksudnya bagaimana bu? Kenapa tidak langsung saja “ketentuan pemidanaan yang lainnya”? ini siapa yang memasukkan?
Prof Harkristuti :
Baik ketua kami akan mencarikan istilah lain yang tepat.
Ahli Bahasa :
Kata “Lain-lain” tidak pernah digunakan di depan untuk judul. Saya usulkan diganti “Ketentuan Lain Tentang Pemidanaan”
Benny K Harman :
Tolong pemerintah mencari kalimat yang tepat ya. Tapi kalau ini memang masih dalam konteks pedoman pemidaan, hapus saja paragraf ini. Okelah pemerintah cari heading yang tepat dulu ya.
Lanjut ke DIM 209, Bab ini seharusnya sebelum pasal 103 kan? Seharusnya “Lain-lain ketentuan pemidanan” ini menjadi closing dari Bagian 2. Menjadi sebelum bagian ke 3. Ada usul Gerindra supaya pidana tutupan dihapus. Alasannya ini sifatnya untuk narapidana politik. Coba Pemerintah jelaskan.
Prof Harkristuti :
Saya usul kita bahas ini setelah membahas tentang pemidanaan, khususnya tentang pidana tutupan.
Benny K Harman :
Saya setuju, lebih baik kita bahas setelah pemidanaan dibahas biar nyambung. Lebih baik dipending sampai dengan pembahasan DIM tentang Pidana Tutupan. Oke setuju itu ya. Selanjutnya, DIM Nomor 210, mestinya pasal ini sudah masuk Ranah KUHAP. Kenapa ini dimasukkan di sini? Kok lebih jelas rumusan punya Belanda ya sepertinya? Silahkan Pemerintah melihat rumusannya lagi, sepakat ke Timus Timsin untuk sinkronisasi ya? Lanjut ke DIM 211, setuju untuk masuk ke Timus dan Timsin ya? Oke DIM 212, Ini bagaimana? Kalau Pidana Mati masa tetap dijalankan?
Prof Harkristuti :
Izin pimpinan, kita kan belum membicarakan hukuman mati. Tapi coba Tanya ke teman-teman Jaksa untuk menjelaskan lebih jelas prakteknya
Kejaksaan Agung :
Dalam praktek sekarang terhadap pelaksanaan Hukuman Mati, banyak terpidana yang selalu mengulur ulur waktu untuk pelaksanaan putusan. Kalau jaksa belum menggembor-gemborkan akan mengeksekusi mereka belum mengajukan grasi.
Sehingga kami rasa perlu diatur, untuk membuat kinerja kami menjadi tidak terhambat. Sama seperti PK, banyak yang melakukan mengulur-ulur waktu. Terpidana meminta PK untuk mengulur waktu. Sehingga kami eksekutor perlu ketegasan agar kami bisa bekerja dengan maksimal.
Benny K Harman :
Saya rasa tetap perlu dikecualikan untuk hukuman mati, karena memang berbeda. Dan merupakan hak asasi kan? Lalu bagaimana dengan yang mengajukan PK lebih dari sekali dengan menggunakan alasan yang berbeda?
Kejaksaan Agung :
Kami tetap menghormati bagi mereka yang mengajukan upaya hokum, selama masih mengajukan upaya hokum kami tidak akan eksekusi.
Benny K Harman :
Bukannya Grasi itu hanya untuk Hukuman Mati? Atau bisa hukuman lain?
Dossy Iskandar (Hanura) :
Bisa untuk Hukuman Seumur Hidup ketua. Yang ayat dua ini, yang mau eksekusi maksudnya apa ya pak Jaksa? Apa ada eksekusi lain selain hukuman mati untuk konteks ini pak? Diantara ruang permohonan dan menunggu keputusan presiden apakah ada yang bisa dieksekusi lagi?
Prof Harkristuti :
Menurut UU Grasi yang bisa dimintakan Grasi adalah Hukuman Mati, Penjara Seumur Hidup dan Penjara minimal 2 tahun, sehingga bisa disimpulkan Grasi itu untuk seluruhnya.
Benny K Harman :
Memang apa bedanya Grasi? Remisi dan yang lainnya? Sama-sama pengurangan kan?
Dossy Iskandar (Hanura) :
Grasi kan diberi Presiden dan harus ada permohonan. Remisi kan hari-hari tertentu dan tanpa dimohonkan? Intinya Grasi harus dimohonkan dan remisi tidak kan?
Benny K Harman :
Apakah perlu dicantumkan di sini “tidak berlaku bagi yang dihukum dengan hukuman mati”? Oke setuju ya
Dossy Iskandar (Hanura):
Saya masih tidak mengerti ini untuk Narapidana yang mana? Kata “tidak menunda” ini untuk eksekusi apa lagi?
Prof Harkristuti :
Nanti akan kami cek lagi pimpinan sebelum disinkronkan di Timus dan timsin.
Nasir Jamil (PKS):
Jadi harus diinstal ulang ini pasal 64 ini
Benny K Harman :
“Jika terpidana yang dalam tahanan mengajukan Grasi” begitu ya?
Anggota DPR :
Mohon Penjelasan ketua. Kan Grasi itu diberikan setelah orang itu diputuskan di pengadilan, dia sudah Narapidana. Kalau terpidana kan masih di pengadilan.
Prof Harkristuti :
Izin pimpinan, kami dari tadi juga berpikir keras apa maksud pasal ini. Dugaan kami, pengajuan grasi itu tidak menunda eksekusi, kecuali untuk eksekusi hukuman mati. Pemerintah akan mereformulasi pasal ini pak.
Dossy Iskandar (Hanura) :
Saya tidak bingung tapi menjelaskan
Benny K Harman :
Kita disini sama-sama bingung, lebih baik kita sudahi dulu dan DIM 212 sampai 215 harus dirumuskan ulang oleh pemerintah.
Anggota DPR :
Saran kami kalau pemerintah ada buku yang bagus membahas KUHP lebih baik diberi saja kepada kami.
Benny K Harman :
Kami usulkan besok melanjutkan Jam 14.00 karena minggu depan kita akan off untuk memantau pilkada. Kalau besok tidak bisa, kami usulkan lanjutkan tanggal 11, 12 dan 13 kita lanjutkan. Selama tiga hari penuh, pemerintah yang tentukan tempatnya.
Aziz Syamsuddin :
Kita sudah bahas sampai DIM 214. Di masa reses kita tetap melakukan pembahasan ya pemerintah, jadi tanggal-tanggal 20an kita tetap sidang. Sebelum saya tutup, ada lagi yang akan disampaikan tidak?
Soenmandjaja (PKS) :
Kalau mau ambil masa reses lebih baik di Januari ketua.
Aziz Syamsuddin :
Oke kami tutup dan akan dilanjutkan tanggal 11, 12 dan 13, kami tanggal 7 sampai 10 memantau pilkada serentak. Dengan ini Sidang ditutup.
Rapat selesai Pukul 14.55