Catatan Pembahasan DIM R KUHP Rabu, 10 Februari 2016
Rapat dimulai pukul 20.00 dan dibuka oleh Ketua Sidang Benny K. Harman
Rapat dihadiri oleh Benny K Harman (Demokrat), Trimedya Panjaitan (PDIP), Adies Kadir (Golkar), Saiful Bahri Ruray (Golkar), Wihadi Wiyanto (Gerindra), Didik Mukriatno (Demokrat), Arsul Sani (PPP) Taufiqulhadi (Nasdem), Dossy Iskandar Prasetyo (Hanura).
Rapat berisikan pemaparan DIM yang sebelumnya dimintakan untuk diformulasi ulang oleh Pemerintah, yaitu DIM 109-122, DIM 125-155, DIM 162 dan 163, DIM 164, DIM 190-197A, serta DIM 198-202
Benny K Harman :
Sebelumnya kita ucapkan puji syukur kepada Allah swt, atas rahmat-Nya kita bisa berkumpul di sini untuk melanjutkan pembahasan KUHP. Menurut informasi dari daftar absen hanya 7 dari 25 anggota dan 4 dari 10 fraksi yang sudah harid, tidak kuorum. Dengan seizing bapak sekalian rapat kita skors 5 menit ya. Kalau tidak datang ya kita lanjutkan.
Sidang kita skors.
Benny K Harman :
Baik kita lanjutkan, meskipun sampai saat ini para anggota juga masih belum datang. Mungkin Golkar ada masalah, PPP ada masalah, dan PDIP juga tidak datang datang. Padahal mereka partai pemerintah. Saya mohon persetujuan bapak ibu sekalian dari pemerintah. Saya ingin meminta pemaparan dari pemerintah berkaitan dengan pasal-pasal DIM yang ditunda kemarin. Bagaimana setuju tidak? Setuju ya pemerintah dengan ini rapat saya skors
Baik acara hari ini adalah pemaparan pemerintah atas perumusan pasal baru yang diminta kemarin. Kita sepakati selesai jam setengah 10 atau 10 ya?
Sesuai kesepakatan kita di hotel santika terdapat beberapa DIM dari pembahasan pembahasan sebelumnya. Ada DIM yang disepakati dimasukkan ke dalam Timus dan Timsin, ada substansi DIM yang harus disinkronisasikan kembali dan ada sejumlah DIM yang harus diformulasikan ulang oleh pemerintah.
Pasal2 itu adalah DIM 109-122, DIM 125-155, DIM 162 dan 163, DIM 164, DIM 190-197A, selanjutnya 198-202, DIM 212-215, terakhir DIM yang berkaitan dengan pasal2 hukuman DIM 218 – 415 (Pasal 66 s.d Pasal 102). Ini beberapa catatan kami, semoga tidak ada perbedaan dengan pemerintah. Apabila sudah tidak ada yang ditanyakan saya serahkan kepada pemerintah untuk memaparkan Pasal-Pasal kembali, restrukturisasi Pasal. Saya serahkan kepada Pemerintah
Pemerintah (Dirjen HAM):
Terima kasih pimpinan, kami berterima kasih bahwa pembahasan KUHP ini bisa dilanjutkan. Pada saat yang lalu Pimpinan memberikan tugas kepada pemerintah untuk merestrukturisasi pasal per pasal. Adapun juru bicara Pemerintah yaitu : Prof Enny Nurbaningsih, Dirjen PP, Dirjen HAM dan Kepala Balitbang HAM, Pak Agus Haryadi. Ada sekitar 5 juru bicara yang nantinya kami akan bergantian memaparkan.
Kami sudah mengundang Mahkamah Agung namun sampai sekarang tidak ada konfirmasi. Selain itu ada pakar, Prof Muladi, Prof Harkristuti dan Prof Huda yang akan mendampingi kami. Saya persilahkan Prof Enny untuk menyampaikan.
Prof Enny Nurbaningsih:
Terima kasih pimpinan, berdasarkan pandangan fraksi mengenai Tindak Pidana Aduan. Ketentuan Pasal 27 berbeda dengan batas usia anak pelaku tindak pidana. Dimana berlaku UU SPPA dan perlindungan Anak. Adapun Perubahan pasal 27 yaitu : Dalam hal korban tindak pidana aduan belum berumur 16 tahun (berbeda dengan Batas Usia anak dalam UU SPPA dan Perlindungan Anak,
Mengenai frasa Belum Kawin merupakan syarat kumulatif, pemerintah sepakat untuk menghilangkan frasa dan belum kawin karena batas usia kawin perempuan adalah 16 tahun ke atas. Untuk laporan tindak pidana umum tidak ada batasan umurnya. Berkaitan dengan “wakil yang sah” pemerintah memberi usul perubahan menjadi”wali”
Apabila diterima maka penjelasan pasal 27, ayat 1 cukup jelas, ayat 2 cukup jelas, penjelasan pasal 3 yaitu kakak, adik. Apabila disetujui maka lanjut ke pasal 28 yaitu pasal 27 A dalam draft ini. Selanjutnya Rumusan baru pasal 29 nantinya menggantikan pasal 28). Rumusan Pasal 30 baru nantinya menggantikan Pasal 29.
Definisi ini akan berlaku mutantis mutandis mengenai anak sebagai korban. Penyesuaian Pasal 31 (nantinya jadii pasal 30), mengenai tenggang waktu pengaduan. Pemerintah meminta rumusan ini disetujui mengingat dalam DIM, semua fraksi setuju.
Lalu Pasal 32 (nantinya Pasal 31) : (1) Pengaduan dapat ditarik kembali dalam waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengaduan diajukan dan (2) Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi. Itu jawaban DIM 109-122. Apakah bisa dilanjutkan ke DIM 125-155 Pimpinan?
Benny K Harman :
Bagaimana bapak ibu anggota? Apakah kita dengar dulu semua usulan pemerintah? Setuju ya. Silahkan pemerintah
Prof Enny Nurbaningsih :
Berkaitan DIM 122-155. Pasal 33 berbunyi : Setiap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang, tetapi perbuatan tersebut untuk melaksanakan perintah jabatan dari pejabat yang berwenang, tidak dipidana.
Pasal 34 berbunyi : Setiap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang, tetapi perbuatan tersebut dilakukan karena keadaan darurat, tidak dipidana
Pasal 35 rumusannya yaitu : Setiap orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang dilarang, tetapi perbuatan tersebut dilakukan karena pembelaan terhadap serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum hukum terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan, harta benda sendiri atau orang lain, tidak dipidana.
Pasal 36, ada usulan PDIP untuk dicabut namun pemerintah berpendapat pasal ini harus dipertahankan dan perlu dikuatkan di penjelasan. Pasal ini ada sebagai asas pembenar yang tertulis
Isi Pasal 36 :
Termasuk alasan pembenar adalah tidak adanya sifat melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2)
Selanjutnya Pasal 37 terkait pertanggung jawaban pidana. Selanjutnya pasal 38 ada usulan dari gerindra untuk menjelaskan makna kealpaan dan kelalaian. PK berpendapat mengapa hanya alasan pemaaf yang dimasukkan. Sehingga rumusan pemerintah yaitu : 1) Tidak seorang pun yang melakukan tindak pidana dapat dipidana tanpa kesalahan dan 2) Kesalahan meliputi unsur kemampuan bertanggung jawab, kesengajaan atau kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf.
Rumusan pasal 39 : ayat 1 dan 2 tetap, namun ayat 3 dirasa tidak perlu. Pasal 40, ada usulan penyempurnaan DIM. Pemerintah merubah penjelasan ayat 1. Selanjutnya Pasal 41, PPP mengusulkan definisi gangguan jiwa disesuaikan dengan RUU Disabilitas.
Selanjutnya Pasal 42. Untuk Pasal 43, dianggap membingungkan dan multitafsir. Usulan redaksional dari Nasdem, gerindra pemerintah setuju memasukkan ke dalam Timus. Pasal 44, apa itu kekuatan yang tidak dapat ditahan? Kekuatan yang tidak dapat ditahan adalah kekuatan fisik, kalau kekuatan yang tidak dapat dihindari yaitu kekuatan psikis
Kami mohon izin supaya Pak Mualimin dari Kemenkumham yang melanjutkan pemaparan Pasal 45
Mualimin (Kemenkumham) :
Di tim ini ada beberapa narasumber dan ahli. Seperti yang disebutkan tadi, Mohon izin, kami lanjut ke Pasal 45. Perlu definisi pembelaan terpaksa yang melampaui batas (nootweer excess). Adapun usulan kami : Setiap orang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan seketika yang melawan hukum, tidak dipidana.
Pasal 46, Gerindra meminta untuk dihapuskan saja. (mengenai perintah jabatan). Demokrat juga meminta frasa itu dihapus saja. Pemerintah meminta frasa ini untuk dibahas di timus saja. Selanjutnya Pasal 47, menurut PDIP dihapuskan saja. Terhadap usulan PDIP pemerintah bersedia membahas lebih mendalam dalam Timus dan Timsin. Namun pemerintah berpandangan ketentuan ini perlu untuk dipertahankan.
Demikian pimpinan, apa bisa dilanjutkan ke DIM 162 sampai 164 (Pasal 53 dan 54)?
Benny K Harman :
Silahkan
Pemerintah :
Pasal 53 adapun usulan pemerintah yaitu :
- Dalam menuntut atau menjatuhkan pidana terhadap korporasi harus dipertimbangkan bagian hukum lain telah memberikan perlindungan yang lebih berguna daripada menjatuhkan pidana terhadap suatu korporasi.
- Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dalam putusan hakim.
Terhadap usulan usulan PDIP dan Demokrat kami mengusulkan perubahan redaksional. Selajutnya Pasal 54, PDIP usul untuk dihapuskan. Pemerintah memberikan penjelasan ketentuan Pasal 54 masih diperlukan karena sesuai asas subsidiaritas
Pemerintah akan melanjutkan DIM 190-197A. Pasal 58, Terhadap ketentuan 58, Golkar memberi usulan agar ketentuan ini tidak diskriminatif dan sesuai tujuannya
Demokrat minta pasal 58 dihapus. PKS minta diatur lebih rinci agar tidak diskriminatif. Fraksi Hanura minta hal ini sesuai tujuannya dan tidak diskriminatif. Usulan, ketentuan ini harus putusan yudikatif bukan eksekutif. Eksekutif hanyalah eksekutor. Harus dengan putusan Hakim. Nasdem juga sama
Fraksi Partai Demokrat minta dicabut. Pemerintah meminta waktu dan meminta Prof Muladi untuk menjelaskan substansi pasal tersebut. Sebelum lanjut ke DIM 198, saya persilahkan Prof Muladi untuk memberikan penjelasan lebih lanjut
Prof Muladi :
Dalam pendekatan teori modern ada intermediate sentence, hakim tidak mutlak menyerahkan perubahan pemidanaan kepada eksekutif. Jadi menurut saya tidak perlu ada keputusan yudisial lagi. Karena sudah ada keputusan lembaga pelaksana yaitu pemasyarakatan. Jadi tidak perlu upaya yudikatif karena yudikatif sudah diwakili hakim pengawas pengamat. Itu pendapat saya, terima kasih.
Benny K Harman :
Terima kasih prof atas penjelasannya. Selanjutnya DIM 198-202
Prof Enny Nurbaningsih:
Terima kasih, saya lanjutkan DIM 198-202
Benny K Harman :
Saya usulkan kita lanjutkan pembahasan ke jenis pidana saja. Di mana kita akan meletakkan pidana mati ini?
Prof Enny Nurbaningsih :
Baik pimpinan, kami akan restrukturisasi lagi terkait paragraf 4 ini. DIM 218 akan kami lanjutkan. Kemarin memang pembahasan ini terhenti. Dan kami pemerintah sudah membuat klustering. Misal penjara akan dikluster dengan pidana penjara saja. Begitu pula jenis pidana yang lain Hasil restrukturisasi itu adalah pasal 65 A. Pasal 65A- 76 (Dijelaskan Pemerintah)
Benny K Harman :
Pasal 77 seingat saya kemarin tidak dibahas, sampai pasal 103 juga tidak ada masalah. Yang perlu dijelaskan oleh ahli adalah pasal yang tadi saja. Ini sudah pukul 22.15, apakah kita perlu menyimpan dulu pembahasan ini. Supaya lebih tajam nanti pembahasannya kita istirahat dulu
Saya usulkan besok malam 19,30. Kamis, Jum’at, Sabtu, Minggu juga. Bagaimana kalau kita besok Jum’at, sabtu, minggu?
Prof Enny Nurbaningsih :
Kalau jumat sampai minggu Prof Muladi tidak bisa.
Benny K Harman :
Besok kita lanjutkan, kalau besokj selesai bab ini selesai. Dan jumat sabtu minggu bisa selesai buku 1. Kita skors besok pukul 19.00 malam? Setuju ya?
Kita skors dulu sampai besok jam 19.00 ya. Sidang saya skors.
Rapat selesai Pukul 22.15