Fraksi di DPR Beda Pendapat soal Hukuman Mati
JAKARTA, KOMPAS — Fraksi-fraksi yang tergabung dalam Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana masih terbelah dalam menyikapi ketentuan tentang hukuman mati dalam draf yang diserahkan pemerintah. Ada sejumlah fraksi yang menilai bahwa rezim hukuman mati sudah sepatutnya diakhiri.
“Pendapat tentang hukuman mati ini masih terbelah. Sebagian teman-teman tidak setuju, sementara sebagian lainnya, yang masih mayoritas jumlahnya, menginginkan penerapan hukuman mati terhadap kejahatan yang luar biasa,” kata Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Mulfachri Harahap di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/8).
Saat ini, fraksi-fraksi dalam panja bentukan Komisi III masih memfinalisasi daftar inventarisasi masalah (DIM) draf RUU KUHP. DIM diharapkan sudah rampung pada akhir September dan siap dibahas bersama dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia beserta timnya.
Menurut Mulfachri, DPR masih akan mengkaji apakah penerapan hukuman mati yang berlaku saat ini sudah mampu menimbulkan efek jera yang efektif. DPR juga akan mendalami apakah penerapan hukuman mati mampu mengurangi tingkat kejahatan luar biasa, seperti narkoba dan terorisme.
“Saya kira, ini perlu dipikirkan secara hati-hati. Yang kita bahas ini sebuah undang-undang pokok pidana. Tidak bisa diburu-buru, harus berhati-hati,” kata Mulfachri.
Oleh karena itu, ujarnya, panja tidak menentukan tenggat waktu yang pasti untuk pembahasan RUU KUHP. Yang penting, RUU tersebut selesai dibahas pada periode DPR 2014-2019.
Bersifat alternatif
Secara terpisah, menanggapi sikap fraksi di DPR yang masih terbelah terkait dengan pasal hukuman mati, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menegaskan, hukuman mati dalam draf RUU KUHP terbaru sifatnya adalah alternatif.
“Ke depan, masih ada kemungkinan hukuman mati diubah, misalnya, kalau terdakwa berkelakuan baik. Jadi, ini sebenarnya untuk mengakomodir keinginan masyarakat yang pro dan kontra. Kita ambil jalan tengah,” papar Yasonna.
Ia menambahkan, pidana mati dilihat sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat. Hukuman mati juga akan diberikan secara bersyarat, dengan memberi masa percobaan terlebih dahulu bagi narapidana.
“Tapi, nanti kita lihat dalam pembahasan. Ada banyak isu-isu yang pasti menjadi sorotan, nanti kita bahas dalam raker dengan DPR,” kata Yasonna.
Sementara itu, anggota Panja RUU KUHP dari Fraksi PDI-P, Ikhsan Sulistyo, mengatakan, fraksinya juga masih menyiapkan DIM. Ada sejumlah hal yang disoroti, seperti penanggulangan terhadap kejahatan terorisme. Fraksi PDI-P ingin memasukkan aturan terkait dengan perencanaan atau niat melakukan kejahatan terorisme.
“Kalau ada orang yang mau membuat teror, kan, sejak awal sebenarnya sudah terpantau oleh penegak hukum. Namun, karena belum terjadi apa-apa, tidak bisa ditindak. Ini harus diubah. Jangan sampai setelah sudah ada yang mati, baru dicari, ditindak,” kata Ikhsan. (AGE)