Ini Alasan Panja DPR Atur Tindak Pidana Terhadap HAM di RKUHP

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan masuknya sejumlah ketentuan tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia (HAM) dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP). Anggota Tim Panitia Kerja (Panja) RKUHP dari DPR Taufiqulhadi menuturkan bahwa usul tersebut bertujuan untuk mendukung upaya penegakan HAM maupun penguatan Komnas HAM dan aparat penegak hukum. “Tim telah sepakat bahwa perlu ada pengaturan yang komprehensif dan mengakomodir semua perkembangan di masyarakat baik nasional maupun internasional, guna mendukung penegakan HAM maupun penguatan Komnas HAM dan aparat penegak hukum,” ujar Taufiqulhadi kepada Kompas.com, Senin (11/6/2018).

Taufiqulhadi mengatakan, Tim Panja sepakat tindak pidana terhadap HAM harus masuk dalam kategori tindak pidana khusus dalam RKUHP. Sebab, pelanggaran HAM memiliki dampak yang luar biasa, meluas, dan signifikan. “Panja sepakat bahwa Tindak Pidana terhadap HAM harus masuk dalam kategori tindak pidana khusus, karena sifatnya luar biasa dan berdampak sangat meluas dan signifikan,” kata politisi dari Partai Nasdem itu. Selain mengatur tindak pidana materiil yang ada dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM), RKUHP juga mengakomodasi ketentuan dari konvensi internasional. Berdasarkan draf RKUHP per 9 April 2018, tindak pidana berat terhadap HAM diatur dalam bab Tindak Pidana Khusus Pasal 680 sampai 683.

Bentuk pelanggaran HAM yang diatur mencakup genosida, serangan meluas dan sistematis terhadap warga sipil, tindak pidana dalam konflik bersenjata atau perang, dan agresi. Bentuk-bentuk pelanggaran tersebut, kata Taufiqulhadi tercantum dalam Konvensi Jenewa dan International Criminal Court (Statuta Roma). “Pelanggaran HAM yang telah diatur dalam berbagai instrumen HAM Internasional, seperti Konvensi Jenewa hingga ICC (International Criminal Court) Rules sebagai bukti nyata komitmen Indonesia dalam penegakan HAM,” tuturnya. Meski demikian, masuknya pasal tindak pidana berat terhadap HAM dalam RKUHP mendapat kritik dari masyarakat sipil.

Upaya tersebut justru dinilai tak memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu. Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, masuknya sejumlah pasal tindak pidana terhadap HAM ke RKUHP akan menghapus beberapa asas hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM (UU Pengadilan HAM). Salah satu asas penting yang tak akan berlaku lagi adalah asas retroaktif. Asas retroaktif memungkinkan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu atau kasus yang terjadi sebelum UU Pengadilan HAM terbit diproses secara hukum. Sebab UU Pengadilan HAM dapat berlaku surut. Asas ini memang bersifat khusus karena KUHP tidak mengenal ketentuan tersebut. “Kalau pakai draf sekarang, enggak akan ada lagi asas retroaktif,” ujar Erasmus saat ditemui di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (10/6/2018).

tautan sumber: https://nasional.kompas.com/read/2018/06/11/15533351/ini-alasan-panja-dpr-atur-tindak-pidana-terhadap-ham-di-rkuhp.

Leave a Reply