Kodifikasi Tanpa Identifikasi, Potensi Terjadinya Kekacauan Hukum

Model kodifikasi parsial sudah ditetappkan dalam Pasal 218 RUU KUHP. Pemerintah semestinya tak memaksakan semua tindak pidana yang diatur dalam UU khusus masuk dalam RUU KUHP. Namun jika tetap memaksakan masuk dalam RUU KUHP, maka pengkodifikasiannya  mesti dilakukan secara hati-hati. Sebab jika tidak, akan berpotensi terjadinya kekacauan hukum.

Demikian disampaikan anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Supriyadi Widodo Eddyono,di Jakarta,Jumat (18/9). “Melakukan kodifikasi tanpa mengidentifikasi potensi terjadinya kekacauan hukum,” ujarnya.

Aliansi, kata Supri, mencatat terhadap 30 bidang hukum setidaknya terdapat 147 Undang-Undang (UU) sektoral memuat ketentuan pidana di luar KUHP. Langkah kehati-hatian itulah diperlukan legislator dalam menyusun RUU KUHP. Kekacauan hukum dimungkinkan terjadi jika persilangan dan benturan antara pengaturan di dalam dan luar KUHP. Ujungnya, kondisi hukum pidana di Indonesia bergerak mundur dari dari KUHP yang pertama kali diundangkan di Indonesia.

Direktur Eksekutif  Institute for Criminal Justice Reform  (ICJR) itu berpandangan,peraturan pidana yang berada di luar KUHP saat ini memiliki peranan sentra dalam perkembangan hukum di Indonesia. Buku II RUU KHUP, justru memaksa mengharuskan semua ketentuan pidana di luar KUHP masuk dakam RUU KUHP. Misalnya, jika terjadi tindak pidana pencucian uang,  tindak pidana perdagangan orang yang pengaturannya berada dibawah level ketentuan yang diatur dalam UU diluar KUHP

Begitu pula delik korupsi dan narkotika yang dipindahkan tanpa mengikutsertakan ketentuan-ketentuan lainnya yang diatur diluar KUHP. Meski coba ditengahi dengan aturan peralihan, faktanya aturan peralihan dalam RUU KUHP menambah kerumitan persoalan hubungan antara KUHP dan tindak pidana di luar KUHP.

“Misalnya dalam pasal 782 RUU KUHP yang mengamanatkan bahwa dalam waktu 5 tahun berikutnya, seluruh aturan yang dimuat baik didalam dan diluar KUHP akan terintegrasi seluruhnya ke KUHP, sehingga akan menghilangkan dengan serta merta ketentuan tindak pidana di luar KUHP,” ujarnya.

Lebih jauh ia berpandangan, potensi  kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh pasal peralihan bisa sangat masif. Soalnya  sistem pemindahan tindak pidana di luar KUHP ke dalam RKUHP tidak dilakukan dengan keseluruhan. Akibatnya, banyak delik yang dipindahkan namun tidak mengikutsertakan seluruh ketentuan yang ada atau dipindahkan namun rumusannya berubah.

“Sehingga menimbulkan perbedaan dengan tindak pidana yang diatur di luar KUHP,” pungkasnya.

Sumber: HukumOnline.com

Leave a Reply