Mendesak, Revisi Aturan Penanganan Terorisme
Sejumlah regulasi mengenai penanganan terorisme mendesak untuk direvisi Revisi ini terutama untuk mengakomodasi kebutuhan penindakan terhadap warga negara Indonesia yang memproklamirkan dukungan kepada kelompok ekstremis serta ancaman di media sosiaL
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Saud Usman, Minggu (22/11), di Jakarta, mengatakan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme belum mengakomodasi dua kebutuhan di atas.
Menurut Saud, BNPT telah mengajukan revisi UU No 15/2003 ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk selanjutnya diusulkan kepada DPR Revisi itu antara lain mengenai penindakan terhadap individu atau organisasi kemasyarakatan yang mendukung dan bergabung dengan kelompok radikal, seperti Negara Islam di Irak dan Suriah (MIS).
Dukungan dan apalagi bergabung dengan NIIS. kata Saud, seharusnya masuk dalam kategori makar. Namun, di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pengertian makar masih terlalu sempit, yaitu dikhususkan pada kegiatan mendirikan negara dalam negara “NUS belum termasuk dalam sebuah negara Oleh karena itu, kami ingin memperluas pemahaman makar hingga setiap WNI atau ormas yang mendukung dan bergabung dengan NUS dapat dijerat tindakan makar,” ucapnya
Pernyataan dukungan kepadakelompok NUS secara terbuka di media sosial seharusnya juga dapat ditindak. Namun, sejumlah pihak yang menyatakan mendukung atau memproklamirkan diri bergabung dengan NIIS berpendapat, langkah mereka dilindungi UU No 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat
“NUS tidak lagi seperti kelompok terdahulu yang menggunakan jaringan pengajian, pertemanan, dan kekeluargaan untuk menyebarkan paham radikal Mereka memanfaatkan internet dan media sosial,” papar Saud.
Pengamat terorisme, Al Chai-dar. meminta pemerintah dan lembaga legislatif memperkuat payung hukum untuk mengantisipasi gerakan radikal di kemudian hari Sebaiknya ada peraturan yang menyebutkan sejumlah organisasi dinyatakan terlarang sehingga dapat mengantisipasi penyebaran paham organisasi tersebut di masyarakat
“Pemerintah juga harus menyadari ancaman nyata dari media sosiaL Karena itu, perlu peraturan untuk mengantisipasi gerakan di dunia maya,” ujar Chaidar.
Sejauh ini, menurut Saud, belum ada gerakan NIIS yang terjadi di Indonesia Meski demi-kian, upaya antisipasi dengan meningkatkan pengamanan harus terus dilakukan. Apalagi, 149 warga negara Indonesia (WNI) dinyatakan telah kembali dari Suriah. Dari 149 WNI itu. belasan di antaranya tengah diproses di pengadilan, sebagian disebutkan insaf, dan sebagian lagi ingin kembali ke Suriah.
“Meski belum ada peristiwa yang dilakukan NIIS di Indonesia kita tidak boleh lengah. Jangan sampai kita memberikan kesempatan kepada mereka melakukan sesuatu yang tidak kita inginkan. Kita perlu mewaspadai arus balik WNI dari Suriah,” kata Saud.
Guna mengantisipasi dan mencegah aksi terorisme di Jakarta Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mohammad Iqbal meningkatkan kewaspadaannya Semua informasi, termasuk mengenai adanya rencana serangan yang beredar, akan disikapi dengan serius dan sungguh-sungguh.
“Kami akan dalami semua informasi yang ada Kita akan jadikan itu sebagai informasi penting,” kata Iqbal
Untuk memberikan gambaran kepada para duta besar asing di Jakarta Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian langsung memberikan arahannya terhadap para dubes.
Sejumlah daerah juga mulai mengantisipasi masuknya paham radikal yang dibawa NIIS. Salah satunya dilakukan Keraton Kasepuhan di Cirebon, Jawa Barat, dengan menggelar pertemuan bersama pemuka agama dari lintas agama dan kepercayaan.
Sumber: Harian Kompas