Menunggu Ujung Nasib Rancangan KUHP
“Disitu ada kemauan di situ ada jalan. Ungkapan tersebut tampaknya tidak tepat digunakan untuk menggambarkan proses pembahasan rancangan KUHP (RKUHP) yang nasibnya terus terkatung-katung. Padahal penyusunannya telah dilakukan pemerintah dengan membentuk tim dari 1981 dan sejak 10 tahun lalu diharapkan sudah dibahas di DPR untuk kemudian diundangkan.
Sementara fakta yang ada sejauh ini pembahasannya baru sampai di tingkat Panja RKUHP di DPR. RKUHP yang dibahas panja terdiri dari dua buku dengan total 786 pasal.buku pertama memuat aturan umum sedangkan buku kedua tentang aturan pidana.
Bagaimana perjalanan RKUHP? Adakah hambatan sehingga RKUHP terkesan berjalan lamban dalam pembahasannya? Wartawan SP Erwin C Sihombing menganalisisnya dalam tulisan berikut.
Tujuan RKUHP bukan hanya mcmpcrbarui sistem hukum Indonesia tetapi mcninggalkan hukum warisan kolonial. Melihat kincrja legislasi DPR dalam dua periode terakhir, tcntu kemungkinan RKUHP dapat diundangkan oleb pemcrintahan dan DPR periode sekarang ini sangat tipis.
Ini baru RKUHP yang mengatur hukum materil belum RKUHAP yang niengalur hukum formil. Artinya, pembaruan sistem hukum nasional sebagaimana yang diidamkan banyak pihak masih jauh untuk dapat diberlakukan.
RKUHP manual banyak ketenluan yang di ahtaranya telah diatur dalam KUHP yang berlaku sekarang ini maupun dalam UU sendiri seperti korupsi, terorisme. narkotika, dan HAM. Bahkan, RKUHPjuga mengalur pidana terhadap proses peradilan {contempt of court).
Celakanya, semakin lama lertunda, semakin banyak pula pihak yang menolak RKUHP. Lembaga-lembaga yang lahir pascareformasi seperti KPK, BNN, maupun PPATK dengan lantang menolak karenn meyakini dapat mengebiri masing-masing lembaga tersebut, jika pemerintah dan DPR tetap memasukan delik korupsi, narkotika maupun pencucian uang dalam buku dua RKUHP.
Hal ini menandakan substansi dalam RKUHP dianggap banyak pihak masih bermasalah, kendati ketua Tim Perumus RKUHP yang juga mantan Menkumham Muladi telah menegaskan, RKUHP menggunakan sistem kodifikasi terbuka yang tidak meniadakan UU bersifat khusus atau lex specialis meskipun menyandingkan delik pidana khusus dengan pidana umum.
Berkaca pada situasi tersebut, praktisi hukumyang juga mantan anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) Frans Hendra Winarta menilai, Indonesia belum memiliki kemauan politik-hukum tinggi untuk memiliki sistem hukum sendiri yang dapat dibanggakan atau memper-barui sistem hukum nasional.
“Kita belum mempunyai kemauan politik hukum kuat untuk merubah KUHP kolonial yang usang dan telah ketinggalan zaman. Sementara scbagian anggota DPR belum menyadari kebutuhan masyarakat dan kepenlingannya memiliki KUHP baru,” kata Frans, kepada SP.
Frans berharap, masyarakat bisa tercerdaskan karena politisi maupun penegak hukum mcninggalkan waoana hukuman mati, ilmu hitam, dengan memerhalikan isu-isu kru-sial terkait kejahatan yang berkembang dan mengancam masyarakat dari kejahatan siber, pencucian uang, terorisme hingga HAM dalam RKUHP.
Pcrdebatan yang muncul seiring pembahasan isu RKUHP lebih kental kepentingan eksistensi suatu lembaga ketimbang kepentingan polilik-hukuni nasional. Padahal apapun pilihannya dalam membentuk sislem hukum nasional yang jauh lebih periling adalah konsistensi dalam pclaksanaannya.
Frans mengatakan, dimasukan atau tidaknya delik-delik yang dialur dalam UU khusus dalam RKUHP bukan persoalun besar asalkan pelaksana UU konsisten menjalankan lungsi dan wewenangnya. Tidak bersitegang antara satu lembaga dengan yang lain apalagi karena di-dorong kepentingan politik kelumpok terlentu.
“Kalau tindak pidana khusus mau dikeluarkan dari KUHP haras konsekuen. Cara penanganan kejahatan khusus harus berbeda dan tidak bercam-pur dengan penanganan pidana umum agar tidak lumpang tindih. Kalau bicara korupsi maka polisi dan jaksa lentunya harus rela dibagi kckuasaannya,” ujamya.
Mcnunitnya, persoalan hukum lerbcsar bukan han-ya disebabkan karcnasistem tctapi kualitas aparatur penegak hukum yang dari hari ke hari terkesan terus menurun. Mau seeanggih apa pun sistem hukum yang dibangun kalau aparatur hukumnya tak berkualitas lentu seluruh energi yang dikeluarkan menjadi sia-sia. Maka hal itu harus dipcrlimbangkan sambil merumuskan RKUHP.
“Persoalan penegakan hukum di Indonesia sebe-namya berpijak pada intcg-ritas dan profesionalisme penegak hukum selain legislasi yang masih terbcl-akang sementara kejahatan semakin meningkat sccara kualitas dan kuantitas. Namun, sudah saatnya juga kila memiliki perang-kat KUHP baru sebagai negara modem dan meninggalkan eara-cara lama yang rcprcsif dan otoriter,” katanya.
Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP Miko Susanto Ginting meragukan RKUHP dapat rampung dalam periode pemerintahan sekarang. Apalagi tren studi banding kcluar negeri olch DPR masih linggi meski jelas-jelas tak membawa dampak dengan kinerja legislasinya.
Pihaknya berharap pemerintah bersama DPR memiliki metode yang lebih efektif dalam mem-bahas UU yang tingkat kcrumitannya linggi seperti RKUHP. Pembahasan juga fokus pada banyak hal seperti asas Icgalitas, hukuman mali lermasuk pada bebcrapa tindak pidana yang dianggap sudah tak relevan lagi dalam KUHP.
“Karena waktu sangat terbatas sementara materinya banyak dan berat.
Fokus pada aturan-aturan tertentu saja dan lak terbatas pada huku satu. Mungkin amendemen secara parsial saja dulu tak perlu perubahan total,” kata Miko yang juga peneliti PSHK.
Aliansi juga berharap seluruh proses pembahasan RKUHP dapat dilakukan seeara transparan sepenuhnya. Tidak rapat diam-diam antara Panja RKUHP dengan pihak pemerintah dengan meng-abaikan asas partisipasi publik.
“Dari sisi proses legislasi. keiersediaan waktu dan pembahasan yang Ibkus, cfektif, serta partisi-palif menjadi prasyarat bagi penilaian terhadap linggi atau rendahnya kualitas dan legitimasi KUHP yang akan dihasil-kan oleh pemerintah dan DPR. Maka pelibatan publik secara luas dalam pembahasan merupakan suatu keharusan,” ujar Miko.
Anggota Tim Pcrumus RKUHP yang juga pakar hukum dari UU Yogyakarta Mudzakkir meminta, seluruh pihak optimistis RKUHP bakal segera diundangkan. Dia menilai, anggota DPR, khususnya Panja RKUHP bcrgairah membahas RKUHP bersama pemerintah yang ditu-jukan demi kepentingan negara, bukan kepentingan lembaga tertentu.
“Saya optimistis akan rampung. Buku kesatu sebenarnya sudah dibahas di akhir DPR periode lalu, namun karena mereka purnatugas jadi terhenti dan sekarang harusnya dilanjutkan sekaligus menyerap aspirasi-aspirasi terbaru. Dan pembahasan RKUHP ini agendanya sangat terjadwal,” jelasnya.
Sumber: Suara Pembaruan