Monograf Diskusi: Model Pembahasan R KUHP di DPR

Akhirnya, pada 30 Mei 2015, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna H. Laoly menyatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R KUHP) akan segera diserahkan oleh Presiden Jokowi ke DPR RI untuk dibahas pada pekan depan. Kemudian pada tanggal 5 Juni 2015 akhirnya Surpres atas pembahasan R KUHP 2015 dikeluarkan. Aliansi Nasional Reformasi KUHP, koalisi NGO nasional yang selama ini melakukan Advokasi KUHP sangat berhati-hati menanggapi perkembangan tersebut, karena ada banyak tantangan yang akan di hadapi oleh R KUHP di samping karena subtansinya maupun masalah pembahasannya di DPR.

Terkait R KUHP 2015, DPR dan Pemerintah perlu mempersiapan diri terhadap proses pembahasan RUU tersebut. Pemerintah dan DPR harus meyadari bahwa R KUHP bukan seperti seperti rancangan lainnya. R KUHP memiliki karakter yang berbeda dari Rancangan Undang-Undang (RUU) lain. Dari segi bentuknya saja, R KUHP berencana akan menghasilkan sebuah Kitab Kodifikasi. Kemudian jumlah pasal yang cukup besar berjumlah 786 Pasal yang penuh dengan isu krusial. Perhatian publik juga cukup besar termasuk, masyarakat umum, profesional akademisi, masyarakat sipil dan aparat penegak hukum. Berdasarkan pengalaman pembahasan model-model RUU lainnya di DPR, termasuk pembahasan R KUHP di tahun 2013-2014 lalu, maka ada banyak tantangan yang akan di hadapi oleh Pemerintah dan DPR.

Perlu untuk diketahui bahwa R KUHP merupakan kodifikasi, yaitu pengkitaban atau pembukuan undang-undang secara lengkap dan sistematis dalam satu buku. Secara sederhana, R KUHP dapat dikatakan merupakan kumpulan dari berbagai ketentuan/norma undang-undang yang disusun dalam satu buku dan disahkan sebagai undang-undang.

Dari sisi bobot dan materi muatan, apabila nantinya RKUHP diundangkan menjadi undang-undang, maka KUHP juga akan memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda dari RUU lainnya karena dampak pengaturannya yang sangat luas pada struktur dan substansi hukum serta hak asasi manusia. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR seharusnya merespons pembahasan RKUHP dengan metode yang berbeda pula. Pembentuk undang-undang patut mencari dan merumuskan peluang untuk melakukan improvisasi guna mengefektifkan pembahasan. Dari sisi proses legislasi, ketersediaan waktu dan pembahasan yang fokus, efektif, serta partisipatif menjadi prasyarat bagi penilaian terhadap tinggi atau rendahnya kualitas dan legitimasi KUHP yang akan dihasilkan oleh Pemerintah dan DPR. Sementara itu, dari sisi substansi, pembentuk undangundang harus mampu merumuskan pengaturan yang diterima oleh publik dan mencari titik kompromi dari berbagai konfigurasi kepentingan para aktor yang terdampak dari R KUHP tersebut.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP telah mengambil inisiatif untuk memulai melakukan kajian terhadap kemungkinan-kemungkinan model pembahasan untuk mendorong hasil pembahasan yang baik, berkualitas dan tranparan di DPR. Selanjutnya, usulan-usulan ini perlu mendapatkan masukan 1 yang lebih komprehensif dari berbagai pihak. Hal yang juga perlu diperhatikan adalah tantangan selanjutnya bagiamana membuka komunikasi dan mendesiminasikan usulan tersebut pada DPR RI.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut Aliansi berencana melakukan FGD sebagai forum untuk memberikan masukan kepada Pembahasan RUU KUHP di DPR, sekaligus menerima masukan atas beberapa masalah kunci dan rekomendasi dalam pembahasan RUU KUHP di DPR.

Unduh Monograf Diskusi Disini

Leave a Reply