Notulensi Diskusi RKUHP antara Pemerintah dan Perumus bersama dengan Aliansi Nasional Reformasi KUHP

Pada 23 Juni 2022, Aliansi Nasional Reformasi KUHP dengan Aliansi Mahasiwa diundang oleh Pemerintah dan Tim Perumus RKUHP. Aliansi Mahasiswa menolak untuk hadir. Aliansi Nasional Reformasi KUHP memberikan masukan substansial berkaitan dengan isu bermasalah dalam RKUHP.

  • Erasmus Napitupulu

Aliansi mahasiswa menolak hadir sampai mereka melihat draft terbaru RKUHP dari pemerintah, kami melihat dalam konteks RKUHP sangat mendukung dan mengakomodir masukan dari masyarakat sipil, namun terdapat beberapa catatan yaitu

  1. Pertama teknis perumusan tidak sesuai cita-cita awal seperti hukuman mati 10 tahun masa percobaan harusnya bisa dilakukan secara otomatis untuk memberikan warna corak, namun dalam RKHUP masih tergantung pada putusan hakim jika selama 10 tahun tidak dieksekusi ditentukan oleh grasi dari presiden dengan waktu yang berbeda-beda dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
  2. Beberapa rumusan yang belum terdefinisi, Huru-hara dan keonaran dalam RKUHP adalah kerusuhan fisik, misalnya dalam pasal 273 menjadi perdebatan menggangunya kepentingan umum belum terdefinisi.
  3. Terkait hamonisasi dan konsolidasi serta memetakan dan memastikan terkait kodisfikasi apakah masuk sebagai sistem karena terdapat UU yang masih tumpang tindih seperti UU ITE, di RKUHP seperti penghinaan sudah mengikuti KUHP lama tidak mencabut ketentuan dari UU ITE.
  4. Kami menilai ruang dalam partisipasi ini harus lebih bermakna ada 2 jalur seperti:
  5. Perbaiki rumusan pasal RKUHP.
  6. Beberapa pasal yang susah dihapuskan seperti pidana mati, tetapi dalam konteks RKUHP dapat diperbaiki rekomendasi rumusanya.
  7. Pasal-pasal tidak memiliki tempat.
  • Isnur

Aliansi menyambut baik undangan ini untuk berdiskusi dengan masyarakat sipil, tetapi diskusi ini bukan bagian dari pembahasan karena harusnya pembahasan dilakukan di DPR RI dengan Draft naskah RKUHP terbaru, aliansi dengan tegas menolak hanya 14 masalah pasal krusial tetapi lebih banyak lagi masalah-masalah yang krusial dari RKUHP ini ada beberapa hal yang belum dibahas oleh pemerintah seperti kebebasan bereskpresi dan berpendapat misalnya pasal 240, 353, 354 RKUP tentang penghinaan terhadap kekuasaaan umum dan lembaga negara yaitu pemerintah, dan pasal 273 RKUHP penyelenggaraan unjuk rasa  dan demonstrasi tanpa ijin. Beberapa pasal penghinaan terhadap pemerintah, lembaga negara, dan kepala negara memiliki semangat dekolonisasi, kami harapkan delik tidak menyasar kepada kelembagaan tetapi keindividu.

  • Riski

Banyak sekali penggunaan istilah yang tidak jelas dan menyebabkan banyak sekali tafsir yang berkembang dalam praktik, banyak aturan yang duplikasi mempunyai irisan yang begitu dekat misalnya pasal di RKUP perbuatan cabul didepan umum ada juga UU pornografi perbedaanya adalah mengatur hal yang sama demgan hukuman yang berbeda antara RKUP dengan UU lainya yang harusnya dapat diharmonisasi. Jika tidak diharmonisasi akan menjadi alternatif penegakan hukum.

Memposisikan ulang RKUHP sebagai proses kodifikasi, ada 4 konsekuensi dari pengesahan RKUHP:

  1. Pedoman delik mana yang dimasukan dan jenis pidana mana yang diatur diluar KUHP.
  2. KUHP harus mendorong proses perubahan UU yang memungkinkan merevisi, mencabut, dan menambah ketentuan di UU lain.
  3. Dari sisi pemerintah kerja-kerja pemerintah harus diubah dengan konteks sistem publikasi yang mengkompilasikan UU perundangan harus didorong.
  4. Harus ada clearing house kalau ada UU lain yang akan memasukan ketentuan pidana.
  • Boyamin

Konsentarsi di huruf C mestinya apakah kejahatan jabatan akan dihidupkan kembali, banyak implikasi apakah akan dimasukan atau tidak jika ingin dimasukan rumusan harus sederhana, unsur pembuktian harus mudah. Dapat dibagi rumusan penghinaan itu seperti apa dan rumusan kritik itu seperti apa.

  • Citra LBH Jakarta

Diharapkan RKUHP tetap berada diruang lingkup hukum publik sebagai mana mestinya dan tidak masuk kedalam ruang-ruang privat masyarakat serta partisipasi benar-benar berarti sesuai apa yang disampaikan oleh makhamah konstitusi dengan draft RKUHP yang baru sehingga dapat dibahas sebagai mana mestinya.

Permasalahan pasal mengenai aborsi dan harmonisasi UUTPKS terhadap RKUHP, didalam pasal 467 RKUHP mengatakan larangan menggugurkan kandungan pengecualianya tidak hanya terhadap korban pemerkosaan ditambah juga dengan korban kekerasan seksual seperti perdagangan manusia dan lain-lain, serta waktu untuk dapat dilakukan aborsi tidak hanya terbatas 12 minggu saja karena kebanyakan korban-korban kekerasan seksual tidak mengetahui bahwa dirinya hamil.

Mengenai harmonisasi UUTPKS sekarang yang baru disahkan dengan RKUHP, seharusnya jaminan hak-hak seharusnya dapat dimasukan kedalam RKUHP serta Hukum acara tindak pidana kekerasan seksual dapat juga dimasukan kedalam RKUHP yang tidak hanya berpusat kepada pelaku, serta mengenai definisi pemerkosaan yang masih bias dan dapat diperjelas serta dapat dimasukan kedalam RKUHP.

  • Boyamin

Mengenai liputan pers didalam pengadilan, sering kali para wartawan atau pencari berita ditegur oleh hakim ketika sedang meliput didalam ruang pengadilan dengan alasan bahwa harus izin hakim terlebih dahulu, seharusnya sebagaimana mestinya siding pengadilan terbuka untuk umum bebas untuk diliput dan dapat diketahui oleh orang banyak selama proses peliputan tersebut tidak mengganggu jalanya persidangan (contempt of court).

Bahkan seharusnya hakim lebih aktif lagi dalam memberikan informasi mengenai kasus persidangan yang sedang dijalani atau bahkan memberitahu pantas atau tidaknya jika diliput, jadi diharapkan RKUHP untuk tidak antikritik terhadap kritikan-kritikan yang dilontarkan masyarakat kepada penegak hukum selama bertujuan baik dan tidak berniat jahat.

  • Julius Ibrani (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia)

Rumusan soal penghinaan pengadilan (contempt of court) dengan basis tidak hormat dan menyerang integritas hakim sering kali dilakukan oleh apparat penegak hukum. Dilapangan kita mengetahui serta menyampaikan dengan baik dan benar fakta yang ada bukan hanya mengenai kebebasan pers tetapi semata-mata untuk pembelaan saja dianggap menyerang kehormatan hakim.

Sepanjang kasus-kasus kriminalisasi bukan hanya demo atau kebanyakan patty crime dianggap menyerang kehormatan hakim jadi kami pikir berpotensi menimbulkan kriminalisasi bukan hanya bagi pers tetapi bagi advokat juga, bahkan MA sendiri sering kali mencabut larangan untuk merekam ruang sidang. Tidak ada satu relasipun antara dokumentasi didalam ruang persidangan dengan penghinaan terhadap integritas kehormatan hakim.

Dengan ini kami tegas menyatakan dicabut didalam RKUHP karena ketentuan sektoral mengenai ketentuan pidana dalam konteks peradilan menyerang hakim sudah ada, konteks ketertiban umumnya dalam aturan MA sudah ada.

  • Zainal (ICRS)

Pasal-pasal tentang agama sudah ada perbaikan dari pasal 306 draft sebelumnya menjadi pasal 302 Ayat (1) didraft yang baru, tetapi masih ada yang konsistensi yang harsunya lebih bisa dipertahankan seperti kata-kata agama diganti menjadi kata-kata agama dan kepercayaan susuai dengan 2 putusan MK tahun 2010 dan 2017.

Pasal 302 Ayat (2) bisa kontra produktif dalam hal tujuan pencapainya dan ayat 2 tidak diperlukan lagi, seharusnya lebih menekankan keseriusan jenis perbuatanya untuk ayat 2, diperjelas menjadi setiap orang melakukan, mengolok-olok, merusak, mengotori dengan objek yang dinodai yaitu simbol agama atau kepercayaan di Indonesia itu lebih baik dan konkrit apa yang dihina atau yang diolok-olok.

Jenis-jenis hukuman bisa jadi tidak hanya 1 level hukuman tetapi menjadi beberapa level hukuman atau saksi. Memperhatikan dunia internasional pergeseran istilah penodaan agama menjadi Combating intolerance yang diusulkan oleh organiasai kerjasama negara islam, seharusnya RKUHP mencari rumusan yang lebih menekankan Combating intolerance.

  • Gustika yusuf dan Rozy (Imparsial)

Pelanggaran ham berat seharusnya dikelurkan didalam RKUHP karena pidana ham berat termasuk kedalam extraordinary crime seperti genosida dan kejahatan perang dimana seharusnya dimasukan atau dibuat dengan undang-undangnya sendiri atau khusus seperti UU tindak pidana korupsi.

Jika pelanggaran ham berat dimasukan kedalam RKUHP berpotensi menghapus asas retroaktif yang diatur didalam UU no 26 tahun 2000 tentang  pengadilan hak asasi manusia dalam pasal 617 RKUHP harus UU yang memuat ketentuan pidana harus menyesuaikan dengan buku 1 RKUHP tersebut, serta ditakutkan akan ada daluwarsa jika pelanggaran ham berat dimasukan kedalam RKUHP.

  • Taufik rahmat (Jakarta Post)

Adakah semacam urgensi atau keharusan RKUHP ini perlu dibahas dan disahkan secepatnya selain alasan historis dangan mempertimbangkan permasalahan-permasalahan dan penolakan-penolakan beberapa aliansi.

  • Arifin (Kumparan)

Terkait kosultasi dan sosialisasi publik apakah sudah optimal dilakukan terkait penyuluhan RKUHP terhadap semua pihak masyarakat sehingga masyarakat paham dengan perjalanan RKUHP ini, sementara konsen permasalan masih terjadi penolakan seperti dikalangan mahasiswa apakah sosiliasi sudah optimal silakukan, serta timeline pengesahan RKUHP jika sosialisasi RKHUP belom optima lebih baik ditunda dan diperbaiki.

  • Andri Bima (TVone)

Jika hakim menyebutkan sidang terbuka untuk umum sepertinya tidak ada multitafsir lagi mengenai peliputan ruang persidangan, dan aturan-aturan yang jelas dilarang untuk disiarkan sudah jelas diatur didalam pasal 153 ayat (3) KUHAP, jangan sampai hal-hal tersebut masuk kedalam contempt of court.

  • Primus (Berita satu)

Bagaimana kordinasi sinkronisasi RKUHP dengan UU lainya seperti tindak pidana terorisme, kejahatan tentang agama seperti terorisme hanya pelaku tindak pidana yang ditangkap tetapi aktor intelektual tidak ditangkap, perlu ada hukum yang keras untuk penodaaan agama dimedia sosial.

  • Ike (CNN)

Transpasrasi harus cepat dilakukan dengan draft cepat dipublish agar permasalahan cepat dibahas, dan kebebasan pers terkait pasal penghinaan terhadap pemerintah, kekuasaan umum dan lembaga negara tindak pidana pehinaan serta tindak pindana informatika yang dapat membelenggu kebebasan pers dapat dibahas secapatnya didalam draf yang baru.

  • Afif (LBH Masyarakat)

Rumusan pasal-pasal tindak pidana narkotika dan hukuman mati terlalu over kriminaliasai, lalu pengaturan dua regulasi terkait tindak pidana yang sama berbeda dengan implementasi atau penerapan sehingga ketentuan-ketentuan di RKUHP dapat didrop.

Banyaknya vonis hukuman mati sehingga terlalu overpopulsi di lapas sehingga menimbulkan permasalahan baru dan tidak ada kepastian apakah di hukum mati atau tidak, seharusnya harus ada modernisasi mengenai pasal hukuman mati. Pasal pidana mati serupa dengan gerasi karena ujung-ujungnya presiden yang menentukan apakah seumur hidup atau pidana penjara dengan waktu tertentu. Didalam pasal pidana mati dikhawatirkan soal mengikut sertakanya situasi sosiologis dimasyarakat dapat menimbulkan ketidakjelasan penilaianya seperti apa.

Peserta:

  1. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H. M. Hum sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI.
  2. Topo
  3. ISA
  4. M. Arief
  5. Erasmus Napitupulu
  6. Isnur
  7. Riski
  8. Boyamin
  9. Citra LBH Jakarta
  10. Boyamin
  11. Julius Ibrani (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia)
  12. Zainal (ICRS)
  13. Gustika yusuf dan Rozy (Imparsial)
  14. Taufik rahmat (Jakarta Post)
  15. Arifin (Kumparan)
  16. Andri Bima (TVone)
  17. Primus (Berita satu)
  18. Ike (CNN)
  19. Afif (LB Masyarakat)
  20. Dan 46 lainya.

Leave a Reply