RKUHP Seperti Apa Yang Kita Butuhkan?
oleh: Pista Simamora
Salah satu fungsi dari Kitab Hukum Pidana adalah untuk membantu masyarakat dalam memahami Hukum Pidana. Di Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, atau KUHP, yang kita miliki saat ini berasal dari KUHP pada 1940, dan memang perlu diperbarui untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di abad ke-21.
KUHP menjadi sebuah dasar hukum yang mendefinisikan apa yang merupakan kejahatan dan hukuman yang sesuai. Dan tujuan utama disusunnya KUHP adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya, yang merupakan suatu perbuatan pidana.
KUHP di Indonesia terdiri dari bagian umum dan bagian khusus. Bagian umum meliputi pengertian kejahatan, pemidanaan, dan ketentuan lain tentang acara pidana. Bagian khusus mencakup berbagai kejahatan seperti kejahatan terhadap tubuh, kejahatan terhadap kesusilaan, kejahatan terhadap harta benda dan sebagainya.
Lalu mengapa KUHP perlu diperbarui?
“RUU KUHP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda”, ujar Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., pada 27 Mei 2021 silam.
Alasan utama perubahan ini juga disebabkan karena perkembangan hukum pidana yang tidak sesuai dengan dinamika masyarakat, dan inilah yang mengakibatkan adanya pembaruan dan revisi KUHP. Sebenarnya pemerintah menginginkan pembaruan ini dapat meningkatkan upaya harmonisasi, yaitu dengan menyesuaikan KUHP lama pada perkembangan hukum pidana yang bersifat universal dan upaya modernisasi. Salah satu caranya dengan mengubah filosofi pembalasan klasik yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata, menjadi filosofi integratif yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan.
Wamenkumham menambahkan bahwa “Adanya RUU KUHP ini dapat menghasilkan hukum pidana nasional dengan paradigma modern, tidak lagi berdasarkan keadilan retributif, tetapi berorientasi pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif”. Dan pada akhirnya muncullah berbagai pro dan kontra pada RUU KUHP yang baru. Hal ini terjadi akibat munculnya berbagai persepsi dan kepentingan yang ada di masyarakat.
Memang sebenarnya ada banyak hal yang perlu diubah dalam RUU KUHP, namun yang perlu diutamakan, salah satu yang paling penting adalah perlindungan terhadap masyarakat. Namun dalam pembahasannya, banyak penafsiran bahwa RUU KUHP yang baru justru akan menyulitkan masyarakat dan minim perlindungan pada masyarakat. Semestinya dalam hal ini, pemerintah harus membuat definisi yang jelas untuk istilah-istilah yang digunakan, agar tidak terjadi kebingungan dan salah penafsiran di kemudian hari.
Rancangan KUHP di Indonesia saat ini belum final. Masih ada beberapa masalah yang perlu ditangani. Masih ada PR (baca: pekerjaan rumah) besar yang harus diutamakan, yaitu kepentingan masyarakat. Mengedepankan kepentingan masyarakat Indonesia harus dinomor-satukan. Seharusnya pemerintah lebih terfokus pada perlindungan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, dan juga mengutamakan kesejahteraan masyarakat. Sehingga akan tercipta kesetaraan sosial dan ekonomi pada masyarakat, yang akhirnya mampu meminimalisir adanya tindak kejahatan. Sebab suatu tindak kejahatan yang terjadi saat ini, bisa saja dilatarbelakangi karena ketidaksetaraan perlindungan hukum, pendapatan, dan kesejahteraan.
Karena sifatnya untuk masyarakat, maka pemerintah juga memiliki tanggung jawab besar dalam menyampaikan poin-poin dalam RUU KUHP dengan baik. Sehingga dapat dimengerti oleh masyarakat secara baik, dan dapat menimbulkan rasa percaya dan menjamin keamanan, kesejahteraan, serta kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, berarti pemerintah sebaiknya mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya, dalam perancangan kitab hukum pidana. Pada akhirnya kitab yang baru akan berfungsi secara maksimal, tidak menimbulkan banyak asumsi yang tidak sejalan, dan yang terpenting adalah mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat.