RUU KUHP Dinilai Terlalu Ikut Campur Urusan Pribadi Warga Negara
Peneliti senior Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Anggara menilai, pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana khususnya tentang pasal kesusilaan, terlalu diperluas.
Menurut dia, RUU KUHP membuat negara dianggap terlalu ikut campur urusan pribadi warga. Sebagai contoh, delik pidana zina yang diatur pada Pasal 484.
Delik tersebut, kata dia, tidak hanya memidanakan mereka yang terikat perkawinan, namun juga bagi pelaku yang tidak terikat perkawinan.
“Tindak pidana zina ini juga tidak membutuhkan aduan,” ujar Anggara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Dalam UU KUHP yang berlaku saat ini, Anggara mengatakan, delik zina dapat terjadi apabila ada laporan dari pihak yang berkepentingan yang memiliki hubungan perkawinan.
Apabila zina dilakukan tidak dalam keterikatan perkawinan atau dalam arti dilakukan sesama lajang, maka itu tidak bisa dikategorikan sebagai tindak pidana.
“Proposal dari pemerintah itu memperluas rumusan yang sekarang ada. Dalam konteks apabila itu terikat perkawinan, itu masih bisa dipahami. Karena lembaga perkawinan adalah lembaga yang suci dan wajib dihormati,” ujarnya.
Saat ini, ia menambahkan, pemerintah dan DPR memang tengah menunda pembahasan perluasan delik zina.
Namun, bukan berarti rumusan pemerintah tersebut akan ditolak parlemen. Ia mengingatkan, persoalan delik zina bukan lah semata persoalan moral.
“Tapi apakah persoalan moral ini sampai batas mana harus ditangani dengan hukum pidana,” ujarnya.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2016/12/15/20395941/ruu.kuhp.dinilai.terlalu.ikut.campur.urusan.pribadi.warga.negara