RUU KUHP Wujud Baru Hukum Pidana Indonesia
Panitia Kerja (Panja) Komisi III hampir menyelesaikan pembahasan buku satu Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
“Saya perkirakan, Juli atau Agustus buku satu selesai. Kemudian memasuki buku dua,” kata anggota Komisi III DPR Nasir Djamil dalam diskusi di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Politikus PKS itu mengatakan, RUU KUHP yang sedang dibahas akan menjadi pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Tentunya, lanjut Nasir, sesuai dengan asas kebangsaan dan mengadopsi tuntutan perkembangan global.
Nasir menjelaskan, ada pembahasan alot terjadi antara pemerintah dengan Panja RUU KUHP terkait penetapan hukuman mati. Sebab, pihak eksekutif belum satu suara apakah penetapan hukuman mati masuk dalam pidana pokok atau khusus.
“Kami memahami hal tersebut. Tapi kami bersyukur, pemerintah masih mencantumkan hukuman mati meskipun dilakukan sangat selektif,” terang Nasir.
Selain itu, komisi hukum itu juga menginginkan agar semua hukum yang berkembang di tengah masyarakat diakomodir dan dimasukan dalam RUU KUHP. Pasalnya, hampir seluruh wilayah Indonesia masih menganut hukum adat.
“Tapi, hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab, ada beberapa hukum adat yang bertentangan dengan hukum pidana,” terang Nasir.
Nasir mencontohkan kasus pria yang membawa lari kekasihnya dianggap hal biasa di daerah Bali. Sebaliknya, jika dimasukan dalam hukum acara pidana, hal itu bisa dikenakan sanksi.
Karenanya, dibutuhkan pembahasan mendalam untuk memasukan hukum adat dalam RUU KUHP. Sehingga, kitab hukum pidana baru ini tidak menjadi perdebatan baru di tengah masyarakat.
“Nah bagaimana ini kita akomodir dalam KUHP, ini butuh pendalaman. Karenanya, Panja melakukan kunjungan ke beberaoa daerah untuk melihat hukum daerah, jangan sampai nanti menimbulkan perdebatan,” ujarnya.
Sumber: http://m.metrotvnews.com/read/2016/03/15/498984/ruu-kuhp-wujud-baru-hukum-pidana-indonesia