Aktivis Miris, Pelarangan Paham Kiri Ancam Demokrasi
Panitia Kerja (Panja) Revisi KUHP di Komisi III DPR mulai melakukan pembahasan Buku II KUHP. Kalangan aktivis dan praktisi hukum miris dan menyoroti klasul-klausul yang akan dibahas dalam revisi tersebut.
Salah satunya, tindak pidana terkait dengan ideologi negara, yang dimuat dalam Bab II Revisi KUHP tentang Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara. Pengaturan kejahatan terhadap ideologi itu diatur pada Pasal 219 �” 221, yaitu mengenai penyebaran ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme, serta mengenai penggantian ideologi Pancasila.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono meminta DPR menguji kembali keberadaan berbagai pasal tersebut. Alasannya, pasal tersebut berpotensi mengekang hak asasi manusia, khususnya kebebasan berekspresi. Selain itu, dalam praktiknya juga berpotensi menimbulkan banyak tindakan represif terhadap warga negara.
“Ketentuan ini banyak menuai kritik dari para pemerhati hak asasi manusia karena perumusannya yang samar, dan bersifat karet, dan lentur sehingga dalam prakteknya berpotensi besar disalahgunakan,” ujarnya, di Jakarta.
ICJR juga mendorong DPR membahas berbagai pasal itu secara hati-hati, terutama pasal kejahatan ideologi. “DPR juga tidak perlu terburu-butu menetapkan pasal tersebut, dan membuka partisipasi dan masukan bagi banyak pihak seperti para pakar hukum, akademisi, dan para profesional untuk mempertimbangkan rumusan yang lebih baik,” kata Supriyadi.
Dia menerangkan, pasal terkait penyebaran paham komunisme, Marxisme, dan Leninisme berpotensi menjadi pasal karet dalam revisi KUHP. Apalagi pasal tersebut tidak merinci ajaran komunisme, Marxisme, dan Leninisme seperti apa yang dilarang di Indonesia.
ICJR melihat pelarangan ajaran komunisme direvisi KUHP serupa dengan jargon pemerintah Orde Baru. Sebab, pada masa Orde Baru jargon komunis kerap digunakan untuk mempertahankan kekuasaan pemerintah dan mengekang kebebasan berpendapat warga negara.
“Atas pertimbangan tersebut, ICJR merekomendasikan agar DPR menghapus pasal larangan penyebaran paham komunisme, Marxisme, dan Leninisme dari revisi KUHP,” tandasnya.
Dosen Universitas Bina Nusantara, Shidarta menilai Pasal 219 Revisi KUHP menunjukkan adanya kekhawatiran pemerintah soal kemunculan paham ekstremis kiri di Indonesia. Padahal, paham ekstremis kanan juga mengandung bahaya yang sama tinggi derajatnya.
“Kenyataannya ajaran Komunisme, Marxisme-Leninisme yang klasik hampir tidak lagi diminati dewasa ini,” sebutnya.
Menurutnya, penjelasan Pasal 219 revisi KUHP hanya menyebut ajaran Karl Marx, Lenin, Stalin, dan Mao Tse Tung, mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan filsafat Pancasila. Di sisi lain, bangsa Indonesia juga masih menghadapi problem tafsir terhadap substansi ideologi Pancasila.
Praktisi hukum yang juga bekas Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim menilai, pemerintah berusaha menyusupkan pasal karet yakni pasal yang mengancam demokrasi dalam revisi KUHP. Salah satunya Pasal 219 tentang larangan menyebarkan melalui media apapun, atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan ancaman hukuman pidana tujuh tahun penjara.
“Itu salah satu pasal yang mengancam tatanan demokrasi kita,” ujarnya. Ifdhal mambahkan, ketentuan dalam pasal larangan menyebarkan paham Komunisme/Marxisme-Leninisme adalah ketentuan yang tidak pasti alias absurd
Sumber: http://www.rmol.co/read/2016/08/30/258806/Aktivis-Miris,-Pelarangan-Paham-Kiri-Ancam-Demokrasi-