DPR dan Pemerintah Wajib Drop Pasal Penghinaan Presiden
Kembali munculnya pasal penghinaan terhadap presiden dalam RKUHP terus menuai kritikan. Keberadaan pasal tersebut, malah dianggap kemunduran hukum bagi Indonesia. Hal itu dikarenakan pasal penghinaan presiden tersebut telah dibatalkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa tahun lalu.
Anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Anggara Suwahju mengatakan, seharusnya DPR dan Pemerintah bisa bersepakat untuk tidak membahas pasal ini dalam RKUHP. Munurutnya, jika pasal ini nantinya lolos, maka aliansi akan melakukan uji materi sehingga pasal ini kembali dibatalkan.
“Ya sudah didrop saja, jangan buang-buang waktu. DPR dan Pemerintah sepakati saja untuk tidak dibahas,” kata Ketua Badan Pengurus Institue for Criminal Justice Reform (ICJR) ini.
Ia menduga, Pemerintah sebagai perumus dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM mengetahui bahwa pasal penghinaan terhadap presiden itu masuk dalam RKUHP. Harusnya, lanjut Anggara, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly dari awal menghapus pasal-pasal itu sebelum dikirim ke DPR. Namun sayangnya, pasal tersebut tetap saja ada dalam RKUHP.
“Putusan pengadilan (MK) itu kemudian tidak dicek, kami sayangkan. Harusnya juga DPR tidak membahas lima pasal itu,” kata Anggara.
Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menambahkan, jika pasal ini masuk ke dalam KUHP, maka akan dengan mudah kembali dibatalkan di MK. Atas dasar itu, ia berpendapat agar DPR dan Pemerintah tak memasukkan pasal ini dalam pembahasan RKUHP.
Terlebih lagi, lanjut Erwin, pasal ini malah semakin mempersempit kebebasan berpendapat dalam alam demokrasi yang telah berjalan di Indonesia. Menurutnya, jika pasal itu dihapus, bukan berarti Presiden dengan mudah diejek atau dilecehkan oleh pihak lain.
“Meski pasal itu dibatalkan, bukan berarti martabat pribadi Presiden bisa dinistakan, Presiden bisa menggunakan delik pasal lain,” tutupnya.