Hukuman Penodaan Agama Diusulkan Tak Cuma Pidana Penjara
Peneliti Bidang Hukum The Indonesian Institute Zihan Syahayani mengusulkan agar ada bentuk hukuman lain selain penjara bagi mereka yang terjerat kasus penodaan agama.
Hal itu disampaikannya dalam diskusi “Konflik Keagamaan dan HAM: Pekerjaan Rumah Reformasi yang Belum Tuntas” di Gedung Pakarti Center, Jakarta, Rabu (24/5/2017).
“Terlepas pasal penodaan agama itu dihapus atau tidak, perlu memasukkan jenis pidana lain selain pidana penjara,” kata Zihan.
Menurut Zihan, selain pidana penjara, bisa ditambahkan hukuman administratif atau denda.
“Denda atau administratif. Apakah menyampaikan permintaan maaf langsung atau bagaimana. Tapi ini kan pokoknya harus dipenjara, mau enam bulan atau beberapa bulan pun,” kata dia.
Polemik soal perlu tidaknya pasal penodaan agama masih terus bergulir seiring pembahasan revisi KUHP.
Alasannya, implementasi pasal itu dikhawatirkan kebablasan dan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, termasuk kepentingan politik. Pasal soal penodaan agama dinilai multitafsir.
Saat ini, Pasal 156a dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penodaan agama tengah dibahas kembali oleh panitia kerja (panja) Revisi Undang-Undang KUHP yang terdiri dari Komisi III DPR dan Kementerian Hukum dan HAM.
Pemerintah ingin mempertahankan keberadaan pasal tersebut karena dianggap masih diperlukan sebagai bentuk perlindungan terhadap agama.
Pasal penodaan agama yang saat ini ada pada pasal 156 KUHP nantinya akan masuk dalam delik materiil.
Artinya, tindak pidana yang dijerat pada pasal tersebut harus dibuktikan akibatnya terlebih dahulu.
Dengan demikian, tindak pidana penistaan agama dinyatakan terjadi jika terbukti membawa akibat yang nyata.
Dengan dimasukkan dalam delik materiil, maka akan terhindar dari aksi main lapor dengan menggunakan pasal tersebut.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2017/05/24/16461291/hukuman.penodaan.agama.diusulkan.tak.cuma.pidana.penjara