ICJR Sepakat dengan Pemerintah: Pengundangan KUHP Baru Wajib Menunda Eksekusi Pidana Mati Saat Ini

Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Prof. Eddy O. S. Hiariej, menegaskan bahwa ketentuan pidana mati dalam KUHP Baru yang memuat masa percobaan 10 tahun bagi terpidana mati dapat diterapkan sejak undang-undang tersebut disahkan meskipun pemberlakuan undang-undang tersebut secara efektif baru akan mulai pada 2 Januari 2026. Hal tersebut disampaikan saat kegiatan sosialisasi di Universitas Syah Kuala Banda Aceh pada 28 Februari 2023. Wamenkumham RI menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (1) KUHP Baru, jika terjadi perubahan peraturan perundang-undangan, maka terlapor, terperiksa, tersangka, terdakwa, terpidana harus diuntungkan dari UU tersebut. Sebagai konsekuensinya, eksekusi terhadap seluruh terpidana mati untuk itu perlu ditunda.

ICJR mengapresiasi dan sepakat dengan pandangan Wamenkumham RI tersebut yang merupakan salah satu asas utama hukum pidana yaitu asas “in favor reo”, yang juga berhubungan dengan asas “in dubio pro reo” apabila nantinya muncul keragu-raguan dalam pemeriksaan perkara. Dalam hukum pidana materil, kedua asas ini mengacu pada ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP Lama yang masih berlaku saat ini, yang menyatakan bahwa “Jika undang-undang diubah, setelah perbuatan itu dilakukan, maka kepada tersangka dikenakan ketentuan yang menguntungkan baginya”. Dengan demikian, berdasarkan prinsip hukum pidana, jika terjadi perubahan hukum ketika perbuatan pidana telah dilakukan sehingga terhadap pelaku dapat diterapkan undang-undang yang lama atau yang baru, maka harus dipilih ketentuan yang lebih meringankan bagi pelaku. Dalam bukunya yang diterbitkan ulang pada 1995, R. Soesilo lebih lanjut menjelaskan bahwa yang dimaksud lebih meringankan termasuk dalam konteks ringannya hukuman, bagian/elemen peristiwa pidana, jenis delik (aduan atau bukan), salah tidaknya terdakwa, dan sebagainya.

Ketentuan pidana mati dalam KUHP Baru jelas lebih meringankan bagi terdakwa jika dibandingkan dengan KUHP Lama, sebab pidana mati dalam KUHP Baru tidak lagi dikategorikan sebagai jenis pidana pokok melainkan pidana yang bersifat khusus. Sifat kekhususan pidana mati, yang di antaranya secara otomatis dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun untuk kemudian dilakukan assessmen komutasi/perubahan hukuman menjadi penjara seumur hidup sehingga dalam periode tersebut eksekusi wajib ditunda, merupakan kondisi yang lebih meringankan bagi terdakwa.

Konsekuensi perubahan hukum tersebut tentu akan berdampak pada seluruh terpidana mati yang saat ini ada dalam deret tunggu eksekusi mati (death row), baik yang baru diputus dan terutama yang sudah lebih dari 10 tahun di dalam deret tunggu.

Kebijakan ini tentu bukan hanya baru diputuskan sekarang. Kondisi yang lebih meringankan ini sudah diputuskan jauh sebelum pengesahan KUHP baru. Adanya ketentuan masa percobaan 10 tahun untuk terpidana mati bahkan sudah ada di draft KUHP sebelum dikirim ke DPR pada 2015 oleh Presiden Jokowi. Ketentuan yang sama juga sudah ada bahkan jauh di era sebelum Presiden Jokowi.

Ketentuan mengenai pemberian masa percobaan untuk pengubahan hukuman dari pidana mati menjadi pidana jenis lain sudah tercantum pada draft-draft awal RKUHP. Dalam draft awal RKUHP itu, pencantuman masa percobaan 10 tahun tidak bergantung pada putusan dan pertimbangan Hakim, melainkan mekanisme terpisah seperti yang saat ini ada di KUHP baru, yaitu otomatis diberlakukan. Berdasarkan keterangan ahli Prof. Mardjono Reksodiputro, yang dimuat dalam Putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007, konsep pidana mati dalam draft RKUHP versi ke-2 tahun 1999-2000 merupakan titik temu perdebatan dari pihak yang pro dan kontra terhadap pidana mati yang bahkan telah muncul sejak penyusunan draft RKUHP versi ke-1 sebelum 1993 (Putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007 hal. 283-288).

Meskipun ICJR merekomendasikan penghapusan pidana mati dalam KUHP Baru, namun ICJR tetap mengapresiasi Pemerintah dan DPR yang berani mengambil langkah progresif dengan memastikan syarat percobaan 10 tahun pidana mati akan diberlakukan secara otomatis dalam KUHP Baru. Hal ini sesuai dengan catatan sidang pembahasan di DPR dan komitmen yang diambil oleh Pemerintah dan DPR. Hal ini juga menjadi komitmen Pemerintah Indonesia dalam berbagai sidang PBB yang menyatakan akan mengambil langkah-langkah progresif terkait eksekusi mati di Indonesia.

 

Leave a Reply