Laporan Singkat Rapat Panja Komisi III DPR RI Dengan Pemerintah Dalam Rangka Pembahasan R KUHP

Tahun Sidang                     : 2017-2018

Masa Persidangan           : III

Sifat                                       : Terbuka

Jenis Rapat                         : Rapat Tim Perumus (Timus)

Dengan                                                : Tim Pemerintah (Kemenkumham)

Hari/tanggal                       : Senin, 15 Januari 2018

Waktu                                   : Pukul 19.30-22.30 WIB

Tempat                                : Hotel Le Meridien, Jakarta.

Hadir                                     : 6 dari 10 Fraksi

Agenda                                : Melanjutkan Pembahasan Pola Ancaman Pidana, Pending Issue, Tindak Pidana Khusus, dan Ketentuan Peralihan RKUHP

 

KESIMPULAN/KEPUTUSAN

  1. PENDAHULUAN

Rapat Panja RUU tentang KUHP dibuka pada pukul 19.30 WIB oleh Benny K. Harman (Ketua Panja RKUHP) dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas.

 

  1. POKOK-POKOK PEMBAHASAN

Benny K. Harman ( (Ketua Panja/F-Demokrat):

Kita akan mengesahkan rumusan KUHP didampingi oleh para ahli. Selama 3 bulan kita mempersiapkan untuk hari ini, kami juga sudah mendapatkan laporan bahwa pemerintah dan ahli bahasa sudah selesai pemerintah melakukan perannya.

 

Terdapat 2 naskah selain hasil pembahasan yakni pertama pola pemidanaan dan kedua pasal peralihan. Saya mohon persetujuan bapak dan ibu sekalian kita masuk dalam pembahasan buku ini atau pola pemidanaan baru bahas pasal peralihan lalu kemudian lanjutkan buku kedua. Atau kita silahkan berikan kesempatan terhadap pemerintah untuk menyampaikan laporan hasil di tim perumus (timus) bersama dengan tim ahli dan juga dengan tenaga ahli kita. Ketok palu.

 

Prof. Enny (Tim Pemerintah):

Terimakasih pimpinan, selamat malam, selama 3 bulan tugas pemerintah sudah dilakukan yang pada awalnya ada satu pemahaman bahwa buku satu berat buku kedua tidak berat karena hanya berbicara ancaman, ternyata pemerintah keliru, justru kita harus berhati-hati karena menyangkut apakah unsur begitu jelas apabila dimasukkan sanksi disitu. Oleh karena itu di telitilah satu persatu sehingga kami membuat catatan di draft kotor kami buat warna kuning untuk menujukkan letaknya perubahan-perubahan yang kami lakukan. Mulai kami dari memperbaiki unsurnya termasuk kualifikasi deliknya kalau dalam bahasanya Pak Mudzakkir itu menempatkan dimana genus crime sampai dengan speciesnya dimana letak kualifikasi pemberatannya disitu.

 

Sehingga kami susun sedemikian rupa kemudian sekaligus memperbaiki istilah pimpinan, jadi istilahnya ini kita tidak mengenal perbuatan pidana yang ada itu tindak pidana dan kemudian perbuatan. Lah ini disitu kita masih lihat tidak konsisten sehingga kami konsistensikan dan ini sudah dibaca oleh para penegak hukum termasuk istilah pembuat. Istilah pembuat itu ada beberapa tempat yang dilihat disitu tidak konsiten juga. Ketika kita melihat istilah pembuat kita juga harus menempatkan atau merefer ke Pasal 22 yang dulunya adalah Pasal 55 KUHP berarti disitu ada sekian banyak apa namanya, pihak-pihak, yang kemudian ada penyertaanya kemudian pembantuan dan seterusnya. Ya itu yang kemudian kami hati-hati merumuskan itu dan itu sudah diperbaiki.

 

Selanjutnya adalah yang selama ini sering dipersoalkan tentang pola pemidanaan memang pada kenyataanya ada, tidak pernah ada satu pedoman baku mengenai  pola pemidaan ini. Artinya apa metodenya yang bisa kita tentukan mengenai besaran ancaman pidana, konsistensinya hampir tidak ada, kadang-kadang kita agak bingung juga, ada tindak pidana yang kurungannya 6 bulan tahu-tahu dendanya 100 M. Jadi semangatnya itu bisa kita lihat setelah reformasi satu terkait dengan tindak pidana terkait dengan negara itu besar sekali ancamannya. Kemudian terkait dengan perekonomian pokoknya semua tinggi semua. Lah ini yang kemudian kita perlu melihat kembali dan terhadap apa yang kami kaji Bu tuti dengan sedemikian rupa dengan delphy method, jadi bu tuti akan menjelaskan delphy method ini, Nanti delphy method inilah yang kemudian hasilnya akan kelihatan.. apa namanya kategorisasi apakah termasuk tindak pidana sangat ringan, ringan, berat, luar biasa, nanti sudah ada variabelnya disitu. Nanti ini diharapkan semakin kita perbaiki-perbaiki akan menjadi setidak-tidaknya pedoman di dalam proses pemidanaan dalam Undang-Undang apapun.

 

Kedepannya nanti, kita tidak akan sembarangan lagi membuatnya namun harus menggunakan delphy methode. Jadi ada persepsi terlebih dahulu, kemudian kita lihat persepsinya itulah disini hasilnya kita lihat dari kategorisasi tadi, rancangan kita seperti apa KUHP lama kita seperti apa kemudian peraturan perundangan lain seperti apa nanti bu tuti yang akan menjelaskannya. Kemudian pimpinan, pola pemidanaan nanti kita akan tinggal menetapkan kalau dikerucutkan lagi tentang besarannya terkiat dari hasil method itu kemudian yang berikutnya tentang ketentuan peralihan. Ketentuan peralihan ini memang jadi besar sekali banyak sekali karena ini adalah perubahan-perubahan, penyesuaian-penyesuaian harus kita lakukan dengan KUHP yang baru, dan ini sudah ada rumusannya dari pak hary yang akan menjelaskan soal itu nanti tentang peraturan peralihan. Kami juga sudah membuat susunan tentang pending issue pimpinan, ada 12 pending issue ya itu nanti kami akan tampikan pending issue itu.

 

Monggo nanti kita bisa mengambil keputusan apakah kita setujui ada 12 poin itu dari mulai hukum dalam masyarakat hingga isue LGBT juga. Jadi kita perlu kemudian apa namanya mengambil keputusan soal itu termasuk zinah, zinah paling banyak ditanyakan. Ya ini kami sudah memasukkan rumusan dari pemerintah yang mungkin bisa didiskusikan dan disepakati selanjutnya yang tidak kalah penting terkait dengan core crime jadi kami sedikit kebingungan tentang core crime. Karena core crime ini kami melihat apakah kita akan ambil ada 3 model sebetulnya yang bisa kida pikirkan terkait delik khusus atau tindak pidana khusus ini apakah kita hanya bridgingnya saja kalau bridging nanti kita melihat plus minusnya, nanti kalau briding tidak akan ada ancaman namun akan merefer terhadap Undang-Undang khususnya atau kita mengambil corenya saja untuk corenya ini berarti kita hanya mengambil delik pokoknya saja berikut ancamanannya atau kita ambil semuanya saja hukum materiilnya disini nanti disini jadi persoalan apabila diambil semuanya yang tersisa itu jadi aja apa. Apakah menjadi hukum formil saja, kami sudah coba mengambil kesepakatan di pemerintah ini hanya diambil core crime saja.

 

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Hanya merumuskan pasal-pasal penghubung (bridging article) Merumuskan core crimes yang sama dengan isi UU Khusus Memasukkan seluruh tindak pidana yang ada dalam UU khusus ke dalam RUU KUHP

 

Ketika dia core crime tadi kami sudah kerucutkan lagi tindak untuk yang pidana khusus ini dibagi tugas disini termasuk Prof. Muladi menyetuju core crimenya sehingga benar-benar delik-delik pokoknya saja yang di munculkan disini termasuk yang perlu diperbaiki dari rumusan tindak pidana misalnya yang ada di tindak pidana korupsi, yaitu kita perbaiki sekalian termasuk yang belum kita masukan dari UNCIC jadi yang diambil hanya core crimenya. Jadi ini yang sudah kami lakukan, maka mohon nanti kami bisa menjelaskan terlebih dahulu terkait dengan pola pemidanaan dengan delphy method. Monggo silahkan.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat) :

Iya ada tambahan ibu?

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo (Tim Pemerintah):

Terimakasih pimpinan, selamat malam bapak ibu semuanya, sudah lama ya kita tidak bertemu rame-rame seperti ini seneng sambil dugem. jadi memang jadi kita membicarakan jenis dan besaran sanksi pidana itu sama sekali tidak ada acuannya. Sehingga ada ketentuan pidana kita yang mulai dari yang sanksi pidananya itu dari 3 bulan penjara dan kemudain sampai dengan sanksi 6 bulan penjara denda 100 miliar ada yang dendanya 10 ribu juga ada jadi sangat bervariasi dan tidak ada. Oleh sebab itu mulai dari tahun lalu, kami sudah mengumpulkan variabel-variabel yang itu di pandang sangat menentukan sebagai variabel yang penting untuk menentukan besaran pidana. Nah akhirnya kami muncul dengan sejumlah variabel, jadi ini ada 8 variable yang menentukan nantinya tentang besaran pidana, dan secara bertahap akan menentukan nilai berapa untuk jenis pidana penjara, denda dan nilainya itu. Yang pertama adalah kerugian materiil individu. Jadi kerugian materiil ini bukan berarti kerugian dilihat dari aspek moneter atau keuangan kalau misal ada luka atau kematian disamping kerugian bentuk uang atau yang lainnya.

 

Itu kita bagi kedalam 6 kategori, pertama kita anggap tindak pidana sangat ringan itu diberi nilai

dan yang memberi nilai adalah semua anggota tim perumus. Masing-masing dikasih PR kalau nilainya kurang dari 1 itu sebagai sangat ringan sehingga nantinya, kami belum sampai sana tapi

kira-kira pidananya itu adalah sama dengan pidana terhadap pelanggaran misalnya cuman denda saja. Nah kemudian ada tindak pidana ringan. Pidana ringan ini bisa denda agak tinggi kemudian mungkin penjara. Penjaranya kami belum sampai menentukan karena belum sampai pada tahap itu dan saya senang juga teman-teman dari TA DPR juga ikut ya. Ini ringan kemudian berikutnya yang berikutnya adalah yang sedang itu diberi nilai, dan nilai-nilai ini adalah semua value judgement jadi sangat subjektif. Jadi “sedang” adalah 3 sampai dengan sebelum 5, berat itu mulai dari eh 6 ya saya bacanya salah nih, 6 sampai dengan sebelum 8 kemudian 8 sampai dengan sebelum 10 dan kalau diberi nilai lebih dari 10 itu adalah tindak pidana yang luar biasa berat.

 

Nah yang kami lakukan adalah membagi tim perumus kedalam beberapa kelompok yang walaupun ada juga yang sendiri seperti Pak Muzakkir. Siapa lagi yang sendiri oh Pak Hanafi juga ya, yang masing2 memberi skor pada kelompok tindak pidana yang sudah ditugaskan terhadap masing-masing. Jadi kami kemari ini mulai dari Pasal 219 sampai dengan pasal 780an jadi pembagiannya ada yang dapat 20 pasal ada yang dapat 35. mereka masing-masing memberi nilai, kemudian nilainya itu dibicarakan di dalam rapat bersama semacam ini. Itu yang terjadi sehingga yang pertama dicari kemudian kerugian materril terhadap individu yang kedua adalah kerugian immateriil individu contohnya penghinaan kerugian materiilnya susah tapi ketika berbicara tentang roso, ada mbah roso namanya itu immateriil. Kemudian tapi kalau pemerkosaan itu ada kerugian materiilnya ada kerugian immateriilnya juga sehingga nanti itu kolom-kolom yang ada di sebelah kanan itu harus di isi. Lalu kerugian materiil pada masyarakat lalu immateriil pada masyarakat dan tingkat ketercelaan yang kalau bahasa sundanya veerwechtbarhecht jadi kita anggap tercelanya seperti apa lalu kepentingan hukum yang mau dilindungi itu apa.

 

Kemudian baru masuk pada kualifikasi korban apakah korbannya individu atau kelompok atau pemerintah atau pimpinan negara itu agak gak kelihatan dibawahnya itu ada. Jadi ini yang kami lakukan pak benny. Setelah angka-angka ini diisi oleh anggota tim kemudian kita bicarakan bersama setuju gakya kalau misal pencurian itu, pencurian ringan menjadi tindak pidana yang ringan dengan nilai ada yang contohnya gak ya. Ada contohnya itu salah satu delphy methode. Harusnya tadi anggota tim DPR juga kebagian. Saya misalnya contohnya ini, tentang apa ini, tuisannya kecil banget, ini Pasal 219 ilham ya, saya sampai hapal pasal kebagian siapa. Misalnya pasal 219 ayat (1) jadi per ayat ini diberi skor. Menyebarkan atau mengembangkan ajaran agama marxisme dan leninisme di muka umum, ini dari pak ilham kerugian materiil dan immateriil individu tidak ada, lalu kerugian imateriil masyarakat itu 6, tingkat ketercelaan masyarakat itu 6, lalu kepentingan hukum yang di lindungi juga 6, sedangkan korbannya lebih banyak kepada korban kelompok atau masyarakat.

 

Nah ini  kemudian di kasih nilai di sebelah kanan di kasih nilai jumlahnya, ini kita belum bicarakan, jumlahnya 24 sehingga rata-rata 3,43 artinya bobotnya adalah sedang. Karena kalau dilihat, boleh liat kembali yang biru lagi pak ufal, powerpoint, boleh digedein gak nah, yak next, next nah, jadi kalau diberi angka 3,43 berarti dia ada pada kolom sedang, tindak pidana sedang sehingga kami kumpulkan semua. Lalu nanti kami akan harus menyepakatin 3,43 itu equal dengan apa ya, pidananya seperti apa, dan ini kemudian akan dibandingkan dengan :

  1. Pertama KUHP,
  2. Kedua, RUU KUHP, dan yang
  3. Ketiga dengan Undang-Undang terkait.

Delphy

Jadi kami mencoba untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan tindak pidana yang bersangkutan. Lalu kemudian contohnya lagi apabila dia mengakibatkan matinya orang boleh gak mengakibatkan matinya orang balik ke daftar delphy lagi. Nah dalam 219 ayat (5) ini menyebarkan dan mengembangkan ajaran agama marxisme dan lennisme di muka umum yang mengakibatkan matinya orang, matrix itu jumlahnya ternyata adalah 48 dan rata2–ratanya 6,86 itu berarti termasuk tindak pidana berat, dari kumpulan ini nanti kami akan membicarakannya satu demi satu yang kemudian dihasilkan adalah 3,43 itu setara dengan pidana seperti apa karena termasuk tindak pidana sedang.

 

Sedangkan kalau 6,86, seperti tadi, menyebarkan dan mengembangkan ajaran komunisme, marxisme dan lennisme di muka umum yang mengakibatkan matinya orang itu juga seperti apa, dari sinilah kami berharap bahwa akan muncul satu rumus, kalau ada tindak pidana x menyebabkan kerugian materiil x. Kemudian kerugian materiil masyarakat y maka itu equal dengan maka nanti akan diterapkan transformasi dalam bentuk pidana dimulai dengan pidana penjara. Karena pidana denda kami harapkan itu pertama hanya untuk tindak pidana yang ringan, kedua yang ada kaitannya keuntungan atau kerugian moneter.

 

Kalau misalnya perkosaan itu apa ya bisa diganti dengan uang kalau misal monopoli atau pencucian uang nanti sanksi pidananya besar. Nah ini adalah hasil yang kita harapkan muncul dari delphy system ini, nah sekarang ini kita baru masuk dalam tahap kedua jadi membicarakan hasil. Hasil dari scoring yang sudah dilakukan oleh semua anggota tim perumus. Tapi masih perlu tahap-tahap selanjutnya untuk menentukan. Yang pertama untuk membicarakan sepakat gak kita bahwa pencurian nilainya sekian itu juga nanti kita akan bicarakan karena yang diharapkan adalah kesamana pandang dari tim perumus mengenai nilai atau skor yang dikenakan pada satu tindak pidana.

 

Sehingga kedepannya nih Pak Benny diharapkan setiap ada perumusan tentang tindak pidana nanti sanksinya diharapkan juga mengacu terhadap delphy method. Sehingga entah anggota DPR atau tim pemerintah atau TA nya perlu juga memberi skor misalnya ada tindak pidana baru. Apa ya yang belum dipidana, kayaknya semua sudah di pidana harus memberikan nilai pada kerugian materiil individu, kerugian imateriil individu, kerugian materiil masyarakat, kerugian immateriil masyarakat, tingkat keterlecaan, kepentingan hukum yang dilindungi dan kualifikasi korban. Sehingga ada parameter untuk menentukan oh kalau begitu ini harusnya nilainya sekian sehingga hukumannya sekian. Sehingga tidak lagi di bebaskan (dalam tanda kutip) untuk menentukan sanksi pidana semaunya. Ah ini penjara aja deh, ah ini denda aja deh nah itu nanti kita belum sampai kesananya jadi masih perlu waktu pak supaya bisa dijadikan satu acuan nasional, harap harap di daerah nanti juga bisa mempergunakan.

 

Variable Sangat ringan Ringan Sedang Berat Sangat berat Luar biasa berat
<1 tahun 1- <3 tahun 3-<6 tahun 6 – <8 tahun 8 – ≤10 tahun >10 tahun
Kerugian materil individu
Kerugian imaterial individu            
Kerugian materil masyarakat            
Kerugian imaterial masyarakat            
Tingkat ketercelaan            
Kepentingan hak yg dilindungi            
Kualifikasi korban Individu            
Kualifikasi korban Kelompok            
Kualifikasi korban Pemerintah / Negara            

 

Itu kira-kira yang sekarang kami sedang lakukan dalam penyusunan pola pemidanaan, saya mengambilnya memang dasarnya dari sistim delphy dimana dalam ilmu sosial ini biasanya digunakan untuk mengambil keputusan terhadap sesuatu hal yang penting. Ini yang kemudian dimodifiikasi untuk mendapatkan kesamaan pandang pada pemidanaan yang kita tetapkan dalam proses legislasi. Demikian kira-kira pimpinan dan anggota yang terhormat, apa yang sudah kita capai, lama juga ini masing-masing bikin scoring. Dan kemudian juga dibicarakan, kita kemarin baru sampai berapa kelompok ya, baru 4 kelompok dari 16 jadi masih ada 12 kelompok, jadi satu kelompok itu bisa makan satu hari sendiri, untuk membicarakan berbagai tindak pidana yang menjadi tugas masing-masing, sekian terimakasih Wassalamualaikum Wr.Wb.

 

Prof. Enny :

Terimakasih bu tuti, jadi saya pikir kalau ini disepakati pimpinan, jadi kami berdasarkan itu punya gambaran nanti terkait gambaran besarannya untuk tindak pidana tindak pidana yang sudah ada disini. Cuman tadi yang paling rumit di sedang, karena sedang itu variannya paling banyak, tapi kalau ringan itu sudah pasti kita bisa karena pelanggaran. Yang sangat berat justru lebih mudah lagi. Tapi di level sedang ini kembali yang kami memang kami paling banyak melakukan diskusi disitu, jadi itu terkait dengan pola pemidanaan ya kami hanya meminta persetujuan dari pimpinan dan bapak ibu yang lain kalau memang disepakati kami akan meneruskan termasuk kemudian menetapkan sekaligus besaran ancamannya, begitu pimpinan.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat) :

Baik terimakasih banyak, saya rasa yang disampaikan oleh pemerintah ini masuk di akal. Bagi kita yang penting adalah metodenya. Metodenya kami paham metodenya supaya tidak ada subjektivitas dalam menentukan jenis atau besaran sanksi pidana yang diberikan. Jadi ternyata dengan menggunakan model delphy ini jelas bagi kita walaupun juga tidak terhindarkan subjektivitas itu tadi. Nah saya rasa ini soal ini kita nggak usah bahas detail ini kan lebih banyak diskusi soal pengesahan, iya kan, susah, oleh sebab itu saya mengusulkan kita serahkan kepada pemerintah yang penting kita sudah paham penjelasan yang disampaikan pemerintah tadi, yakni metode yang digunakan. Jadi ada metode, jadi kalau ada yang tanya kenapa seperti ini ada metodenya. Yang kedua bagi kita yang paling penting lagi adalah konsistensi, konsistensi jenis tindak pidana dan besaran sanksi pidana yang diberikan. Jangan sampai tindak pidana yang berat kok lebih ringan dari tindak pidana yang ringan ini. Oleh sebab itu saya usulkan untuk serahkan terhadap pemerintah untuk menentukan besaran, jenis dan besaran sanksi pidana dengan secara konsisten dengan menggunakan metode delphy, setuju ya? Baik sah, tapi kita beri batas waktu pemerintah, bisa seminggu ya?

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Kalau cuman itu bisa

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi kita setuju ya. jadi kita menerima penjelasan pemerintah menyangkut metoda untuk menentukan jenis dan besaran sanksi pidana dengan menggunakan metode delphy ini tadi. Ini selain metode ini ada metode yang lain lagi?

 

Prof. Enny:

Ada, di ketentuan peralihan

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Bukan, selain metode delphy?

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Tidak ada

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi satu2nya metode yang bisa menentukan ini, kalau dulu kuhp belanda make metode apa? Suka-suka mereka?

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Ternyata kalau di selidiki dalam memorandum van toelichting itu sama sekali tidak ada bagaimana cara mereka sampai 5 tahun

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Tapi kan kalau konsistensi ada, oke saya rasa ini disahkan saja. Ketok palu.  Jadi silahkan pemerintah kita menerima ini. Jadi bapak ibu sekalian dan saudara-saudara sekalian jadi kita tidak lagi usah ngomong 3 tahun atau 4 tahun lah itu nanti pemerintah yang merumuskan. Jadi kita hanya merumuskan jenis tindak pidana atau perbuatan ata apa saja. Dan kedua adalagi hal umum yang ingin disampaikan? Silahkan

 

Prof. Enny:

Ada pimpinan jadi ini yang justru yang agak berat yaitu menetapkan ketentuan peralihan, karena ketentuan peralihan pasti berbeda dengan ketentuan ketentuan peralihan pada Undang-Undang umumnya sehingga kami juga ada polanya juga untuk menentukan ketentuan peralihan. Karena kita juga tidak menggunakan undang-undang pemberlakuan seperti pada KUHP yang lama jadi disinilah ketentuan peralihan yang seperti model pemberlakuan itu. Ini kami akan tayangkan sekaligus jelaskan mengenai tentang ketentuan peralihan ini.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Itu ketentuan tentang bab penutup atau apa?

 

Prof. Enny:

Ketentuan peralihan saja

 

Dr. Suharyono (Tim Pemerintah): Terimakasih bu enny, bapak ibu yang saya hormati, Assalamualaikum Wr. Wb. sebetulnya saya dan juga dari tim pihak DPR diberi tugas untuk menyusun ketentuan peralihan. Sementara ini kami peroleh rumusan rumusan yang mendasarkan pada RUU KUHP sendiri, namun demikian kami membuat 3 fase, mohon untuk di tampilkan. Sebelum kami tayangkan ketiga fase tersebut, perlu kami sampaikan bahwa KUHP sebagai kodifikasi hukum pada umumnya memerlukan masa transisi yang tepat dalam rangka menyatukan berbagai undang-undang di luar KUHP. Sebagaimana kita ketahui bahwa UU diluar KUHP begitu banyak dan keberadaannya itu kebanyakan menyimpang dari asas-asas hukum pidana.

 

Kemudian masa transisi antara KUHP yang diundangkan dengan masa berlakunya KUHP gak perlu diatur secara jelas sehinggak tampak perbedaannya pasca di undangkan dan pasca di berlakukan, materi peralihan untuk paska 2 tahun diundangkan hanya mengatur mengenai sosialisasi dan persiapan segala sesuatu yang diperintahkan Buku I. Kemudian materi dari pasca berlakunya KUHP harus mengatur hal-hal yang berkaitan misalnya penyusunan istilah dan sistim pemidanaan. Sedangkan paska berlakunya KUHP dimaksudkan untuk mempermudah penegak hukum dalam menerapkan KUHP baru dan UU dilaur KUHP.

Kemudian yang paling penting adalah ketentuan peralihan menghindari terjadinya penolakan masyarakat terhadap UU yang baru karena materinya dianggap mengubah sistim hukum lama yang berlaku sudah lama. Jadi kita harus menghitung nanti, lanjut di fase 3 fase bapak ibuk sekalian yang saya hormati.

 

Fase pertama adalah pada saat KUHP itu di undangkan. Seandai saya mengambil tanggal 1 Februari 2018 itu diundangkan. Maka kemudian, berdasarkan RUU KUHP itu sendiri mengatakan bahwa pada saat di undangkan sampai pada saat KUHP itu berlaku diberi waktu 2 tahun oleh UU ini RUU. Maka kita harus mengatur selama 2 tahun itu pemerintah harus melakukan apa, maka kemudian selama 2 tahun itu semenjak 1 Februari 2018 sampai 2020 pemerintah misalnya melakukan sosialisasi kemudian pemerintah juga melakukan invetarisasi istilah2 yang ada dan juga sistimnya.

 

Jadi istilah-istilah yang ada itu misalnya yang semula ada pelanggaran sekarang tidak ada lagi, yang semula ada pidana kurungan sekarang tidak ada lagi.  Itu kita selama 2 tahun itu harus menelisik, apa itu, meneliti satu per satu istilah-istilah yang kira-kira kemudian berubah berdasarkan KUHP. Kemudian, penyiapan perubahan undang-udnang dengan RUU KUHP ini maka UU diluar KUHP sekarang itu harus disesuaikan. Maka kita harus menyiapkan dalam 2 tahun itu UU apa saja yang akan diubah berdasarkan KUHP misalnya UU Tipikor, UU Terorisme, UU KDRT, UU Pornografi dan sebagainya.

 

Kemudian juga dalam 2 tahun itu kita harus menyiapkan atau menyediakan sdm atau sumber daya manusia terkait dengan penegakannya. Termasuk pasca penegakan, yang kemudian penyiapan lembaga-lembaga misalnya lembaga pemidanaan tutupan, kerja sosial, pengawasan ini seperti apa, ini juga perlu disiapkan terutama kementerian hukum dan ham dalam sarana dan prasarananya. Kemudan yang lebih penting bapak ibu, rancangan peraturan pemerintah dan juga rancangan peraturan presiden yang diperintahkan oleh KUHP. Jadi ini juga perlu karena tanpa itu nanti pada saat 1 Februari 2020 pada saat KUHP berlaku kalau tidak ada ini semua percuma, tidak bisa di laksanakan.

 

Kemudian fase kedua adalah 1 Februari 2020, 1 Februari 2020 itu KUHP itu sendiri mengatakan bahwa KUHP yang lama dicabut, dan dinyatakan tidak berlaku. Iitu artinya yang berlaku adalah KUHP yang baru. Sekarang bagaimana pembentuk KUHP ini mengatakan sesuatu, kalau KUHP yang lama itu dicabut kira-kira pasal pasal mana saja yang masih bisa diberlakukan menurut kUHP baru. Jadi kita diberi waktu saya nggak tahu berapa tahun tapi antara 1 Februari 2020-1 Februari 2023. 3 tahun sejak diberlakukan sehingga misalnya penerapan UU diluar KUHP itu mau KUHP ini mau mengatakan apa, apakah UU diluar KUHP berlaku atau tidak, atau berlaku tapi sampai kapan. Kemudian penerapan oleh penegak hukum, jadi kalau ada kasus pada saat orang ditangkap atau dituntut atau disidang pengadilan kemudian 1 Februari 2020 itu  KUHP yang lama kan tidak ada, padahal orang itu dikenakan tindak pidana yang apa ya apapun tindak pidana apapun penghinaan atau apa, apakah kemudian yang bersangkutan itu mau dikenakan KUHP yang lama apa KUHP yang baru, itu juga penerapan yang dipunyai oleh penegak hukum.

Kemudian istilah-istilah, istilah-istilah ini harus di tetapkan misalnya terkait saya membagi ada 4 yaitu istilah-istilah itu dibaca jadi misalnya pidana kurungan itu dibaca penjara jadi pidana kurungan yang ada diluar KUHP kita akan memilih “dibaca”, “diganti” atau “dimaknai” ? ini juga kita perlu bahas di dalam forum ini. Jadi kalau hanya “dibaca” itu artinya yang ada di luar UU KUHP semuanya tetap bunyinya diidana dengan kurungan, tapi hakim membaca penuntut umum juga membaca kurungan itu dibaca sebagai penjara. Itu-itu juga kita harus merumuskan jadi terus pidana kurungan yang ada sekarang yang 1 hari sampai 1 tahun kemudian di perda itu 1 hari sampai 6 bulan itu harus dibaca diganti atau dimaknai atau yang kurungan 6 bulan itu diganti dengan 3 bulan penjara misalnya atau 1 bulan penjara itu juga perlu dibunyikan di dalam KUHP.

 

Kemudian yang berikutnya adalah sistim hukum itu sendiri unsur-unsur tindak pidana yang berbeda, hukumnya juga berbeda, pemidanaannya berbeda. Apakah sementara ini mengikuti KUHP lama atau kapan mengikuti KUHP yang baru. Kemudian juga penerapan hukum adat, nah ini juga perlu di bahas satu per satu untuk kemudian dimasukkan kedalam ketentuan peralihan, di dalam rancangan tidak semua yang menentukan ini, jadi kami menyisir satu per satu kemungkinan adanya kesulitan penerapan di lapangan.

 

Bapak ibu yang saya hormati, kemudian fase berikutnya adalah 1 Februari 2023. 1 Februari 2023 itu KUHP sendiri mengatakan bahwa semua sarana dan prasarana termasuk SDM sudah tersedia terutama terkait dengan pidana tutupan, pengawasan dan kerja sosial itu sudah terbangun. Termasuk juga SDMnya pertanyaannya adalah bagaimana kalau 1 Februari 2023 ini semua yang diharuskan termasuk juga peraturan pelaksanaannya belum terbangun? Nah ini pertanyaan setelah 1 Februari 2023. Jadi pembentuk KUHP hanya membatasi waktu 5 tahun, 2 tahun fase setelah di undangkan sampai berlakunya KUHP dan 3 tahun penyiapan segala hal yang terkait dengan penerapan KUHP dan juga saran dan prasarana. Sementara rumusan-rumusan sudah kami susun tapi masih kasar untuk itu dalam timus ini forum timus ini perlu dibahas satu persatu pasal demi pasal untuk mendapatkan persetujuan. Demikian bapak pimpinan yang saya bisa sampaikan, Bu enny, Wassalamualaikum Wr. Wb.

 

Prof Enny:

Jadi begini pimpinan, jadi ketentuan peralihan yang fase-fase ini sebetulnya kami terjemahkan langsung dari ketentuan yang ada dalam KUHP itu sendiri. Rancangan KUHP kita, kita bisa lihat dalam Pasal 786 itu menyebutkan 2 tahun sejak di undangkan jadi ini muncul fase-fase ini kami melihatnya dari Pasal 786 bahwa UU ini berlaku 2 tahun sejak diundangkan. Tetapi kemudian pada pasal sebelumnya itu, dan 775 itu menyebutkan bahwa penyesuaian itu adalah 3 tahun kemudian sejak di undangkan. Kemudian muncullah fase berikutnya yaitu Februari 2023 kita mengandaikan seandainya pada 1 Februari itu di undangkan misalnya, sehingga eh 1 Februari 2020  itulah kemudian fase penyesuaian yang begitu banyak harus dilakukan. Mulai denda kita kan tidak bicara, kita bicara tentang kategori tapi di sekian banyak kan kita bicara tentang rupiah, gitu ya jadi kita perlu pikirkan. Termasuk kurungan, kita kan tidak mengenal kurungan, kita mengenal dua pidana pokok itu penjara dan denda. Nah sementara di sekian banyak termasuk di perda-perda kan kurungan semua, nah itu kita perlu ambil sikap disini. Setelah itu, pasal penyesuaian ini memang dia terakhir ini ada di dalam Pasal 782, masa penyesuaian itu berakhir 5 tahun sejak di berlakukan, sehingga muncul angka tanggal 1 Februari 2023. Nah ini bagaimana kemudian misalnya kalau sampe belum siap kita, karena disitu disebutkan kesiapan SDMnya Satuan pengawas termasuk juga peraturan pelaksanaannya. Nah ini kita memang harus mengambil satu sikap, kalau tidak, tidak bisa maksimal atau efektif lah berlakunya dari KUHP yang sudah kita buat.

 

Jadi ini kita mengambilnya tanggal per tanggal adalah pada ketentuan yang sudah ada di dalam RUU KUHP, tetapi ini belum maksimal yang kami lihat di dalam rancangan. Sehingga kami sempurnakan sehingga tidak ada peluang munculnya loop hole disitu terkait diberlakukannya KUHP. Jradi begitu kurang lebih, ini sudah dibuatkan draftnya sebetulnya pimpinan, sudah ada draft untuk menterjemahkan ini. Tetapi kemudian kami masih ada sedikit semacam keraguan lah. keraguan terkait kalau tidak, bagaimana, kalau belum selesai satwasnya, sdmnya belum siap seperti itu, walaupun jangka waktunya sebenarnya, efektivitasnnya panjang seperti itu sampai 2023 kalau diberlakukannya saja dengan asumsi 1 Februari 2018. Jadi seperti itu pimpinan, terima kasih.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Baik, terima kasih. Penjelasan yang di sampaikan oleh pemerintah tadi sudah bahas tentang bab peralihan, jadi umumnya bab tentang peralihan ini kan mengatur tentang kapan Undang-Undang ini mulai diberlakukan, itu harus disampaikan dengan jelas di dalam UUnya, baik tolong ambil minum. Kemudian yang kedua, kita tentukan hal-hal yang harus di persiapkan atau apa saja yang harus dilakukan pada masa peralihan, kan begitu mustinya kan. Tadi disinggung oleh pemerintah SDMnya dan mungkin juga infrastruktur dan begitu pula sarana dan prasarana. Kemudian juga ada pengaturan-pengaturan yang harus dipersiapkan, yang harus dihapus, ditiadakan atau disesuaikan. Jadi disinggung disini, misalnya menyangkut status ketentuan pidana di luar KUHP. Diluar KUHP ini apa maksudnya? apakah ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-Undang tindak pidana khusus apa yang dimaksud diatur secara berserakan dimana-mana atau ada yang disebut dengan tindak pidana administratif, berarti kan harus disesuaikan semua ini jangan sampai ketentuan pidana yang ketentuan tindak pidana administratif itu statusnya sebagai ketentuan khusus kan begitu. Kalau ketentuan khusus berarti dia bisa menyimpang begitu, padahal secara umum yang dimaksudkan dengan tindak pidana khusus itu, Undang-Undang tindak pidana khusus mengatur ketentuan pidana yang bisa menyimpangi ketentuan yang ada dalam KUHP, selama ini kan yang terjadi adalah hidup poularie. Jadi banyak undang-undang kita ini macam-macam ini mengatur ketentuan tindak pidana administratif tapi juga diberlakukan sebagai ketentuan khusus kan begitu. Apa diperbolehkan begitu? kita ingin hanya pertanyaan di bab peralihan ini untuk menyelesaikan, bukan menyelesaikan, membuat semua ini jelas.

 

Jadi sekali lagi tadi pemerintah mengusulkan pemberlakuan UU ini adalah 2 tahun. Nah model begini kalau undang-undang anti monopoli itu kan setahun, kalau kita ini apa cukup 2 tahun, 3 tahun, cukup 2 tahun? paling sedikit 2 tahun, kalau begitu saya kita definitifkan saja bahwa ketentuan Undang-Undang ini berlaku 2 tahun sejak di undangkan, ya kan begitu saja. Supaya lebih ya, kita setujui ya, 2 tahun, oke karena nanti itu nanti penting. Ketok palu.

 

Kemudian yang kedua, perlu gak di bagian peralihan ini kita juga cantumkan pasal supaya ketentuan-ketentuan yang wajib dibuat oleh pemerintah untuk melaksanakan ketentuan dalam KUHP ini harus sudah diselesaikan selambat-lambatnya ya, itu kan sudah masuk, dalam 2 tahun itu harus disiapkan, itu juga masukan disini ya, sudah ada tadi itu, ada ada? oke kalau ada jadi itu maksudnya, supaya kan ada di dalam KUHP ini ada pasal yang kita serahkan kita delegasikan kepada pemerintah untuk membuat peraturan pelaksanaannya. Peraturan pelaksanaan itu harus sudah selesai dibuat oleh pemerintah dalam tempo 2 tahun ini, ya kan bu ya, jadi itu kan maksudnya 2 tahun bisa lah, lama loh 2 tahun itu

 

Prof. Enny:

Rata-rata 2 tahun pak karena ada 13an pak.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Ya kan ada 13 bisa lah, malas sekali otaknya itu, sebulan juga bisa, ini kan sama modelnya pak dengan Undang-Undang kewarganegaraan yang dulu, kita bikin di dalam bab peralihannya ini pasal yang mewajibkan pemerintah untuk melaksanakan membuat peraturan-peraturan pelaksanaan sebagaimana yang diperintahkan dalam UU. sehingga uu lain ini efektif sama juga dengan ini ya pak ya? tadi juga setuju sudah di sampaikan, ketok palu. Kemudian yang ketiga nah ini yang agak sulit, status tindak pidana adat, hukum adat, apa masih perlu? Kemudian yang kedua status ketentuan pidana diluar KUHP, ketentuan pidana adminsitratif. Mungkin nanti di dalam revisi UU P3 tidak usah lagi bikin ketentuan pidana cukup runtut saja disini kalau mau revisi nanti. Kan kadang2 begitu pak.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Bahkan bukan hanya undang-undang itu pak. Seluruh undang-undang di DPR.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Bukan, maksudnya Undang-Undang P3 itu mewajibkan semua UU yang mengatur tindak pidana, ketentuan pidana administratif wajib merujuk kesini, jangan bikin lagi kayak UU pemilu bikin lagi dia hukumannya, lain lagi itu, kacau pak itu.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Setuju pak benny

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Nah maksud saya kalau bisa dimasukkan juga di pasal ini, semua yang kecuali itu kita tertibkan.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Plus, izin Pak Benny, plus nanti di revisi UU nomor 12/2011

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Itu, Kalau itu kalian lanjutkan lah itu, bukan jadi atau gak jadi gubernur, capek saya, saya rasa gitu, nasdem akan dilanjutkan, begitu ya pak, setuju ya pak, sehingga nanti kita mengenai status ketentuan pidana nanti silahkan saja modelnya seperti apa itu

 

Prof. Enny:

Izin pimpinan, saya sepakat terhadap apa yang disampaikan pimpinan bahwa ini bisa menjadi konstitusinya hukum pidana kita. Namun kami mohon izin kami merumuskan apa namanya tambahan dalam Buku I, supaya menajadi acuan dalam UU 12 nya, sehingga politik kriminalisasi mengacu kesitu nanti, karena belum ada di bab I.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Boleh bertanya pimpinan? Izin, ini terkait dengan Pasal 775. Selama ini mudah-mudahan saya tidak salah dengar kuliah bu tuti dulu, kan hukum pidana yang ada di KUHP itu diatur sebagai lex generalis yang ada di UU sektoral itu lex specialis. Nah sekarang kita mau balik, ini penjelasan doktrinalnya seperti apa? Karena kita mau balik ini hal yang ada disini menjadi yang harus diikuti kan tegas ini di Pasal 775 ayat (2) maka yang berlaku adalah yang ada di UU ini. Saya hanya ingin mendapatkan wawasan itu aja, supaya kalau ditanya-tanya jadi ngerti, supaya hari kamis kan diundang sama Prof. Muladi sama KPK kan.

 

Prof. Muladi (Tim Pemerintah):

Bicara masalah apa?

 

Arsul Sani (F-PPP):

Pidana korporasi prof, kan saya ingin karena kan pasti ini ditanyakan ini  di seminar itu, karena kan yang hadir pecinta buta KPK kan, jadi secara doktrinalnya seperti apa, membuat hal yang selama ini dipahami sebagai lex generalis justru sebagai lex specialisnya karena nanti kan kemudian harus menyesuaikan yang ada disini.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Izin pimpinan, ya sebenarnya ini juga masih menjadi bahan pembicaraan kita yang berkaitan yang disebut delik khusus, UU atau delik khusus yang ada di dalam KUHP dan waktu itu pak muladi juga sudah mengusulkan, delik-delik khusus ada 5 macam, korupsi, pelanggaran ham berat, terorisme, money laundering, narkotika psikotropika, ada lima, lalu pertanyaanya adalah apakah itu pak tadi pak yang ada di dalam 775, UU yang diluar UU yang tadi bapak tanyakan, apakah ini adalah UU khusus yang merupakan UU pidana tadi yang bahkan kita belum terpikirkan, atau UU administratif belaka misalnya ada UU pegadaian, UU pegadaian ada sanksi pidananya juga, kalau itu mungkin tidak terlalu sulit, yang terlalu sulit adalah yang ditanyakan tadi. UU khusus misal UU korupsi apa yang akan menjadi konten daripada RUU KUHP, nah tadi tim pemerintah juga sudah menyapakati ada 3 alternatif nih pak, 3 alternatif untuk merumuskan UU tindak pidana khusus dalam KUHP, yang pertama adalah yang hanya merumuskan bridging article atau pasal pasal penghubung. Ini pernah 2 bulan lalu diajukan oleh tim pemerintah ke DPR yang isinya adalah misalnya tindak pidana korupsi, isinya semua, itu dikenai sanksi pidana sesuai dengan UU yang berkenaan dengan korupsi. Ini adalah yang paling sederhana sebenarnya, memberlakukan UU di luar KUHP dengan mempertahankan semua unsur tindak pidana atau perbuatannya dan sanksiya sekaligus. Akan tetapi memang tidak biasa di dalam sebuah KUHP pidananya mengacu kepada UU tertentu itu yang menjadi persoalan seperti ini.

 

Kemudian yang kedua, alternatif kedua hanya merumuskan core crimes jadi tidak seluruh tindak pidana dalam  UU khusus itu yang dirumuskan akan tetapi hanya merupakan core yang merupakan inti dari tindak pidana tersebut. Misal dalam UU Terorisme itu ditemukan dalam pasal 6 dan 7 kalau UU korupsi pasal 2 dan pasal 3 itu yang dirumuskan di dalam KUHP. Alternatif ketiga adalah merumuskan seluruh tindak pidana yang diatur dalam setiap UU Khusus yang akan menambah KUHP sampai menjadi seratus sekian bisa hampir seribu dan pertanyaannya kalau ini sudah ada lalu UU khusus yang ada di luar itu, tentang korupsi tentang terorisme itu kemudian apaya gunanya karena berati namanya bukan lagi UU tindak pidana korupsi karena isinya sudah masuk KUHP, nah akhirnya setelah memperhitungkan plus minusnya. Tadi ada contohnya yah, contoh-contoh dari setiap rumusan itu, jadi yang pertama sebelah kiri itu setiap orang melakukan perbuatan penyalahgunaan kewenangan atau melakukan kegiatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau penyuapan, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, gratifikasi, perdagangan pengaruh. Dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi dengan pidana sesuai yang diatur oleh undang-undang yang mengatur mengenai korupsi. Jadi ini pilihan pertama yang menurut kita yang rada tidak biasa karena menyebutkan kasus pidananya tapi mengacu pada undang-undang lain. Jadi ini tidak kami pilih.

 

Sedangkan yang kedua, saya mengambil yang ayat 1 ini aja, setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan atau perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dipidana dengan penjara negara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, ini contoh saja tentang tindak pidana korupsi misalnya. Sedangkan kalau yang paling kanan itu, seluruh tindak pidana termasuk korupsi itu yang sampai pasal berapa pak? Tindak pidana korupsi sampai pasal berapa yang banyak sekali itu dapat masuk kesini dengan nanti bisa sangat banyak lagi. Belum lagi nanti narkotika. Nah oleh sebabnya kami memilih model yang kedua. Hanya core crimes nya saja pak, tapi memang kita harus memilih yang benar benar core crimes, ini menempatkan nanti tindak pidana tertentu ini dicabut dari undang-undangnya supaya tidak ada duplikasi sedangkan yang lainnya tetap berlaku. Hanya untuk menunjukan bahwa tindak-tindak pidana tersebut telah diwujudkan dalam kuhp.

 

Ini adalah satu pilihan yang, ee core crimes, ya bentuk bentuk dari core crimes yang nanti akan diatur dalam kuhp. Jadi tidak semuanya. Namun tidak juga menyebutkan sekedar bridging artikel karena sanksinya gak ada. Sanksinya gak ada karena bermacam-macamkan. Kita mulai misalnya dari, suap sampai semuanya biasanya pidanannya kami lewatkan pada yang paling berat sehingga ini kurang pas, sehingga kamu masukan yang alternatif kedua. Hanya core crimesnya saja. Itu yang diusulkan sehingga yang ditanyakan oleh pak Arsul adalah penyesuaian itu tergantung pada pilihan dari tim pemerintah kan menyarankan yang dua ini pak. Jadi tetap harus ada penyesuaian dengan undang-undang yang lain. Hanya memang apabila disini disebutkan harus menyesuaikan dengan undang-undang paling lama tiga tahun. Kan nanti nanya kembali ke DPR, kan pemerintah tidak dapat merivisi undang-undang sendiri, harus bersama dengan DPR. Are you ready? Three years. Mbak Risa sudah tersenyum-senyum saja nih, padahal tahun ini dan tahun depan akan very busy and you are calm by that. Tapi kan ada punya moral responsibility terhadap ini juga kan, ya ini kalau tadi ditanyakan. Cukup ga yah 3 tahun, ya tergantung pada kita. Tim pemerintah kan juga bermacam-macam, tergantung pada undang-undangnya apa. Kalau undang-undang nya korupsi mungkin nanti yang leading dari KPK, narkotika BNN nah yang kaya gitu gitu.

 

Prof. Muladi:

Saya pernah menyampaikan pada kawan kawan bahwa RUU KUHP baru ini merupakan rekodifikasi, bukan sekedar amandemen atau yang sifatnya adhoc tapi perubahan yang sangat besar yang sangat mendasar. Maka saya katakan bahwa sosialisasi nanti itu merupakan revolusi mental, revolusi mental pada para penegak hukum terutama dan pada masyarakat. Dua itu calon adresat dari dan norma dan juga pada pengundang-undang. Yah, perubahannya sangat besar.

 

Perubahan itu pertama harus ditekankan pada sosialisasi nanti ini merupakan suatu perubahan filosofi dari filosofi kolonial menjadi filosofi yang berkeindonesiaan. Walaupun tidak mungkin meninggalkan 100% kolonial karena pada pasal-pasal yang diatur pada KUHP Belanda pun banyak yang sifatnya universal. Jadi filosofinya itu harus betul-betul mantap, artinya perubahan dari hukum pidana yang berorientasi pada perbuatan menjadi berorientasi pada orang, gabungan dan juga perhatian pada korban, termasuk perhatian terhadap tindak pidana pada anak dan lainya. Akan sangat luar biasa, yang kedua tentang atas dasar yang ada dibuku satu itu kita melihat ada perubahan yang besar didalam rumusan tindak pidana. Ada perubahan-perubahan disitu, tentang perubahan tindak pidana pada ideologi negara, perbuatan persiapan, pelanggaran ham, demonstrasi dan sebagainya. Itu harus disosialisasikan betul betul perubahannya.

 

Yang kedua mengenai pertanggungjawaban pidana itu terjadi perubahan yang besar menyangkut pada pertanggung jawaban korporasi, yang selama ini dikenal KPK, Mahkamah Agung, kejaksaan agung masing menjajaki. Apa sih yang sebenernya disebut corporate liability itu.

 

Yang ketiga adalah masalah sanksi, sanksi pidana dan saksi yang melakukan tindakan dengan filosofi tujuan pemidanaan yang berbeda, hakekat pidana yang berbeta terkait dengan hukuman mati yang terbatas atau percobaan. Juga termasuk alternatif pidana kemerdekaan dan seterusnya. Itu bukan perubahan yang kecil dan merupakan perubahan yang sangat besar. Yang sampai sekarang di Eropa pun belum selesai pekerjaan ini.

 

Kemudan yang selanjutnya, saya setuju dengan ketua tadi bahwa terkait dengan pidana khusus ini harus masuk pada bab peralihan. Ini kenapa harus diatur sendiri yang diambil adalah yang core crime nya, maka saya katakan disitu tindakan pidana korupsi, tindak pidana narkoba sebagainya itu ada yang namanya hukuman pemberat yang diatur melekat dan bahkan hukum administrasi juga ada dan kaitannya dengan konvensi-konvensi internasional kemudian juga kekhususan-khusuan lain yang tidak bisa disamakan. Jadi ini nanti diatur secara khusus dalam aturan peralihan.

 

Dan juga saya ingatkan tentang living law , maaf berkali kali saya katakan dan diwanti-wanti oleh para pendahulu kita bahwa ini jangan sampai lepas. Karena ini karakter dalam hukum pidana nasional yang terhormat dan pernah diatur dalam undang-undang no 1 Drt tahun 51. Jadi ini suatu hal yang penting, ini merupakan sebuah peralihan yang penting, otomatis dalam masa peralihan nanti yang kita sepakati adanya kompilasi hukum adat didaerah daerah masyarakat lokal itu harus diselesaikan juga. Dalam bentuk perda mungkin dalam bentuk perda dan ini yang saya tidak lupa diingatkan itu masalah KUHAP kalau hukum pidana materiil itu mengatur tentang perbuatan yang dilarang kemudian pertangung jawaban dan pidana. Nanti yang melaksanakan dan mempertahankan hal tersebut adalah hukum acara pidana. Hukum acara pidana itu syukur-syukur setelah ini selesai untuk digarap oleh DPR masuk dalam program legislasi untuk selesai dalam tempo dua tahun sekaligus. Ini saya kira sangat baik disamping hukum pidana admisnitratif nanti akan selesai dengan sendirinya bersama-sama. Jadi penekanan rekodifikasi yang menimbulkan revolusi mental ini satu perubahan yang sangat besar. Terimakasih.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Baik yah, ini tadikan konten tenang bab peralihan, jadi tadi ada pemikiran pada bab peralihan tadi selain persoalan pidana itu  juga mengandung mengenai status ketentuan tindak pidana khusus. Kedua mengatur tentang tindak pidana administratif, ketiga mengatur tentang tindak pidana living law dari hukum adat tadi.

 

Saya mengusulkan kalau tindak pidana administratif wajib disesuaikan dengan ketentuan KUHP. Apakah sanksi pidananya, jenis sanksi pidananya, atau jenis tindak pidananya, jadi wajib disesuaikan dengan ketentuan KUHP. Itu harus diatur dalam peralihan. Kedua mengenai ketentuan tindak pidana khusus saya usulkan normatif saja, jadi tindak pidana khusus yang selama ini diatur oleh undang-undang tentang tindak pidana khusus biarlah tetap berlaku. Ikuti saja dia, sepanjang masih dibutuhkan. Supaya kita ndak usah lagi yang beginian tadi. Kemudian yang ketiga mengenai hukum adat tadi setuju saya sepanjang masyarakat adat masih ada, silahkan. Bagaiman kalau begitu saja, supaya nanti jangan ada kalau nanti bridging articles atau apa atau bisa juga kita bikin buat Bab khusus bab tentang tindak pidana khusus tetapi yang isinya itu khusus.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Ijin pimpinan, jadi yang tadi sudah disepakati tim pemerintah adalah ada satu bab khusus misalnya saja tentang tindak pidana khusus yang isinya 5 jenis tadi korupsi, narkoba, terorisme, money laundering dan pelanggaran HAM berat. Nah disitu hanya ada pasal-pasal intinya saja sambil kemudian ini mencoba memperbaiki beberapa rumusan yang ada pada undang-undang. Misalnya yang paling mudah antara pasal 2 dan pasal 3 pada undang-undang korupsi itu ternyata sanksi pidananya terbalik kalau penyalahgunaan jabatan kok lebih rendah dari pada yang tidak menyalahgunaakan jabatan misalnya seperti itu jadi ini yang ingin diperbaiki yang kepikiran mungkin dua pasal. Pasal dua itu kemudian dicabut dari undang-undang yang sekarang berlaku supaya tidak terjadi duplikasi sehingga tidak membingungkan para pelaksananya. Jadi core crimes ini adanya didalam bab khusus, bab tentang delik khusus, apalah namanya nanti, namun memang tidak mengatur seluruhnya karena sekarang sebagian besar diatur sehingga memang banyak sekali.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi intinya tetap ada Bab tentang tindak pidana khusus atau bab tentang tindak pidana tertentu yang intinya adalah 5 tindak pidana yang sudah ada tapi tanpa menutup munculnya tindak pidana yang lain. Karena itu nanti, di bab tentang peralihan silahkan untuk dibuka. Kita tidak menutup itu.
Prof. Enny:

Ijin pimpinan, dan terkait mengapa kita merumuskan lima tadi itu nanti dalam penjelasannya juga kami punya parameternya seperti yang sudah dijelaskan oleh Prof. Muladi, parameternya ada bahwa ini menunjukan pilihannya lima kalau berkembang kedepan lagi dapat menggunakan parameter itu lagi sebagai pegangan.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Okeh, pemerintah semua sudah membuat tidak rumusan jenis lima tindak pidana tersebut?

 

Prof. Enny:

Tapi ini rumusannya yang kemarin kami bikin pimpinan, jadi kami sudah ada sebenarnya terkait tindak pidana khusus yang kami sendirikan didalam tempatnya pimpinan juga ada. Tetapi pada saat kita baca ulang disitu ini kok luas sekali, misalnya saya ambil contoh tindak pidana terorisme. Tadi diskusi panjang dengan Prof. Muladi ternyata tidak harus semuanya dan hanya kita ambil core nya akhirnya kita ambil core nya hanya tiga saja yang dibutuhkan disitu jadi kami sedang menghilangkan. Mungkin besok selesai pimpinan jadi kita memang sekarang menyepakati dulu, judulnya dulu termasuk soal isinya kita tidak semuanya kita ambil tapi cukup corenya saja. Sehingga yang tadi pimpinan katakan dengan diberlakukannya ini. Undang-Undang yang mengatur tindak pidana khusus tetap berlaku dia. Jadi kita tidak mempunyai resistensi yang bergitu besar jika KUHP ini diberlakukan jadi kami sudah menyiapkan perbaikian yang terbaru jadi nanti parameternya apa, parameternya ada, paramaternya apa nanti kami jelaskan.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi kita setuju, bab tentang tindak pidana khusus menjadi salah satu bab dalam buku II ini. Apalah nanti tindak pidana khusus atau tindak pidana tertentu, tapi nanti ada yah, bab itu ada yah, ketok palu. Kemudian yang kedua, bab tentang tindak pidana khusus itu mengatur tentang administrasi. Kemarin itukan keputusan kita semua dimasukan didalam ini. Kemudian kalau bisa, ketentuan tindak pidana yang belum diatur didalam undang-undang tindak pidana khusus itu dimasukan disini. Supaya melengkapi. Jadi di bab tentang tindak pidana khusus itu juga kita memasukan pasal tentang tindak pidana khusus atau tindak pidana tertentu yang selama ini belum diatur dalam undang-undang tindak pidana khusus. Apakah terorisme nanti, apakah korupsi, kemudian perampasan aset yah, kalau bisa perampasan aset masuk juga disitu. Pokok-pokoknya, itu kan masuk didalam UNCAC,

 

Prof. Muladi: Jadi tindak pidana UNCIC nanti masuk core crime, termasuk illicit enrichment memperkaya secara tidak sah, kemudian penyuapan terhadap negara-negar asing atau organisasi internasional, ketiga private sector corruption dan trading in influence atau memperdagangkan pengaruh.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Kalau bisa maksud saya, kita masukan disini yang selama ini tidak diatur didalam undang-undang tindak pidana korupsi, kalau bisa kita masukin aja ke prolegnas poin poin pentingnya tindak pidana khusus, supaya ada cantolan nanti.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Kalau perampasan asset…
Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Bukan, hanya hukum acara itu, jadi ini harus termasuk pidana juga menyembunyikan asset gitu, eh coba check lagi di UNCAC.

 

Prof. Enny:

jin pimpinan, kalau yang dari UNCAC sudah kita masukan semua,  sudah lengkap kita masukan semua. Tapi untuk khusus perampasan asset untuk masuk dalam tindak pidana khusus memang belum, karena tindak pidana khusus ini punya kriteria yang sudah disusun. Ini Kriterianya ini ada 11. Kriteria untuk menetapkan tindak pidana khusus yang sudah di buat oleh Prof. Muladi. Jadi ini yang kita gunakan selama ini, jadi yang untuk khusus perampasan aset sebagai tindak pidana khusus disini belum ada gitu.
Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Ya silahkan, dengan demikian saya usulkan bab tentang tindak pidana khusus itu dimasukan sebelum bab tentang peralihan, saya rasa gitulah yah. Kemudian itu tadi, kita minta pemerintah menyusun itu tadi yang sudah kita sepakati itu dipilih saja yang pokok-pokoknya plus mengambil, mengadopsi ketentuan yang ada pada UNCAC. Kapan pemerintah siapkan itu? Besok sore?

 

Prof. Enny:

Besok sore saya berikan pimpinan, besok sore kami sampaikan, kalau ini ada waktu mungkin kita pending isu, kemudian besok sore sudah kita sampaikan hasil.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi part tentang pidana khusus kita minta pemerintah untuk mempresentasikan besok, dengan menimbang masukan-masukan yang tadi sudah disampaikan. Besok malam. Oke setelah itu pending issues.

 

Prof. Enny:

Baik pimpinan ini memang hal yang perlu sekali pendalaman, terkait dengan hukum yang hidup didalam masyarakat. Jadi  hukum yang hidup dalam masyarakat ini banyak sekali masukan-masukan yang karena mungkin belum paham disitu, sehingga ada yang mengusulkan untuk dihapuskan bahkan ada yang mengancam yah Prof. Muladi akan membawa ke MK.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Yah, kemarin ketemu di acara kawinan anaknya mas ashraf, professor siapa inilah mengancam akan membawa ke MK ini kalau masuk.

 

Prof. Enny:

Jadi pimpinan, jadi memang sudah ada ancaman dari Pak Andi Hamzah sebutkan terus terang jika kemudian ini tetap ada. Sebetulnya beliau bukannya menolak, ini bisa tetapi harus dalam bentuk perda yang disetujui oleh DPR. Lah mana ada perda disetujui oleh DPR? jadi harus masuk dalam bentuk gitu, dia kalau dituangkan dalam bentuk perda setuju. Oleh karena itu sebetulnya kami sudah merumuskan, ini mungkin rumusan terbarunya, penjelasannya. Jadi ini terkait dengan pending issues yang pertama itu.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi sebagaimana dalam Pasal 1 ayat 1 tidak mengurangi berlakunya hukum dalam hidup masyararakat. Sebetulnya kan dulu hukum adat kita mengambil hukum yang tidak tertuliskan, itu lebih moderat, hukum yang tidak tertulis. Hukum yang hidup dalam masyarakat yang memuat bahwa seseorang patut dipidana walaupun tindakan tersebut tidak daitur dalam peraturan undang-undang, Berarti kita menegasikan asas legalitas, itulah problemnya. Dan juga membuka peluang abuse untuk macam-macam lah.Kemudian penegak hukum juga bersama kami di daerah juga mengaku kesulitan untuk menerapkan pasal itu. Lalu ayat keduanya, hukum  yang hidup dalam masyarakat sebagaimana Pasal 1 berlaku sesuai sepanjang nilai-nilai yang dianut. Itulah. Waktu itukan kita, saya pernah mengusulkan bahwa ketentuan ini berlaku untuk hakim di pengadilan bukan untuk penegak hukum. Jadi hakim di pengadilan dia tidak terikat dengan hukum tertulis. Didalam undang-undang pokok kekuasaan kehakiman, hakim itu diwajibkan menggali nilai-nilai hukum yang berkembang dimasyarakat ketika memeriksa perkara. Dia bisa mengabaikan set aside ketentuan tertulis untuk memberi keadilan. Tapi itu berkali untuk hakim di pengadilan, ini yang jadi soal, yang disampaikan oleh Prof. Muladi, kita setuju tapi dalam konteks seperti itu.

 

Prof. Muladi:

Istilah hukum yang hidup itu kurang tepat, karena tidak semua hukum adat masih hidup dan masih berlaku. Jadi istilah the living law itu saya kira lebih baik karena hukum yang tidak tertulis tapi masih benar-benar hidup didalam masyarakat itu nanti yang perlu diperdakan, dan apa yang tadi disetujui oleh DPR pusat itu di China, jadi negara-negara bagian di China itu kalau membuat perda selalu dimintakan pada pusat, pada DPR pusat. Tapi kita dengan sistem otonomi daerah saya kira ndak perlu, kita serahkan dua tahun itu untuk diteliti dan direview kembali di Papua, Sulawesi Selatan, di Mentawai dan sebagainya. Tidak lebih dari 7 daerah saya kira. Saya kira ini sangat baik dan mereka akan bangga sekali karena sesuai dengan konstitusi UUD 1945 juga mengatur ke khas an seperti ini.

 

Kemudian, ini saya kira apa yang dikatakan ketua tadi itu sifat melawan hukum pidana materil dalam fungsinya yang negatif. Negatif itu artinya hanya melemahkan sikap perbuatan hakim karena hakim mendapatkan aspirasi di daerah, di masyarakat. Tapi disini sikapnya positif jadi menambah satu delik baru, delik baru yang tidak ada dalam KUHP. Dan itu tidak terlalu banyak saya kira. Disini dalam pasal 7 Bab ke 37 tindak pidana beradasarkan hukum yang hidup dalam masyarakat itu setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup didalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang diancam dengan pidana. Pidana sebagaimana ayat 1 adalah pidana yang dimaksud pada Pasal 8 yaitu sanksinya adalah sanksi pemenuhan kewajiban adat, tindak pidana ringan ini. Dan jika dia tidak dapat memenuhi dibayar dengan ganti rugi. Sanksinya itu dari itu satu materi penegak hukum, saya kira tidak perlu didramatisir.

 

Karena orang selalu berfikiran itu asas legalitas tertulis itu warisan belanda warisan eropa barat legal definition of crime, padahal kita mengetahui bahwa asas legalitas itu di akui secara hukum disebut the command of the sovereignty, jadi komando dari orang yang berkuasa. Kalau orang yang berkuasanya bener ya oke tapi kalau tidak benar harus dibenerkan dalam aspirasi hukum yang hidup dalam masyarakat yang spontan sifatnya. Jadi jangan berfikir kalau the command of the sovereignty itu berfikirnya asas legalitas  legal definition of crime ya tidak akan cocok bagaimanapun juga. Namun beberapa negara banyak dikritik karena sudah tidak menampung perkembangan hukum alam dan sebagainya dan ilmu pengetahuan dan sebagainya. Jadi the living of law itu fokus kembali dan ini sebenarnya tidak tidak terlalu berat hanya tindak pidana yang tidak terlalu berat.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Oke, ini ada asal baru pemerintah, mungkin lebih anu yah, lebih dilokalisir, jadi tidak semua. Jadi hukum yang hidup didalam masyarakat sebagaimana dimaksud ayat satu. Berlaku di tempat hukum itu hidup dan sepanjang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, UUD 1945. Ini kan memberikan ruang begitu luas kepada polisi kok, terbayangkan nanti yah, polisi nanti bisa saja, oh ini bertentangan dengan sila ketuhanan yang maha esa, nanti orang yang menebang kayu, langsung ditangkap sama dia. Kalau sudah bertentangan dengan KUHP itu tidak berlaku.

 

Prof. Muladi:

Sepanjang tidak ada bandingannya dengan KUHP.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Selama bertentangan dengan KUHP itu tidak berlaku. Sepanjang tidak bertentangan dengan KUHP. Kalau gitu dicantumkan disitu.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Pasal 151 satu sepanjang tidak bertentangan dengan KUHP

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi Sepanjang tidak diatur dalam KUHP ini, tulis-tulis itu,  kembalikan tadi, sepanjang tidak diatur dalam KUHP dan sesuai dengan nilai-nilai dari masyarakat, saya kira itu salah satu dari subtansi yang kita tuju.  Saya rasa oke.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Saya boleh tanya pak ketua, saya ingin bertanya daripada nanti kalau di MK saya juga nanti yang mewakili, lawan professor. Saksi ahlinya, ini kan saya membayangkan satu situasi dimana ada aspek-aspek hukum antar tata hukum (hatah) internal. Saya membayangkan misalnya seorang jawa di Lampung, dan di Lampung kita tau ada juga komunitas Bali yang di desa itu juga berlaku hukum adat bali sebagaimana adat disana. Nah kalau kemudian seseorang lampung asli atau jawa yang ada di Lampung, melanggar hukum adat desa itu yaitu hukum adat Bali. Kena gak ini, itu. Subyek itu. Atau itu hanya untuk kalau disitu orang bali dan melanggar hukum adat Bali ya itulah yang kena,ya itu. Saya ingin berandai-andai terkait dengan hatah internal kita nih.

 

Prof. Muladi:

Pernah ada putusan mahkamah agung yah, biasanya didaerah adat itu ada pengadilan adat, bahkan yang sudah diputus pengadilan adat, pengadilan negeri dianggap nebis in idem jadi jika sudah diadili secara adat itu nebis in idem. Tapi jika belum maka hal ini berlaku hukum yang hidup dalam masyarakat yaitu diadili oleh pemerintah tapi kalau pengadilan adat itu bisa menyelesaikan sistemnya sendiri seperti di Bali itu ada  Awik-Awik itu harus diakui sebagai nebis in idem.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Artinya kita kalau pengandaian seperti itu, kita membiarkan pengadilan negeri mengadili, apakah hukum adat itu bisa dikenakan pada si orang jawa atau orang lampung itu atau kita serahkan saja pada pengadilan begitu. Karena kalau saya jadi pembelanya saya akan mengatakan bahwa terdakwa ini tidak bisa dikenakan hukum adat bali karena dia bukan orang bali, bukan orang suku bali. Walaupun mungkin baik hukum adat dia melanggar ditempat itu.

 

Prof. Muladi:

Kalau menurut saya yah pak, hukum pidana itu berlaku berdasarkan asas teritorialitas siapa saja orang asing pun jika berada disatu daerah berlaku hukum disitu, misalnya pencurian benda-benda suci di Pura oleh orang Belanda misalnya harus tunduk pada hukum adat tidak bisa tidak. Prinsipnya Asas teritorialitas. Menurut saya begitu.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi hukum tidak tertulis itu bisa hukum adat, bisa juga sumbernya kaidah-kaidah agama, kaidah internasional yang tidak diatur didalam KUHP. Saya rasa kata kuncinya itu belum atau tidak ditentukan dalam KUHP ini. Kalau sudah ditentukan dia akan sesuai, batasannya adalah kalau tidak sesuai nilai-nilai yang terkandung dalam itu. Jadi kalau ada tindak pidana didalam masyarakat terjadi tapi KUHP ini tidak mengatur kan tidak bisa didiamkan, maka polisi bisa mengambil langkah proses hukum sepanjang itu memang dianggap sebagai tindak pidana ditempat yang bersangkutan. Saya rasa okelah itu. Cuman saya tadi bilang bagaimana hukum acaranya. Kan tidak ada pengadilan adat berarti gak papa. Acara Pemeriksaan Cepat seperti apa Prof. jadi seorang polisi panggil orang ke pengadilan langsung diputus dipenjarakan gitu?

 

Risa Mariska (F-PDIP):

Jadi kalau misal sepakati apabila diatur dalam perda, maka konsekuensinya itu akan diatur dalam Acara Pemeriksaan Cepat berdasarkan Pasal 254 itu penuntut umum memberi kuasa kepada penyidik untuk melimpahkan perkara kepengadilan dan nanti pembuktiannya dengan penyidik. Acara pemeriksaan cepat ya mungkin saksinya juga cepat kita tidak ada berkas perkara yang seperti biasa, surat dakwaan tidak ada pak. Dan nanti konsekuensinya mungkin di upaya hukum nya.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Kelakuan polisi, polisikan selalu begitu ada orang menyerobot tanah perusahaan polisi tidak tau apa-apa bawa kepengadilan, hakimnya itu ikut aja. Lama-lama hakimnya, tuhannya polisi. Ya itu tadi, itu fakta.

 

Prof. Enny:

Jadi begini pimpinan, jadi sebetulnya jika dilihat disinikan kerisauan orang dikira kita akan kembali menghidupkan pengadilan adat, padahal tidak. Dan kemudian sanksinya inikan jelas sekali denda kategori satu. Itu sudah ada di dalam pasal 98 bisa kita lihat pasal 98 berasal dari pasal 102 yang baru. Kalaupun dia tidak bisa membayar denda kategori satu, itu nanti terpidana akan dapat dikenai pidana pengganti untuk pidana denda yaitu ganti rugi. Jadi sebenarnya sangat simpel sekali kalau kita lihat ini.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Saya usul begini, biar saja ini, inikan usul pemeritah. Kita bawa aja nanti untuk ke rapat kerja untuk di putuskan. Yang pasti kita sudah rumuskan formulasinya. Begitu aja yah.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Ijin pimpinan, satu kecil saja. Apabila sanksinya adalah pemenuhan kewajiban adat, itu bisa lebih berat daripada kategori satu, denda kategori satu. Misalnya ganti rugi. Ganti rugi itu, ya kalau kategori satu kan tidak lebih dari berapa 9 juta ya?

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Didalam putusan itukan ada sanksi untuk memenuhi kewajiban adat, ini konsekuensinya karena ada ini itukan jadi ada. Ya ndak masalah nanti bayar, misalnya pencurian sapi di kampung saya, curi satu ganti sepuluh. Tapi kasus korupsi gak bisa dong penyelesaiannya adat.

 

Prof. Muladi:

Itu kaitannya dengan tujuan hukum pidana menyelesaikan konflik, karena setiap delik yang terjadi didalam masyarakat itu dianggap menganggu kesimbangan magis. Denda keselamatan oleh babi, kerbau dan sebagainya kalau tidak bisa ya bayar ganti rugi.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Saya setuju itu, dua-duanya ini kita adopsi kita serahkan nanti ke rapat yah. Oke itu yah, ketok palu, isu apalagi.

 

Prof. Enny:

Selanjutnya adalah pidana mati, kami sudah punya rumusannya juga, supaya nanti kalau diraker kita sudah siap. Jadi pidana mati ini sudah ada rumusannya, jadikan kita menetapkan jenis pidana itu kan satu penjara dan denda, namun kemudian mati ini kita tidak rumuskan sebagai pidana pokok tapi kita sendirikan. Kita keluarkan sendiri itu kita mengadopsi putusan MK, jadi kita tetapkan sebagai pidana khusus yang bersifat alternatif. Ketika kita menetapkan pidana khusus yang bersifat alternatif, penjatuhannya pun mungkin akan jarang dijatuhkan pidana mati karena dia gradasi dan sudah muncul disitu. Melihat kelakuannya baik atau tidak dalam waktu 10 tahun gitu, ia turun menjadi pidana seumur hidup. Ya, jadi sebetulnya ini tujuan pemidanaan tadi yang kita pegang pak.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat) :

Yah, usulan kita waktu itu adalah siapa yang punya otoritas untuk mengurangi itu, kalau kewenangannya dipresiden kita tidak setuju nanti diperjual belikan pasal itu. Menurut saya biar saja rumusannya begitu tapi kasih opsi yang lain, tetap dipertahankan atau tidak gituloh.

 

Prof. Muladi:

Ijin ketua, waktu seminar di Arya Duta yang ketua tidak datang waktu itu, apa yang disebut pidana mati bersyarat itu disetujui dan diakui sebagai salah satu jalan yang sampai saat ini yang bisa kita lakukan ya itu. Karena itu bukan masalah pro-kontra, tapi itu masalah religi dan budaya. Di Indonesia diakui, jadi di mati bersyarat itu disebut Indonesian way. Indonesian way yang sangat bijak, saya kira sangat baik. Hanya yang perlu dipersoalkan dalam seminar itu dua hal, satu jenis-jenis capital crime nya, jenis-jenis pidana apa yang diancam mati itu supaya kalau bisa disederhanakan, terlalu banyak. Yang kedua cara melakukan pidana mati, ada 10 cara kita ditembak, ada yang dipenggal ada yang di pancung, dua hal itu saya tidak bisa jawab itu. Perlu diseleksi. Apa perlu capital crimenya perlu kita seleksi lagi, atau caranya tetap ditembak atau dipenggal kepalanya seperti di Arab.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Kalau pelaksanaan kan diatur dalam undang-undang khusus pak, memang waktu kita beberapa kali diskusi ini pak, waktu itu terakhir kita sepakat pidana mati bersyarat itu. Cumankan pastinya ada ruang yang perlu dikurangi, yang kita tidak setuju waktu itu adalah siapa yang bisa membuat penilaian dan kemudian mengubah status itu. Kalau bisa ketat sekali kita aturnya.

 

Prof. Muladi:

Ada satu ekses, yaitu sekarang itu dicegah melalui PK, dan melalui grasi yang bisa berkali-kali itu. Jaksa Agung kan ngomel, mengajukan terus, akhirnya yang timbul di lapangan shoot at site apa tembak ditempat. Yang kata orang terukur, terlatih masa gitu sih. Yang ditembak dilapangan sudah berapa puluh orang yang ditembak mati, jadi eksesnya itu disitu. Karena sulit sekali memidana mati seseorang.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Oke setuju, jadi ini satu. Satu kita selektif lah capital crimenya itu, narkotika, terorisme, korupsi juga atau korupsi, ya korupsi dalam kasus bencana alam itu. Pembunuhan berencana nanti di ini, pelanggaran HAM berat, tapikan tidak dapat dirumuskan secara itu pak didalam pasal-pasal itu. Berarti harus selektif lagi yah dicheck lagi itu tadi. Tolong nanti dicek seperti yang disebut tadi, beberapa tindak pidana itu. Korupsi kalau untuk kasus ini, tapi kalau kasus e-ktp itu gak yah. Tapi itu bikin rusak semua itu pak, rusak demokrasi. Tapi ya udahlah, jadi yang kita setuju itu yah.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Saya boleh tanya teknis membayangkan supaya kita punya gambaran, artinya kalau kita bicara diancamkan secara alternatif, hakim itu tetap memvonisnya menjatuhkan pidana mati. Gitu kan, begitu gak? Seandainya karena dia pembunuh berencana dan berseri begitu, dia tetap dijatuhi hukuman pidana mati hanya kemudian kalau dia taubatan nasuha dalam bahasa agama maka kemudian hukuman matinya akan berubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana 20 tahun. Yang belum kita sepakati adalah siapa yang mengubah dan siapa yang berwenang, apakah presiden atau harus dengan permohonan ke pengadilan. Atau seperti apa kira-kira bentuk vonisnya.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Ijin pimpinan, jadi dengan merumuskan pidana mati dengan alternatif pidana seumur hidup atau pidana 20 tahun, hakim boleh memilih tidak harus menjatuhkan pidana mati jadi ada pilihan jadi tidak mutlak harus pidana mati. Sedangkan apa namanya, yang tadi ditanyakan itu, bagaimana setelah itu pidana bersyaratnya, yang sudah dirumuskan adalah apabila dalam waktu 10 tahun ternyata pemerintah lalai tidak melakukan eksekusi maka kemudian menjadi seumur hidup.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Kalau seperti itu kenapa di per ini, sekarangkan kalau ancamannya pidana mati hakim juga gak harus menjatuhkan pidana mati, iya kan. Kalau dengan KUHP sekarang diancam pidana mati atau ya kan. Terus apa bedanya begitu, apa khasnya disini, hanya penegasan aja atau apa.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Karena ada persyaratan khusus itu tadi pak, jadi sekarang itu, saya gak tau apakah masih ada orang yang dikenakan pidana mati dan sudah 25 tahun dipenjara. Masih ada yah? Nah sekarang kan ada, nantikan dia nantinya akan menjalan pidana mati tapi sekarang sudah menjalani hukuman penjara 25 tahun. Nah kedepannya itu gak akan ada lagi.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Artinya perbedaannya hanya, kalau setelah 10 tahun tidak dieksekusi maka dia berubah. Itu saja kan yang membedakan.

 

Prof. Enny:

Jadi tidak ada hukuman mati itu berdiri sendiri itu tidak bisa, jadi atau pidana seumur hidup. Selalu begitu pak rumusannya. Ketika hakim menjatuhkan pidana mati ada syaratnya disitu. Makanya kita sebut khusus bersyarat itu tadi pak.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Masa nanti putusan hakim jika menjatuhi hukuman mati dengan masa percobaan, bisa?

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Ijin pimpinan, saya lupa pasalnya pasal berapa namun ada berubahnya pidana mati menjadi pidana seumur hidup tidak hanya karena pidana penjara 10 tahun. Kalau dia berkelakuan baik, kalau dia ada grasi dari presiden mengurangi, saya lupa itu waktu itu sudah disepakati.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Saya kira begini bu, pengurangan hukuman mati itu sudah menjadi otoritas presiden jangan kita kasih lurah lurah lagi. Sudah jangan lagi kita kasih tambah begini.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Karena ini diserahkan dalam otoritas presiden, ini isu diluar yang dipermasalahkan oleh elemen masyarakat adalah masa tunggunya itu loh sudah 10 tahun, kok kelamaan. Kalau pengertiannya begitu, mereka bahkan minta dua tahun, artinya begitu semua upaya hukum sudah selesai, dua tahun harus di dor. Kan begitu kan. Lah justru itu, karena pemahaman mereka itu seperti kaya pemahaman saya, orang dijatuhi hukuman mati berarti tidak boleh dulu, ini pemahaman yang ada walaupun 10 tahun dieksekusi walau sudah inkrah, kalau dia berkelakuan dia baik maka hukumannya berubah menjadi seumur hidup.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Kalau berkelakuan baik selama 10 tahun yah, makanya saya bilang hakim bisa menjatuhkan putusan, kau dihukum mati dengan masa percobaan 10 tahun. Kalau kau baik selama 10 tahun, berubah kau seumur hidup.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Ijin pak, ini didalam pasal 110, pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan 10 tahun jika (a) terpidana menunjukan rasa menyesal dan ada harapan untuk diperbaiki, (b) ada alasan yang meringankan. Ini salah satunya, rasa menyesal iya, yang kemudian, kedua jika permohonan grasi ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 tahun sejak grasi ditolak, nah ini masalah lagi pak. Karena grasi itu mereka setiap mau dipidana mati, loh pak saya mau mengajukan grasi ini. Dilakukan satukali waktu itu oleh MK, jangan satukali dong berapa kali boleh grasi.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Seinget saya MK gak bilang begitu, MK hanya mengatakan tidak boleh dibatasi oleh satu tahun. Waktunya putusan MK. Karena di undang-undang grasi sekarang, grasikan harus diajukan dalam waktu satu tahun setelah inkrah. Nah itulah yang dibatalkan oleh MK.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Jadi kalau dipaksa dua tahun, kalau dia belum mengajukan grasi gak boleh.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi grasi itukan persyaratan untuk eksekusi hukuman mati, kalau dia belum mengajukan itu berarti gak bisa dong. Maka saya jika dihukum mati yah saya gak mau dong ajukan grasi. Kenapa saya harus mengajukan ini. Kenapa saya harus lanjutkan ini kan begitu, nunggu aja lah biar waktu itu berarti apa, berarti dia menjalani hukuman seumur hidup, kan gitu. Nunggu siapa tahu nanti ganti presiden, gua bisa ubah status kan gitu bisa juga.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Saya kira kan prinsip yang sekarang itu bukan grasi sebenarnya, ini kan karena apa barangkali policy nya pemerintah setelah yang kemarin berombong-rombongan itu, kemudian mendapatkan kecaman dunia internasional sekarang ya sudah nunggu dulu imigrasi kan prinsipnya kalau putusan itu sudah inkrahct. Inkrah itu kan ukurannya kasasi. Setelah dia sekian lama dia nggak grasi, nggak PK, ya bisa dijadwalkan untuk didor, kecuali dia ketika sudah dijadwalkan, kemudian dia mengajukan grasi atau PK ya harus tunggu lagi, kan begitu, harus seperti itu. Jadi yang harus diatur, ya yang harus diinikan adalah mestinya pemerintah punya kewajiban atau kejaksaan gitu lho untuk menyikapi ya.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Saya rasa itulah tadi usulan dari. Kalau sudah dijatuhi hukuman mati, dia tetap dikasih kesempatan untuk mengajukan grasi, kan gitu. Jadi dia tidak boleh dieksekusi sebelum mengajukan grasi sama saja dengan memperlunak hukuman mati, ya kan. Saya rasa okelah dengan usulan tadi. Pertanyaan saya adalah mau satu kali grasi atau dua kali? Saya rasa jangan cuma satu kali juga. Mungkin kita kasih batasan minimal yah, maksimalnya tiga kalilah maksimum. Karena itu ada masuk akalnya. Apa persoalannya. Saya mengajukan beraksi sekarang ini, presiden ini kita begitu blunder nggak? Kalo polisinya nakal-nakal, mungkin. Siapa tahu gitu, ya kan? Siapa tahu karena mungkin dia semangat politiknya sama dengan saya atau apa, ya kan? Persilahkan, jadi kita jangan kasih maksud saya paling banyak tiga kali grasi diajukan. Itu di dalam hak asasi positif ditulis disini. Jadi udah betul itu sepuluh tahun ini, tapi nanti kalu bisa melihat UU grasinya.

 

Ichsan Soelistio (F-PDIP):

Jadi, kita ketika apa menjawab sejumlah  pertemuan dengan kelompok masyarakat, memang akhirnya kita bisa simpulkan sebetulnya, pencatuman hukuman mati itu adalah keharusan, tetapi bukan sebetulnya jangan dianggap sebuah inti dari sebuah hukuman. Jadi sekedar coba kita tunjukkan kepada masyarakat bahwa hukuman mati itu ada. Dan saya sependapat bahwa PK bisa berkali-kali demi memberi kesempatan dia untuk terus hidup, jadi semata-mata inilah politik hukum untuk masyarakat bahwa hukuman mati masih ada. Itulah menurut saya. Jadi setelah dia memiliki kesempatan untuk grasi berkali-kali menurut saya berikan dia kesempatan, kalau menurut saya sepakat seperti itu. Jadi jangan dibatasi. Itu menurut saya.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Coba, coba kita lihat rumusan tadi, jika terpidana mengajukan rasa menyesal, pelaksanaan pidana mati dapat ditunda dengan masa percobaan 10 tahun jika terpidana menunjukan rasa menyesal dan harapan hidup dan ada hal yang meringankan, kedua jika semasa masa percobaan, saya rasa oke lah yah, supaya jangan ini hukuman mati, kita perhalus lah. Saya rasa ini dapat diterapkan untuk hukuman mati yah. Oke, jadi dua , tiga kita pilih yang mana ibu ? Satu ? Empat?. Semua? Satu, dua, tiga, empat. Oke yah. Indonesian way karena majority kan dukung hanya saya yang menolak hukuman mati, tapi walau begitu saya menghormati teman-teman yang mendukung.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Ijin pimpinan, satu lagi apakah tadi disepakati bahwa kita harus lebih aktif dalam penjatuhan pidana matinya, sudah, jadi tidak sebanyak sekarang.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi tadi yang saya bilang capital crime nya minta di cek lagi, prof Muladi kan menyebut itu tadi kalau mungkin pembunuhan berencana atau apa gitukan silahkan saja. Saya kira yang menyangkut nyawa lah yah, tapi kalau makar pemerintah masa hukuman mati, ya kan.

 

Prof. Muladi:

Contoh itu disertasinya, terkait dengan pidana mati, pada seminar saya setuju pidana mati untuk narkoba.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Ada lagi bu?

 

Prof. Enny:

Ada dua belas isu pak, baik, isu yang berikutnya pasal 72. Ini sebenarnya hanya soal pilihan usia aja pimpinan, karena kan kita punya tujuan pemidanaan. Jadi dengan mempertimbangkan pasal 55 dan pasal 56, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika menjumpai keadaan berikut.  (a) terdakwa berusia 18 tahun atau diatas, nah ini kami punya, apa masih

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

diatas 75 tahun lah,

 

Prof. Enny:

70 atau 75 tahun?

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Diatas 75 tahun iya kan, tidak dijatuhkan jika dijumpai diatas 75 tahun. Misalkan Prof. Kaligis sudah 75 tahun ndak bisa lagi.

 

Prof. Enny:

oh ndak pak, tergantung tindak pidananya dulu.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Iya tergantung tindak pidananya, kalau tindak pidana
Arsul Sani (F-PPP):

Iya tindak pidana cabul walaupun 70 tahun masih kuat.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Kalau ancamannya diatas 5 tahun.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

oke, oke. 75 yah, oke? Oke. Ketok palu. Tiga, apalagi yang keempat apalagi. Jangan usulan lansung disetujui, oke apalagi?

 

Prof. Enny:

Ini yang kemarin diskusinya panjang yaitu terkait dengan pasal 139 sampai dengan 143, ini terkait dengan ketentuan yang memperingan dan memperberat pidana, karena istilahnya nanti menyesuaikan. Yang ini aja yang pending isu pasal 139 sampai 143, ini pasalnya kita sudah diskusikan panjang lebar yah, faktor yang memperberat pidana ini meliputi A B C ini, ini kami sudah sebegitu rupa memperbaiki dengan Pak Hakim Agung, Pak Suhadi mungkin Bu Tuti dapat menjelaskan itu.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Pelanggaran satu pemberatan yang khusus dilakukan oleh penjabat negara atau penegak hukum, pegawai negeri dengan menggunakan kewenangan, kesempatan yang diperoleh. Pejabat negara termasuk anggota dewan yah? Kepala desa? Jadi kepala desa saat ini, kelurahan ini maksud saya, kepala desa?. Iya pelanggaran kepala desa itu maksud saya. Masuk apa kepala desa ini?

 

Prof. Enny:

Ini memang waktu diskusi dengan banyak ahli pidana khususnya dari, pak Andi Hamzah juga. Dia mengatakan sebetulnya siapapun penjabat, kalau dia menerima anggaran dari APBN atau APBD itu masuk, termasuk ketua adat bahkan dia menjelaskan.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Tolong masuk penjelasan nanti, bahwa penjabat negara adalah kepala desa atau siapa saja yang menerima uang APBN atau APBD.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Termasuk orang yang diberi gaji oleh negara, atau menerima gaji.

 

Ichsan Soelistio (F-PDIP):

Pimpinan itu kalau menerima anggaran dari negara, pengurus partai bisa kena dong, kan mendapatkan anggaran dari kesbangpol?

 

Arsul Sani (F-PPP):

Pejabat negara, mana lebih berat lagi. Apalagi dana bangpolnya udah naik sekarang,

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Iya, betul itu berlipa-lipat. Bisa juga kalau mau eksplisit ketua partai politik.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Hasil audit BPK tahun 2016, hanya tiga partai yang tidak ada temuan. Demokrat, PKS dan PPP.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Oke silahkan nanti dimasukan ke penjelasan yah, termasuk juga pimpinan partai politik, gak masalah. Kalau KUHP lama kan belum ada itu partai politik.

 

Prof. Enny:

Jadi begini pak, kami kan sudah ada istilah tentang penjabat, sudah ada jadi penjabat itu memang maknanya luas sekali sebetulnya, sebetulnya dalam pasal 186 – 187? jadinya sekarang dalam 188 yang baru, pejabat ini didalam yang sudah diedarkan ada disitu kami memang melihat pada UU Penyelenggara negara, UU ASN, itu menyebutkan penjabat itu luas sekali pak, kalau tadi Pak Ichsan itu menyebutkan otomatis pak, karena yang namanya anggota legislatif, anggota DPR itu adalah penjabat negara pak, lebih diperberat kalau disini. Karena dia dalam UU Penyelenggara negara disebutkan, dalam UU ASN disebutkan yang dikecualikan itu penjabat negara yang termasuk adalah pimpinan anggota DPR dan seterusnya pak lembaga negara.

 

Ichsan Soelistio ((F-PDIP):

Jadi kalau pengurus partai bukan penjabat negara, tapi itukan partai sekarang terima kesbangpol, uang 1000 itu.

 

Prof. Enny:

ada, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, dia kan menerima.

 

Ichsan Soelistio ((F-PDIP):

Dia gak terima gaji loh bu, Iya betul.

 

Prof. Enny:

Tapi mengelola pak.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Oke, ikut aja itu nanti, ikut aja nanti penjabat. Lanjutkan itu, kita setuju. Ketok Palu. Lanjutkan.
Prof. Enny:

Selanjutnya adalah, terkait dengan tindak pidana khusus saya kira besok saja. Yang berikutnya adalah ini dari pak Mudzakir pasal 220 yang masih dipending, terkait dengan mendirikan organisasi komunisme, marxisme, kemudian apa namanya. Mungkin pak Mudzakir bisa menjelaskan pak , monggo pak.

 

Muzadkkir:

Saya ingin sampaikan yang terkait dengan kata-kata sepatutnya diketahui menganut ajaran komunisme, kan agak sulit itu yah, mungkin kalau bisa dibuktikan agar lebih pasti saja, jadi mendirikan menganut ajaran komunisme, marxisme dan leninisme. Karena apa, itu sudah jelas dilarang dalam undang-undang itu. Kira-kira itu aja intinya, jadi didalam pasal itu seperti itu. Jelas maksudnya sehingga frasa diketahui menganut tidak diperlukan.

 

Benny:

Ya ya ya masuk akal itu, Boleh masuk, boleh tidak, karena ini kan sangat subyektif. Itu masuk atau tidak masuk tidak mempengaruhi, jadi tidak usah kata ‘sepatutnya diketahui menganut’ kan begitu, tentu dasarnya dia jika dia sepatutnya mengetahui, ada sepatutnya kan dia sangat ini. Oke yah.

 

Ichsan Soelistio (F-PDIP):

Pimpinan, tapi inikan kenapa musti hanya komunisme, marxisme dan leninisme, sekarang kalau gak salah ISIS ISIS ini dengan aliran dananya gimana. Radikal terorisme kan harusnya masuk juga.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Ya masuk pidana khusus.

 

Ichsan Soelistio (F-PDIP):

Ya, maksud saya inikan ada aliran-aliran dari yang ekstrim-ekstrim itukan seharusnya tidak hanya dikunci pada komunisme, marxisme dan leninisme ini gitu.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Saya kira kalau ini komunisme, marxisme dan leninisme, jadi isme yang berdiri sendiri terstruktur dan lain sebagainya, berbeda dengan kata-kata ISIS itu pemahaman, penafsiran ajaran agama tok, begitu. Karena tidak ada ISIS isme itukan enggak.

 

Ichsan Soelistio (F-PDIP):

Suara PPP ini.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Suara PPP, itu yah, gak ada itu, yang ada di UU Terorisme itukan sudah kita pidana, saya kira di pasal terorisme juga sudah ada kan. Paham radikal yang menuju terorisme jadi itu berlaku, ini sebenarnya pasal lebh ke historis saja ya kan,

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Tapikan bisa juga ajaran komunisme, marxisme dan leninisme, terorisme.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Nah kalau mau disebut terorisme juga gak apa apa.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Inikan sudah undang-undang yah, ada Tap MPR nya , ini copy paste undang-undang

 

Prof. Muladi:

Tap MPR Nomor 25 dan 66 , dan UU nomor 27 tahun 1999

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi ini copy paste Undang-undang, nah kalau tadi kalau mau tambah itu tidak masalah. Karena toh ada juga ketentuan undang-undang terorisme, silahkan aja, masukin aja, radikalisme dan terorisme. Masukin, masukin aja.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Ajaran Leninisme dan …

 

Arsul Sani (F-PPP):

Sebentar, jika ditambahkan dengan terorisme nanti tidak match loh hukumannya dengan UU Terorisme. Kayaknya lebih berat yang diterorisme soalnya.
Prof. Enny:

Soalnya terorisme itu semuanya dipukul rata 20 tahun itu.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

kalau gitu jangan dicampur dong, Iya, iya.

 

Arsul Sani (F-PPP):

Coba dibuka lagi waktu itu kita membicarakan tindak pidana terorisme,

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat) :

Beda, Beda. Kalau ini kan pasal, kalau itukan hukum. Pasal 220 dan 29 khusus mengenai tindak pidana terkait dengan ideologi negara, ya kan? Beda, beda maknanya, jangan dimasukan disini. Karena Headingnya beda.

 

Prof. Muladi:

Tapi karena terorisme itu sudah, undang-undang sendiri.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Yah itu nanti silahkan, karena pasal ini mengatur tentang tindak pidana terhadap ideologi negara itu didalamnya penyebaran ajaran komunisme, marxisme dan leninisme. Oke? Ada usulan lagi.

 

Prof. Enny:

Ini pending isu karena mungkin dari penegak hukum mau menyampaikan pak?

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat) :

Yah silahkan.

 

Tim Pemerintah (Kejaksaan):

Ijin pimpinan rapat, kebetulan, untuk pembahasan ini, jadi usulan dari pak Mudzakir itukan patut diketahui nanti frasanya dihapus. Padahal menurut kami untuk kami penegak hukum, unsur ini harus ada, kecuali kalau kalimat orang yang mendirikan organisasi komunisme, marxisme dan leninisme. Mendirikan organisasi komunis lah itu sudah jelas, tapi kita bicara ajaran loh, ini ada kata ajaran, kalau organisasi komunis sudah jelas. Kalau organisasi yang menganut ajaran, itu harus ada check lagi, ada diketahui atau patut diduga. Soalnya gini, orang mendirikan organisasi AD-ART nya pasti bagus, AD-ART nya pasti berdasarkan pancasila dan undang-undang, yang kita awasi kan pelaksanaannya itu loh. Kalau AD-ART nya jelas komunis pasti jelas ditolak sama kami, pasti itu. Inikan masalahnya AD-ART nya bagus tapi pelaksanaanya.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Iya, ini kalau gini gak usah pake, harus eksplisit yah, gak usah patut diduga, kalau memang ada harus jelas buktinya apa baru diproses. Ini jaman orde baru kan begitu, dia menduga, berdasarkan apa yang dia tau. Kan gitu, dia bisa menafsirkan sebuah fakta, kan begitu hanya karena kita bikingambar yang ada bengkok begini. Wah itu palu arit kata dia, Padahal tidak kenal, tapi polisi bilang ini patut diduga, udah hapus aja itu patut diduga. Udah betul itu hapus itu, Agar lebih eksplisit.

 

Prof. Muladi:

Di dalam hukum Acara itu disebut circumstaatslivieders ini tidak berdasarkan pengakuan yang bersangkutan, tapi berdasarkan kondisi-kondisi yang ada pada saat itu yang menilai hakim. Seperti penadahan, penadahan itu kalau selesai bayar, misal sepeda motor harganya 5 juta bayar 500 ribu ya itu seharusnya patut diduga pada saat itu. Jadi circumstaatslivieders itu yang dikurangi, seperti di Jawa Timur ada gambarnya palu arit, dia menyatakan saya tidak mengembangkan ajaran komunis, namun palu arit itu simbol komunis, mestinya anda tau. Jadi sistem tesnya itu bagaimana tuh. Should have known seharusnya anda tau, itu ada tesnya. Untuk pelanggaran HAM berat juga demikian, saya pikir saya setuju.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Jadi yang utama sepatutnya diketahui menganut.

 

Ichsan Soelistio (F-PDIP):

Ini substansinya berkenaan dengan bantuan.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Misal itu pada A mendirikan organisasi yang menganut ajaran komunisme, gak usah di anu lagi,back lagi. Mendirikan organisasi yang patut diketahui menganut ajaran kan begitu. Jadi Istilah eksplisit dan implisit, kalau dari ahli hukum kan ada juga ormas yang diatas kertas dia tulis berideologi pancasila kan begitu, padahal diam-diam dia menyebar luaskan ajaran komunisme. Untuk ajaran itu tadi harus ada frasa patut diketahui atau patut diduga kan begitu. Kan contoh misalkan tadi anak kecil kan bikin gambar palu arit tadi, dia kan gak tau PKI kan gak tau. Tapi penegak hukum kan bisa, patut diduga ini. Pokoknya prasangkanya. Jadi praduga bersalah, bukan praduga tidak bersalah. Oke tapi bagi saya itu tidak terlalu, mau masuk atau enggak silahkan saja yang penting masukin aja yah. Patut diduga yah. Sepatutnya diketaui menganut yah.

 

Prof. Muladi:

Sebetulnya ini yang dimasukan B yah?

 

Tim Pemerintah (Kejaksaan):

Kalau B sudah betul pak ini yang A., Ini direnungkan saja dalam bahasa hukumnya yah, jadi orang mendirikan sendiri masa patut diduga kan tidak mungkin, kalau mendirikan berarti dia mendirikan organisasi yang menganut ajaran komunisme, marxisme dan leninisme. Dia sendiri kan yang melakukannya masa harus patut diduga, gak mungkin disitu. Kalau yang kedua mungkin, jadi kalau yang  pertama itu mendirikan sendiri. Terminologi dari situ diketahui patut diduga itu gak relevan, kan dia sendiri. Kalau saya dalam bahasa hukum yang saya pelajari kalau dia berbuat sendiri maka tidak ada patut diduga kecuali dia ada hubungan dengan pihak lain. Kira-kira begitulah.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Ya setuju saya, kalau saya prinsip saya seiapa yang mendirikan organisasi yang menganut ajaran itu ya dihukum tidak perlu ditambahi kata patut diduga atau apa itu udah jelas kok. Cuman tadi apa yang penegak hukum bilang, ada juga orang yang mendirikan organisasi, mungkin organisasi yang pro pancasila tapi perilakunya pro komunis lah itu masalahnya. Kan banyak dikita yang begitu, pancasila tapi kelakuannya anti pancasila, banyak itu. Saya setuju dengan pak ini, ekonomi pancasila tapi dalam prakteknya ekonomi komunis dan kapitalisme lagi. Itu melanggar pancasila. Tapi itu masuk akal sepatutnya diketahui, tapi kalau organisasi yang menganut ya udah. Siapapun organisasi yang menganut ajaran ini harus dihukum. Jangan dianggap sepatutnya.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Ijin Pimpinan mungkin kita perlu tau dari penegak hukum, saya juga ingin lebih tahu apa yang menjadi keberatan mereka apakah berkaitan dengan pembuktiannya? Atau seperti apa yang menganut ajaran itu nata dari AD-ART atau darimana?

 

Tim Pemerintah (Kejaksaan) :

Kalau ajaran itukan konten yah bu.

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Makanya membuktikan gimana itu penegak hukum?

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Makanya kita, pokoknya kita tidak ijinkan organisasi itu menganut ajaran komunisme, kan begitu, menganut ajaran, gak mungkin? Inikan perasaan copy paste undang-undang tahun 99, jadi ini mau mempidanakan siapa saja yang mendirikan organisasi yang mengembangkan dan menganut, mengembangkan ajaran komunisme, marxisme dan leninisme.

 

Ichsan Soelistio (F-PDIP):

Pimpinan yang saya tangkap dari APH ini semuanya kan bagus-bagus, nah dalam perjalanan ini bagaimana dia membuktikan itu. Karena AD-ART nya bagus tapi dalam perjalannya dan Pelaksanaannya begitu, nah ini bagaimana mereka menanganinya.

 

Risa Mariska (F-PDIP):

Saya kira kalau yang sampaikan oleh penegak hukum tadi sudah masuk dalam ranah pembuktian, sementara yang kita, saya setuju usul professor mudzakir ini, kalau orang mendirikan organisasi yang menganut ajaran komunisme, marxisme dan leninisme, itu tugasnya pihak aparat penegak hukum untuk membuktikannya. Nah bagaimana cara membuktikannya kan dengan melihat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Tidak mungkin, saya sepakat dengan logika prof tadi. Tidak mungkin saya kalau saya mau mendirikan organisasi mengandung ajaran komunisme, marxisme dan leninisme saya mengetahui dan saya patut menduga organisasi ini untuk didirikan saya pasti bikin organisasi yang baik-baik, pro pancasila dan seterusnya. Tugas aparat penegak hukumlah yang membuktikan bahwa dibalik organisasi yang saya sebut pro pancasila itu ada ajaran itu, komunisme, marxisme dan leninisme itu. Tetapi kalau anda meminta dicantumkan disitu diduga atau patut diketahui keras maka logikanya jadi terbalik.

 

Tugas aparat penegak hukum adalah benar bahwa pasal ini dilanggar oleh orang-orang yang mendirikan organisasi yang menganut ajaran komunisme, marxisme dan leninisme, tapi kalau anda mengusulkan untuk memasukan unsur diketahui, frasa diketahui atau patut diduga keras gak bakalan masuk. Menurut saya secara logic nya, karena pembuktian itu tugas aparat penegak hukum, dan nanti vonisnya dihakim apakah benar maksud pendirian organisasi ini bungkusnya bungkus pancasila tapi isinya itu adalah komunisme. Saya kira pendapat saya demikian.

 

Prof. Muladi:

Tadi ada kata-kata yang dibuang yah supaya diingat, dengan maksud mengubah dasar negara dan menggulingkan pemerintah. Kalau soal aliran masih bisalah tapi kalau soal dibawah itu.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Itu tidak masalah prof, yang A ini.

 

Tim Pemerintah (Kejaksaan):

Memang pendekatan pak Mudzakir itu pendekatan dari subyek, memang dia gak mungkin, kira kira dia mendirikan pasti akan kena, ini pasti dicap dari awal. Dia kan main peran disitu, memang benar kita bicara pembuktian. Tapi harus diingat ini unsur delik loh, kalau pembuktian, maka unsur delik inilah yang akan kita buktikan. Kalau misalnya ini kita pakai ini kan pake ini kan proparte culpa maka akan challange dengan 480. Jika mindset berpikir kita seperti itu gak perlu maka 480 gak usah pakai tentang penadahan, serahkan aja pembuktian ke penegak hukum nanti. Tetapi kita tetap pakai karena itu unsur yang harus dibuktikan, terima kasih.

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Pasal 480 disini [RKUHP]?

 

Prof. Harkristuti Harkrisnowo:

Di KUHP pak, seharusnya menduga bahwa barang yang dijual dengan murah itu adalah hasil dari tindak pidana soalnya proparte dolus, proparte culpa.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Iya sama dengan pak polisi mengawali dugaan bahwa dia gak bawa SIM atau barang yang dia bawa ini hasil curian, semua mobil ditangkap sama dia, jalan macet, ituloh. Jadi menurut saya itu ada dua pendekatan, Pendekatan yang memberikan bobot terlalu ini pada APH, dan bobot yang itulah. Mulai dari pengaduan, coba bayangkan polisi berdiri dipinggir jalan tahan semua mobil yang lewat. Kenapa? Karena patut diduga pak, kenapa kamu takut. Kamu ini patut diduga, ini mobil curian. Oh kenapa begitu, ada laporan mobil hilang. Lalu patut diduga mobilnya seperti mobil bapak ini,  waduh kan pening kepala kita kaya gini ini.

 

Coba bayangkan ini tidak salah, mungkin ibu ini pendekatan rezim lama. Kita dulu kerja di LBH tiba-tiba polisi datang, itu tadi patut diduga LBH ini menyebarkan ajaran praktek PKI itu bahasa itu persis patut diduga. Darimana patut diduga, ini pak karena buku-buku yang dijual ini. Hanya karena jual bukunya Pram, Bumi, Langit dan Manusia. Kaya gitu, tapi polisi patut diduga pak. Saya tadinya ditangkap tidak pak? Hanya patut diduga, kita patut diduga bapak ini arahnya PKI. Ini karena itu tadi. Memang masuk akal karena kita baca buku itu dan dia mulai dari itu tadi patut diduga, oh ini simpatik sama ajaran PKI. Menurut saya gak usah lah pak, cukup gini, hapus aja patut diduganya. Pemerintah ya. Yang A. Yang di bawah masuk akal. Oke lanjutkan apa lagi pending isu yang lainnya.

 

Prof. Enny:

Mohon ijin pak waktunya pak, Mohon ijin pak kalau besok lebih seru pak, soal zinah pak. LGBT kalau gitu kita besok aja pak pagi-pagi gitu.

 

Benny K. Harman (Ketua Panja/F-Demokrat):

Kalau bisa, bisa gak lebih-lebih cepat. Kalau pending isu ini selesai, lalu besok sore kita bisa yang lain lain kita sudah setuju semua, tinggal ketok berarti setelah besok itu, kan setelah pending issue tidak ada lagi kan? besok itu pending issue kita lanjutkan. Yang kedua lalu tindak pidana khusus, lalu tadi capital crime tadi setelah itu ini lalu kita tutup dengan menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk menyisir ulang, sehingga minggu depan kita bawa ke rapat kerja dengan pemerintah, tanggal 15, kalau bisa tanggal 23 lah bisa ya, tanggal 23 jam 4 atau jam 14.00 atau jam 16.00 kita bawa ke rapat kerja, bisa ya pak? setuju ya? asal kita ketok palu besok pagi, gak datang juga gak masalah, maksud saya tim pemerintah kalau capek tidur dulu, jam 9 ya, sampai jumpa besok pagi pukul 9. Ketok palu.

 

Rapat Tim Perumus (Timus) RKUHP, Senin 15 Januari 2018, ditutup pukul 22.30 WIB

Leave a Reply