Laporan Singkat Rapat Tim Perumus tentang R KUHP

Tahun Sidang                          : 2017-2018

Masa Persidangan                  : I

Sifat                                         : Terbuka

Jenis Rapat                              : Rapat Tim Perumus

Dengan                                    : Tim Pemerintah dan Proofreader

Hari/tanggal                           : Senin, 9 Oktober 2017

Waktu                                      : Pukul  19.43 – 21.01 wib

Tempat                                    : Hotel Sahid Jakarta

Agenda                                    : Hasil masukan proofreader

KESIMPULAN/KEPUTUSAN

  1. PENDAHULUAN

 

Rapat Tim Perumus tentang RUU KUHP dibuka pada pukul 19.43 WIB oleh Ketua Rapat, Benny K Harman dari Fraksi Demokrat dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas.

  1. POKOK-POKOK PEMBAHASAN

 

Beberapa DIM RUU tentang Pemberantasan KUHP yang dilakukan pembahasan, diantaranya sebagai berikut:

  1. Benny K Harman (F-Demokrat):

Kita akan mendengarkan masukan para ahli yang kita minta untuk menjadi Proofreader dalam pembahasan RUU KUHP, setelah itu kita lanjutkan dengan tahapan pembahasan kemudian kita tutup. Sebagaimana kita sepakati, dalam rapat panja tanggal 13 Juni 2017 yang lalu, kurang lebih 4 bulan sudah, dalam rapat panja pada saat itu diputuskan yang pertama pemerintah diminta untuk menyiapkan Proofreader, yang tugasnya adalah membaca, meneliti, dan mempelajari kembali isi keseluruhan RUU KUHP termasuk penjelasannya yang telah kita bahas dalam rapat panja. Tujuannya pada waktu itu adalah semacam quality control pertanggungjawaban akademik, karena rancangan undang-undang ini bobot akademiknya jauh lebih banyak, boleh dibilang tidak ada bobot politiknya, sedikit-sedikit saja. Kemudian yang kedua tugas Proofreader adalah untuk membaca dan menilai apakah ada rumusan-rumusan yang tidak jelas, apakah ada rumusan yang ambigu, ada rumusan yang satu pasal dengan pasal lain, satu ayat dengan ayat lain inconsistence/ tidak konsisten atau bertabrakan. Kemudian apakah ada pasal yang kita susun tapi susah dimengerti. Intinya membuat rumusan yang kita bikin bisa dimengerti, jelas maksudnya, jelas isinya, tidak ada interpretasi. Untuk menutup interpretasi itu kita buat dalam rumusan atau dalam penjelasan nanti. Saya usulkan untuk tahap pertama ini, kita persilahkan pemerintah untuk memberikan semavam pemaparan seperti apa hasil Proofreader yang dilakukan dan apakah ada pasal-pasal yang waktu itu sudah kita sepakati yang mungkin tidak jelas rumusannya atau tidak konsinten dengan pasal lain atau mungkin menimbukan interpretasi yang macam-macam. Mungkin besok kita mulai bahasan pasal per pasal rumusannya sampai selesai buku ke-I ini, lalu kita masuk ke buku II. Harapan saya kalau tidak banyak perubahan buku ke-I ini bisa kita selesaikan 1 atau 2 hari ini.

  1. Tim Pemerintah (Muhaimin Abdi):

Dapat kami sampaikan bahwa pemerintah dengan instansi terkait, dari Polri hadir, dari Kejaksaan hadir, BNN hadir, dan ada Proofreader yang selama ini mendampingi di dalam pembahasan RUU KUHP, ada Prof. Muladi, ada Pak Dahana Putra selaku direktur di Direktoral Perancangan Peraturan Perundang-undangan, kemudian ada Prof. Eddy, kemudian ada Prof. Marcus, kemudian ada Dr. Hanafi, kemudian ada Pak Agus Haryadi, Prof. Dr. Widodo Ekatjahjana selaku Dirjen Peraturan Perundang-undangan, ada Pak Sonata dari Kejaksaan kemudian Pak Muzakir. Sebelum membahasa buku I Prof. Muladi akan menyampaikan hal-hal yang terkait dengan perumusan RUU KUHP ini, namun dapat kami informasikan Ibu Kepala BPHN dan Prof. Tuti izin ke Amerika (Pansus RUU Teroris), oleh karena itu saya pemain pengganti, Saya Muhaimin Abdi Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia.

  1. Muladi (Proofreader):

Tadi pagi sampai siang Tim ini telah berdiskusi mengenai beberapa hal untuk menghadapi pertemuan ini, dan saya akan menyampaikan reminder atau apa yang telah kita sepakati pada masa lalu yang bisa kita jadikan pegangan, yang pertama adalah kesepakatan kita bahwa sifat rancangan KUHP ini merupakan rekodifikasi terbuka tapi terbatas dalam arti terbuka tetapi khusus bagi tindak pidana khusus yang memerlukan penanganan yang spesifik dan juga tindak pidana administratif, karena perubahan-perubahannya di belakang jika permasalahannya sangat besar, sangat mendasar, dan bersifat sistemik bagi yang bersifat filosofis structural, subtantif maupun structural. Dalam suatu control mekanisme yang satu dan posisi buku ke- I yang sarat dengan asas hukum pidana merupakan pengendali system baik internal KUHP maupun hal-hal yang akan diatur secara eksternal diluar KUHP sebagai kodifikasi terbuka terbatas tadi. Yang kedua, kodifikasi terbuka terbatas ini mencerminkan berbagai misi yang sangat cukup padat, pertama misi the colonialisasi sekaligus indonesiasi, yang kedua misi konsolidasi, yang ketiga misi harmonisasi, yang ke empat aktualisasi terhadap perkembangan doktrin dan pengetahuan hukum pidana, kemudian humanisasi, selanjutnya sinkronisasi vertical dan horizontal, kemudian apresiasi terhadap delik administrasi secara terukur dan bersifat komplementer. Satu persatu ingim kami sampaikan, yang pertama misi The Colonialisasi dan Indonesiasi tercermin dari langkah-langkah berupa menghapuskan berbagai karakter colonial sifat hukum pidana yang bertumpu pada filosofi hukum pidana perbuatan, dan pasal-pasal colonial yang bersifat delik formil dijadikan delik materil, kecenderungan kriminalisasi yang berlebihan, pada buku ke-III atau Wetboek Van Strafrecht yang lama harus dihapuskan artinya diseleksi mana yang perlu dimasukan dalam buku-2 nantinya, disamping sifatnya yang tidak lagi sesuai dengan perkembangan. Ketiadaan tujuan pemidanaan dan pedoman pemidanaan, jenis, berat, ringan, serta syarat pidana dilaksanakan kita mantapkan, kita adakan yang semula tidak ada. Kita bertumpu pada Filosofi Keadilan Retributif yang sampai saat ini masih berlaku atau berdasarkan pembalasan semata-mata. Tidak diapresiasinya hukum yang hidup dalam masyarakat atau hukum pidana adat dalam ketiadaan delik terhadap Ideologi Pancasila, ini semuanya sudah kita lengkapi. Kemudian mengenai misi konsolidasi yang berkaitan dengan 3 permasalahan pokok hukum pidana, sehubungan dengan perkembangan masif perundang-undangan hukum pidana di luar KUHP sampai saat ini yang luar biasa yang sering kali menyimpang dari asas-asa umum yang diatur di dalam buku I KUHP. Kemudian misi harmonisasi terhadap doktrin dan asas-asas hukum pidana antar bangsa dan internasional misalnya Statuta Roma, yang bersumber pada Hukum Publik Internasional, serta Hukum Pidana Transnasional yang bersumber dari tap-tap antar bangsa yang berupa konvensi internasional baik yang sudah di ratifikasi maupun yang belum di ratifikasi contohnya adalah Pelanggaran Berat HAM, kemudian UNCAC Korupsi yang kita juga sesuaikan, kemudian convention tentang kejahatan transnasional terorganisasi tahun 2000 yang sudah diratifikasi, namun belum resmi teratifikasi dalam hukum nasional, alternative pidana kemerdekaan jangan hanya bertumpu pada pidana kejahatan tetapi juga pada pidana sosial, pidana pengawasan dan sebagainya. Keadilan Restoaktive untuk pidana anak. Delik-delik tipikor baru UNCAC yang diuraikan dan wilayah terotorial dalam hukum laut, untuk melaksanakan asas teritorialitas dalam buku I. Kemudian mengenai aktualisasi antara lain tentang filosofi hukum pidana yang berorientasi baik pada perbuatan dan orang atau pelaku yang mengapresiasi juga hak-hak pelaku tindak pidana dan korban tindak pidana. Pertanggungjawaban korporasi secara umum sudah kita lakukan yang semula hanya berlaku untuk tindak pidana khusus di luar KUHP kemudian kemudian bisa berlaku untuk semua tindak pidana kecuali tindak pidana itu menyatakan apabila tidak bisa diperlakukan kejahatan koruptif dalam pertanggungjawaban korporasi. Kemudian humanisasi terkait dengan delik terhadap HAM, perhatian terhadap syarat kriminalisasi (actus reus) yang ketat, pertanggungjawaban pidana (mens rea) dan rumusan sanksi pidana dan tindakan yang dirumuskan secara bersama-sama yang nanti masih perlu dibahas. Kemudian sinkronisasi vertical berkaitan dengan berbagai keputusan MA yang bersifat final dan mengikat, contoh delik perbuatan tidak menyenangkan dan penghinaan terhadap presiden dan simpulsasi horizontal terhadap perundang-undangan yang sengaja. Misi yang terkait dengan perkembangan delik administrasi yang terjadi secara masif yang mencantumkan sanksi pidana diapresiasi bersifat malaperse atau perbuatan itu bersifat jahat dan merupakan tindak pidana yang independen, contoh beberapa tindak pidana lingkungan hidup misalnya. beberapa hal yang menonjol pada masa lalu yang sudah kita putuskan hal-hal sebagai berikut, pertama pengaturan tindak pidana khusus di luar KUHP yang dulu sering terjadi perdebatan apakah ini Extra Ordinary Crime, dan di dalam KUHP hanya diatur Core Crimenya saja, sebagai bentuk konsolidasi hukum pidana materil yang mencerminkan kodifikasi terbuka terbatas, tindak pidana khusus tersebut yaitu pelanggaran berat HAM, terorisme, tindak pidana korupsi, narkotika dan psikotropika, serta pencucian uang. Tindak Pidana Khusus ini antara lain keterkaitan dengan Hukum Acara Khusus, penyimpangan dari asas-asas hukum pidana materil, adanya lembaga penegak hukum yang bersifat khusus, misalnya KPK, kemudian keterkaitan dengan konvensi-konvensi internasional, dan adanya tipe kutukan masyarakat yang sangat berlebih dan sifatnya Supermalaperse yang sangat jahat. Yang kedua, langkah antisipasi perlu diatur dalam core crime adalah tindak pidana kejahatan perang dan agresi yang diatur dalam Statuta Roma 1998 yang belum diratifikasi dan tidak masuk dalam undang-undang no. 26 tahun 2000, dan beberapa kejahatan ulang konvensi UNCC Tahun 1993 yang belum ditindaklanjuti pasca ratifikasi yaitu tindak pidana memperdagangkan pengaruh, memperkaya secara tidak sah, korupsi di lingkungan swasta dan penyapan terhadap pejabat internasial dan organisasi internasional ini kita masukan yang menambah area responsibility dari KPK misalnya. Keberadaan hanya dua buku yaitu ketentuan umum dan tindak pidana karena buku III sudah tidak bisa sesuai lagi dengan keadaan dan tidak konsisten dijalankan, sehingga dalam KUHP hanya ada dua buku yaitu Buku I Tindak Pidana dan Buku II Ketentuan Umum. Kemudian pengaturan tindak pidana persiapan untuk delik-delik tertentu misalnya terorisme, pemberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat (the living law) dengan filter pancasila, UUD 1945 dan HAM yang berpengaruh sebagai penggunaan ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsi positif, perlu dilakukan langkah untuk mengkompilasi hukum adat tersebut secara tertulis, pengaruh hukum adat tersebut antara lain perumusan tujuan pemidanaan, berupa penyelesaian konflik tindak pidana adat dan sanksi adat dan dengan filosofi mengembalikan keseimbangan cosmos, dan kompilasi hukum adat ini sebagai pedoman menjadi penting untuk memberikan jalan tengah keragu-raguan tentang sifat tidak tertulis sehingga dipenuhilah asas legalitas yaitu yang berisi pengaturan lebih dulu, kemudian yang tertulis, kemudian yang tajam dan yang memenuhi syarat-syarat asas legalitas. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi secara umum ini sangat kita pentingkan karena kecenderungan Internasional. Permusan tujuan dan hakekat pemidanaan serta pedoman pemidanaan yang bersifat theologis mengarah ke depan dan tidak mengarah ke belakang, ini dirumuskan dalam tujuan dan hakekat pemidanaan yang tidak boleh merendahkan martabat manusia serta pedoman pemidanaan serta jelas pertimbangan hakim ini dalam menjatuhkan pidana. Pengembangan alternatif pidana kemerdekaan ini menjadi penting untuk mengurangi populasi penjara dan hal-hal lain yang menghilangkan stigmatisasi yang terjadi dan system tindakan yang kita kembangkan pidana bersifat semi pemerintahan dan tindakan bersifat mendidik. Diaturnya pidana tutupan yaitu tindak pidana yang bermotif politik, artinya dengan motif yang dapat dihormati dan pidana mati bersyarat sebagai jalan tengahnya. Jadi mengenai pidana mati ini sikap kita adalah sekalipun ada anjuran PBB dua hari yang lalu untuk menghapuskan pidana mati, tetapi PBB dalam hal ini tidak konsisten karena tetap mengizinkan pidana mati dengan syarat-syarat tertentu dalam penjatuhannya. Kita tetap masuk dalam kelompok retensionis mempertaruhkan pidana mati, tetapi untuk mempertemukan antara kelompok abolisionis dan kelompok retensionis kita mengusulkan pidana mati bersyarat yang bisa dirubah menjadi pidana seumur hidup dengan syarat-syarat tertentu. Ada ketentuan tentang minimum khusus yang terkait dengan disparitas hukum pidana, jadi minimum khusus misalnya 4 tahun itu dilakukan penting untuk mengurangi disparitas pidana, yaitu penjatuhan pidana yang berbeda-beda terhadap tindak pidana yang sama supaya hakim tidak terlalu bebas agar ditekan ke atas minimumnya dan minimum khusus diperlukan hanya parameternya memerlukan satu sikap yaitu kalau tindak pidana berat misalnya tindak pidana khusus, juga menyangkut transnasional organized crime (kejahatan terorganisasi), tindak pidana yang jadi pidana mati, pidana seumur hidup dan pidana 20 tahun penjara itu perlu minimum khusus, mungkin ada yang lain-lain, kemudian juga perumusan tindak pidana yang sifatnya alternatif atau alternatif kumulatif ini lagi dibahas parameter-parameternya.

  1. Marcus (Proofreader):

Kami dari anggota Proofreader, karena mengingat begitu banyaknya begitu komplexnya permaslahan yang dibahas didalam RUU KUHP ini maka dari beberapa Proofreader ini terpaksa berbagi tugas untuk meneliti sesuai dengan tugasnya masing-masing, misalnya Dr. Muzakir untuk menyisir keseluruhan pasal-pasal yang ada di dalam KUHP ini terkait dengan bobot dari sifat berbahayanya perbuatan, jadi supaya lebih sistematis maka khususnya di dalam delik yang berkualifikasi kita menemukan ada beberapa sifat budaya perbuatannya itu tidak berurutan, Prof. Muzakir sudah melakukan suatu penelitian, melakukan suatu pengkajian sehingga menyisir kembali perbuatan-perbuatan itu dilihat dari sisi sifat berbahayanya suatu perbuatan, kemudian diurutkan supaya nanti didalam memberikan pembobotan sanksi pidana itu lebih mudah. Kepada Prof. Eddy O.S Hiariej diberi tugas untuk menyisir tentang tindak pidana-tindak pidana yang didalamnya itu memuat unsur melawan hukum. Di dalam hukum pidana merupakan sifat konstitutif dari setiap delik, tetapi ada delik yang secara tegas mencantumkan unsur melawan hukum namun ada juga delik yang tidak secara tegas mencantumkan unsur melawan hukum. Kemudian Prof. Eddy ditugasi untuk menyisir beberapa pasal yang mana yang harus ada unsur melawan hukumnya dan delik-delik mana yang tidak perlu memuat unsur melawan hukum karena dari sisi perbuatan itu sudah mecerminkan sifat melawan hukumnya perbuatan. Saya ditugasi untuk menyisir beberapa delik yang bersifat sengaja, karena dalam buku I pasal 41 itu secara tegas dikatakan bahwa yang dapat dipertanggungjawabkan itu adalah yang dilakukan dengan sengaja atau karena kealfaan, perbuatan yang dilakukan dengan sengaja itu didalam hukum pidana bisa tercermin di dalam rumusan delik itu yang menggunakan kata kerja, namun tidak semua delik itu dirumuskan dengan kata kerja, kadang-kadang unsur dengan sengaja itu dapat kita lihat melalui misalnya unsur “dengan maksud”, “diketahui lebih dahulu” atau “dengan tujuan”. Saya bertugas untuk menelusuri delik-delik tersebut untuk kemudian mana yang lebih tepat digunakan “dengan masksud”, “diketahui lebih dahulu” atau “dengan tujuan” dan sebaginya. Supaya kemudian itu nanti lebih mudah didalam proses pembuktiannya.  Kami sudah berusaha dengan secara maksimal, kemudian kita rumuskan kembali, kita tuangkan kembali di dalam hasil yang menjadi bagian atau bahan yang disampaikan pemerintah.

  1. Eddy O.S Hiariej (Proofreader):

Pada buku I sudah tidak ada kendala lagi, artinya kita sudah sepakat apa yang kemudian sudah dihasilkan sebelumnya, hanya mungkin ada beberapa perubahan redaksional yang bersifat teknis saja. Buku I saya kira tidak memakan waktu lama, sementara yang buku II kita baru sampai pasal 431, jadi kita bahas betul-betul pasal perpasal itu. Kita menyisir dari 778 pasal itu baru 431, tapi kalau buku I kita sudah oke. Setelah kita melakukan pendalaman ada penjelasan, seperti legalitas materil kita bisa sepakat bahwa inilah yang dimaksud legalitas materil seperti yang disampaikan Prof. Muladi, jadi ada pengakuan terhadap hukum adat.

  1. Benny K Harman (F-Demokrat):

Saya mengusulkan usulan revisi yang disampaikan oleh Pemerintah dengan catatan tadi tidak ada perubahan subtansi, kecuali style redaksi. Saya usulkan untuk sepenuhnya disepakati dan untuk kita terima. Lalu kita serahkan ke ahli bahasa, misalnya menimbang bagian B “menciptakan keseimbangan”, ini kan kata-kata yang belum selesai, menciptakan keseimbangan antara apa?, atau mungkin frasa “menciptakan keseimbangan” tidak perlu masuk.

  1. Kejaksaan Agung:

Di pertemuan terakhir kami juga diberi PR untuk menyisir dalam hal dimungkinkan ada permasalahan-permasalahan dipelaksanaan hukumnya. Kemudian berkaitan juga dengan kewenangan dan kesempatan ini juga dapat kami sampaikan beberapa hal yang mungkin sifatnya sangat subtantif dalam hal prtanggungjawaban korporasi, tadi dijelaskan bahwa mungkin sebagian besar pada umumnya ada di buku I, dalam perkembangannya kami menemukan dinamika-dinamika hukum terkait korporasi, terakhir ada FGD terkait korporasi, disitu ada temuan bahwa ternyata di Buku I ini juga belum diatur mengenai hapunya kewenangan melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan pidana korporasi, takutnya disitu ada timbul permasalahan hukum, karena kita trendnya ke depan untuk dapat memajukan korporasi sebagai subjek hukum pidana.

  1. Muladi (Proofreader):

Mengenai korporasi saya kira suatu hal yang baru di dalam KUHP, karena kalau kita mengikuti KUHP sekarang Pasal 59 dinyatakan bahwa dalam hal pertanggungjawaban, yang bisa dipertanggungjawabkan itu adalah manusia alamiah seperti kita-kita ini dan korporasi tidak bisa dipertanggungjawabkan untuk semua delik yang ada dalam KUHP. Sejak tahun 1995 perkembangan di luar KUHP dari 80 UU menyatakan bahwa korporasi itu bisa dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana sebagai pelaku. Disni yang menjadi masalah adalah yang disebut sebagai kerangka politik atau konseptual yang mendukung. Jadi memang perdebatan lama sekali tetapi akhirnya diberbagai Negara dan di UN itu diputuskan bahwa korporasi bisa menjadi subjek hukum pidana dengan melalui teori identifikasi dalam arti apabila tindak pidana dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai jabatan dalam suatu korporasi, kalau perusahaan itu setingkat manager dan sebagainya yang merupakan penentu kebijakan di korporasi itu melakukan delik untuk kepentingan korporasi, maka korporasi itu jadi pertanggungjawaban disamping pelaku-pelaku yang sifatnya alamiah atau pengurus-pengurus tadi bisa dalam bentuk penyertaan dan sebagainya.

  1. TB Soenmandjaja (F-PKS):

Tentu kami berterima kasih atas selesainya satu bagian dari pekerjaan kita dalam Pansus KUHP ini, memang say abaca sepintas ada beberapa yang banyak pertanyaan tampaknya begitu. Seandainya saya mengambil jalan pintas saja, kita ada waktu 1 atau 2 jam untuk membaca ini, kalau besok ada pertemuan lagi mungkin kita sudah punya catatan. Karena masalah pidana itu menyangkut orang-orang kecil, menyangkut masyarakat tepatnya, dibuat ayat sedemikian rupa sehingga masyarakat paham, jadi UU ini bukan hanya milik para terpelajar saja, bukan penyelenggara hukum saja tetapi masyarakat begitu banyak yang tidak paham akan bahasa-bahasa ini mungkin perlu lebih disederhanakan sejauh prinsip hukum dan perundang-undangan masih terkandung di dalamnya.

  1. Taufiqulhadi (F-Nasdem):

Kita melihat ini adalah tidak ada hal yang berubah secara subtansi, tetapi ini adalah perbaikan dari kalimat dan sebagainya. Jadi ini memang tidak perlu kita diskusikan, tetapi kalau ada hal yang subtantif nanti kita bicarakan di raker. Saya setuju seperti yang disampaikan oleh pimpinan.

Catatan:

  1. Hasil Buku Kesatu yang disiapkan oleh Pemerintah yang telah dikaji oleh Proofreader disetujui Timus dan Timsin.
  2. Ahli Bahasa membaca dan meneliti kembali naskah Buku Kesatu sebagimana dimaksud pada angka I.
  3. Penjelasan makalah Prof. Muladi tanggal 9-10-2017 dimasukan kedalam penjelasan umum.
  4. Pemerintah dan Para Ahli (Proofreader) melanjutkan penelitian terhadap Buku Kedua hasil Panja untuk dilaporkan dalam TIMUS dan TIMSIN.

 

Rapat TIMUS RUU KUHP ditutup pukul 21.01 wib.

Unduh Hasil Akhir

Leave a Reply