Legislator PKS: Banyak Polemik pada Revisi UU KUHP

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembahasan revisi UU KUHP oleh DPR RI dan pemerintah masih membicarakan sejumlah pasal yang menjadi polemik dan belum mencapai kesepakatan. Selain pasal soal perzinahan, pasal tentang penghinaan kepala negara juga masih belum ada kesepakatan.

“Pasal-pasal yang menjadi polemik, antara lain, soal perzinahan, kumpul kebo dan perbuatan cabul dengan sesama jenis. Pasal lainnya, seperti penghinaan terhadap kepala negara,” kata Angota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil pada diskusi “Forum Legislasi: Polemik Revisi UU KUHP” di Komplek Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Menurut Nasir Djamil, Indonesia adalah negara berketuhanan dan hal ini diatur dalam Pancasila maupun UUD NRI 1945 sebagai dasar negara dan ideologi bangsa. Namun dalam perkembangannya saat ini seiring dengan kemajuan teknologi, menurut dia, Indonesia memasuki kondisi neolib nilai-nilai sosial, yakni menjadi liberal.

Dalam kondisi neolib, Nasir Djamil melihat, publik berusaha menghilangkan peran negara terhadap warga negara Indonesia. “Warga negara tidak ingin negara terlalu mencampuri urusan pribadi setiap warga negara,” katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melihat, persoalan pribadi warga negara Indonesia, tidak semuanya positif baik untuk lingkungan maupun ketahanan negara. Nasir mencontohkan, adanya perilaku penyimpangan seksual seperti, hubungan sesama jenis baik sesama laki-laki maupun sesama perempuan.

“Persoalan-persoalan tersebut, memiliki dampak negatif di tengah masyarakat, juga berdampak terhadap ketahanan negara dan persatuan bangsa,” katanya.

Karena itu, kata Nasir, persoalan penyimpangan seksual ini dusulkan diatur dalam revisi UU KUHP. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodiq Mujadid mengatakan, perilaku penyimpangan seksual seperti perzinahan maupun hubungan sesama jenis, secara tegas dilarang dalam ajaran agama sehingga hukum negara juga harus sejalan dengan hukum agama.

Dalam mengusulkan pasal perzinahan dan hubungan seks sesama jenis, kata dia, harus memahami substansi dan dampak negatifnya di tengah masyarakat.

Leave a Reply