Menurut Komnas HAM Ada Ketidaktepatan Istilah dalam RUU KUHP
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Rhociatul Aswidah menyampaikan ada beberapa ketidaktepatan atau ketidakakuratan istilah dalam RUU KUHP.
Salah satunya yaitu penggunaan judul atau nomenklatur yang digunakan dalam Bab IX Draf RUU KUHP yaitu “Tindak Pidana HAM yang Berat”.
Dalam pandangan Komnas HAM, kata Rhoicatul, nomenklatur ini tidak tepat baik dilihat dari segi tata bahasa maupun maknanya.
“Istilah ‘Pelanggaran HAM yang Berat’ merupakan istilah umum, bukan istilah hukum. Bagi kesepadanan yang tepat dalam bahasa Indonesia seharusnya disebutkan saja kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi,” kata Rhoicatul di Jakarta, Rabu (14/6/2017).
Ketidaktepatan lainnya yaitu tindak pidana dalam RUU KUHP yang merujuk pada kejahatan internasional yang diatur dalam Statuta Roma 1998.
Namun, lanjut Rhoicatul, Komnas HAM mencermati bahwa rumusan tindak pidana dalam Bab IX tentang Tindak Pidana HAM yang Berat tidak mengadopsi secara akurat rumusan pasal-pasal dalam Statuta Roma.
RUU KUHP juga mengandung ketidaktepatan pengaturan tanggungjawab komandan dan atau atasan lainnya dengan meletakkan pengaturan tersebut pada Buku II.
Jika diletakkan pada Buku II berarti mengkategorikan tanggung jawab komandan sebagai tindak pidana. Padahal tanggung jawab komandan bukanlah tindak pidana.
“Tetapi merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban pidana (modes of criminal responsibility). Seharusnya tanggung jawab komandan diletakkan pada Buku I, yakni pada Bab II tentang Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana,” imbuh Rhoicatul.
Terakhir, Rhoicatul mengatakan rumusan tanggung jawab komandan pada RUU KUHP juga merupakan kopian dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Dia bilang, ini berarti mengulangi kesalahan yang terjadi. Kesalahan yang terjadi dalam UU 26/2000 itu salah satunya adalah menerjemahkan frasa “committing or about to commit” sebagaimana diatur pada Pasal 28 Statuta Roma menjadi “melakukan atau baru saja melakukan”.
“Padahal seharusnya terjemahannya adalah ‘sedang melakukan atau akan melakukan’,” pungkas Rhoicatul.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2017/06/14/22560211/menurut.komnas.ham.ada.ketidaktepatan.istilah.dalam.ruu.kuhp