Nasib Kodifikasi dalam RKUHP Segera Ditentukan
“Panja R KUHP Komisi III harus cermat menghitung implikasi dan nasib tindak pidana khusus yang akan masuk di KUHP, akan ada banyak masalah jika kodifikasi yang diinginkan Pemerintah dalam R KUHP tetap dipaksakan ”
Peraturan peraturan pidana yang saat ini berada diluar KUHP memiliki peranan sentral dalam perkembangan hukum pidana Indonesia dewasa ini, namun model kodifikasi yang dianut dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) akan mengharuskan semua ketentuan pidana di luar KUHP dimasukkan dalam RKUHP. Konsep kodifikasi tersebut berupaya untuk mencegah munculnya pengaturan asas-asas hukum pidana baru dalam undang-undang di luar KUHP terutama yang tidak terintegrasi dalam Ketentuan Umum dalam Buku I KUHP; dan mencegah kriminalisasi yang terbentuk dalam undang-undang di luar KUHP, baik bersifat umum maupun khusus yang menyebabkan terjadinya duplikasi dan triplikasi norma hukum pidana.
Rencana kodifikasi ini tertuang dalam buku II R KUHP tentang toindak pidana dan ketentuan Pasal 218 yang menyatakan, “Ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab V Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana menurut peraturan perundang‑undangan lain, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang.”
Sampai saat ini, pembahasan ketentuan kodifikasi ini masih di pending oleh Panja R KUHP. Fraksi-fraksi masih belum menetukan sikap akhir dalam memutuskan mengenai kententuan tersebut.
Dari segi tujuannya itu, ICJR dan Aliansi Nasional reformasi KUHP, masih sepakat dengan apa yang di inginkan oleh pemerintah, namun yang terjadi adalah R KUHP ternyata mengadopsi Kodifikasi secara tidak cermat, ada banyak terjadi perubahan tindak pidana khusus yang dimasukkan dalam R KUHP. Di samping itu model kodifikasi mengisyaratkan adanya RUU transisi pelaksanaan KUHP baru, yang sampai sekarang tidak pernah di hasilkan oleh pemerintah. Tanpa adanya RUU transisi KUHP, bisa diduga pelaksanaan kodifikasi KUHP d imasa depan akan mendapati banyak kendala serius.
Aliansi Nasional Reformasi KUHP memprediksi bahwa model kodifikasi ini akan memicu timbulnya dilema. Di satu sisi, RKUHP 2015 membuka peluang pengaturan hukum pidana di luar KUHP, namun di sisi sebaliknya beberapa tindak pidana yang telah di atur di luar KUHP dipaksakan masuk dengan adopsi yang tidak sempurna. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakjelasan, serta konflik antara RKUHP dan instrumen hukum yang memuat ketentuan pidana di luar KUHP tersebut.
Ruang Lingkup Tindak Pidana | Undang-Undang yang memuat ketentuan pidana | Pengaturannya di RKUHP |
Terorisme | Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Pasal 6, dan Pasal 7). | Pasal 249 dan Pasal 250 RKUHP |
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahandan PemberantasanTindak pidana PemberantasanTerorisme (Pasal 4,5,6) | Pasal 254, 255, dan 256 RKUHP | |
Undang-undang Nomor 9Tahun 2008 Pasal 14 huruf c dan d tentang Penggunaan Bahan Kimia Dan Larangan Penggunaan Bahan Kimia Sebagai Senjata Kimia | Pasal 253 RKUHP | |
Pelanggaran HAM Berat | Genosida dalam No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAMKejahatan Terhadap Kemanusia dalam UU No 26 Tahun 2000 Pengadilan HAM | Genosida: Pasal 400 ayat (1) dan (2)
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan |
ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) | UU No 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronikPasal 27 ayat (1), Pasal 30, 31,32, 33
UU No 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi Pasal 40 mengenai intersepsi/penyadapan |
Pasal 378, 379, 380, 381, 382, 383, dan 384 RKUHP (terdapat beberapa pengaturan di ITE yang tidak dimasukkan ke RKUHP contohnya Pasal 27 ayat (3) ITE (pencemaran nama baik melalui ITE) penyadapan dimuat dalam pasal 302, 303, 304, dan 305 R KUHP |
Tindak Pidana Lingkungan | UU No 32 Tahun 2009 | Pengaturan di RKUHP diatur hanya mencantumkan lex generalisnya. Sehingga pengaturan pasalnya hanya bersifat umum di RKUHP |
Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika | UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika (semua ketentuan pidananya dimasukkan ke dalam RKUHP)
UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika (semuan ketentuannya pidananya ditarik, namun yang dimasukkan hanya lex generalisnya) |
Pasal 507 sampai dengan Pasal 525 untuk UU nomor 35 Tahun 2009
Pasal 526 sampai dengan 534 untuk UU Nomor 5 Tahun 1997 |
Tindak pidana Membawa senjata api , amunisi bahan peledak dan senjata lain | UU NO 12 Drt/1951 tentangMengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (Stbl. 1948 Nomor 17) Dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 | Pasal 296, 297, dan 357 RKUHP |
Tindak Pidana Pornografi | UU No 44 Tahun 2008 tentang pornografi semua ketentuan pidana dimasukkan ke dalam RKUHP | Pasal 470 sampai dengan Pasal 480 |
Tindak pidana perdagangan orang | UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak pidana Perdagangan Orang. Memasukkan semua pasal dalam BAB II “tindak pidana Perdagangan Orang”. Namun untuk Bab III tentang “tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang lain” tidak dimasukkan ke RKUHP | Pasal 555 sampai dengan Pasal 564 RKUHP. Dengan penambahan pengaturan tentang perdagangan orang dikapal pada Pasal 565 sampai dengan 567 RKUHP |
Tindak Pidana Korupsi | UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi.Memasukkan semua pasal dalam BAB II tentang “Tindak Pidana korupsi” ke RKUHP. Namun untuk BAB III tentang “Tindak Pidana Lain yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi” tidak dimasukkan | BAB XXXIII “Tindak Pidana Korupsi” Pasal 687 sampai dengan Pasal 706 |
Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
|
UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga semua ketentuan pidananya | Pasal 598 sampai dengan Pasal 602 RKUHP
|
Tindak Pidana terhadap Cagar Budaya | UU No. 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya Pasal 101 dan 104 | Pasal 664 dan 665 RKUHP |
Tindak Pidana Pencucian uang | UU No 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemebrantasan Tindak Pidana Pencucian uang. Memasukkan semua ketentuan dalam BAB II “Tindak Pidana Pencucian Uang “ke dalam RKUHP. | Pasal 760 sampai dengan Pasal 767 RKUHP |
Tindak Pidana Pemilihan Umum | UU Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai PolitikUndang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden | Diatur secara lex generalis pengaturannya di RKUHP, sesuai Pasal 276 sampai dengan 280 RKUHP |
Tindak Pidana Terhadap Penodaan Bendera Negara Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan | UU No 24 Tahun 2009 Tentang bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan (Pasal 24, 57, 64) | Pasal 281, 282, 283 RKUHP |
Tindak Pidana Penggunaan Ijazah atau Gelar akademik Palsu | UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional (Pasal 67.68.69) | Pasal 318 RKUHP |
Tindak pidana Pelayaran | UU No 17 Tahun 2008, segala ketentuan pidana dimasukkan ke RKUHP | Pasal 375, dan BAB XXXIV tentang Tindak Pidana Pelayaran dari Pasal 707 sampai dengan Pasal 741 RKUHP |
Tindak Pidana kesehatan | UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan (Pasal 192 (aborsi) dan 194 (Transplantasi Organ)) | Pasal 398 RKUHP: tentang Trasplantasi dan memperjualbelikan organ tubuhPasal 589, 590, 591, dan 592 RKUHP tentang aborsi |
Tindak Pidana terhadap anak | UU Perlindungan anak Nomor 35 Tahun 2014 . semua larangan di UU perlindungan anak dimasukkan ke RKUHP. | Delik tersebar dalam berbagai BAB |
Tindak Pidana Hak Kekayaan Intelektual | Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (Pasal 54)
Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Pasal 42) .
Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten (Pasal 130, Pasal 131, Pasal 132, Pasal 133, dan Pasal 134).
Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, dan Pasal 95 ).
Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, dan Pasal Pasal 118). |
Termuat dalam Pasal 629 dan 630 RKUHP, hanya dicantumkan secara lex generalis. |
Tindak Pidana Perasuransian | UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian | Pasal 631, 632, 633, dan 634 RKUHP |
Tindak Pidana Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak sehat | UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak sehat (Pasal 48 dan 49) | Pasal 635, 636, 637 RKUHP |
Tindak Pidana Pemalsuan Surat Utang negara | UU Nomor 24 Tahun 2012 tentang Surat Utang Negara Pasal 19 | Pasal 645 RKUHP |
Tindak Pidana Penerbangan | UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan. Segala termuat pada BAB XXII tentang ketentuan pidana semuanya dimasukkan ke RKUHP | BAB XXXV tentang Tindak Pidana Penerbangan dan Tindak Pidana Terhadap Sarana serta Prasarana Penerbangan |
Masalah utama dalam kebijakan kodifikasi R KUHP adalah perubahan yang terjadi dalam penggabungan tindak pidana di luar KUHP ke dalam Buku Kedua RKUHP. Penggabungan tersebut seolah ingin menggambarkan kodifikasi dalam RKUHP. Namun jika melihat penjabaran lebih lanjut mengenai kualifikasi delik dengan pembagian bab nampaknya Tim Perumus hanya sekedar memasukkan pasal-pasal saja tanpa memperhatikan hubungan antara kualifikasi delik dan penempatan dalam bab-bab, bahkan terjadi pula perbedaan rumusan elemen kejahatannya. Persoalan ini membawa implikasi serius dimana perbedaan rumusan elemen kejahatan akan melemahkan tingkat kejahatan yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang terpisah. Sebagai contoh dari monitoring aliansi, ada beberapa aturan tindak pidana khusus yang di luar KUHP ketika di masukkan ke R KUHP mengalami kemunduran. Misalnya, Tindak pidana Narkotika, Tindak pidana Pelanggaran HAM yang berat, Tindak pidana perdagangan Manusia, tindak pidana pencucian uang, dan lain sebagainya.
Disamping itu, Pemerintah dan DPR justru banyak mendorong RUU baru yang menambahkan jenis tindak pidana baru. Sikap inkonsistensi pemerintah yang cenderung terus menerus mengusulkan rancangan peraturan pidana di luar KUHP. ini akan berdampak pada pembahasan kodifikasi R KUHP. Hal ini terlihat seperti dalam revisi UU terorisme yang memberikan jenis pidana baru, rencana Revisi UU narkotika, RUU Minol yang memilki banyak tindak pidana baru dan UU ITE revisi. Seharusnya pemerintah tidak mendorong RUU sektoral yang ada dalam daftar Prolegnas yang masih memuat ketentuan pidana di luar RKUHP dan memindahkannya ke dalam RKUHP.
Karena itu pemerintah dan (khususnya) DPR perlu untuk melakukan kajian yang mendalam dan bersikap cermat, terhadap dampak yang akan timbul dengan penggunaan model kodifikasi total terhadap aturan-aturan pidana di Indonesia. Utamanya jika akhirnya RKUHP resmi disahkan menjadi KUHP baru. Jangan sampai RKUHP yang nantinya diharapkan menjadi KUHP baru justru menghasilkan kumpulan tindak pidana yang kacau dan membingungkan penegakan hukum.