Pro Kontra Hukuman Mati Warnai Rapat Panja RUU KUHP
Ada beberapa perbedaan pendapat antara Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-undang Kitab undang-undang hokum pidana (RUU KUHP) Komisi III DPR RI dengan Pakar Hukum Pidana. Salah satunya terkait keberadaan hukuman pidana mati. Hal tersebut terungkap dalam rapat yang digelar di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Senin (18/1).
“Pidana mati merupakan Pidana Pokok khusus. Ini merupakan bagian dari hukuman yang menimbulkan efek jera. Tidak manusiawi memang, tetapi lebih tidak manusiawi lagi si pelaku yang sudah membunuh orang lain, bahkan bisa membuat ratusan orang lainnya terbunuh juga,”ungkap anggota Komisi III DPR RI,Muhammad Syafi’i.
Hal senada juga diungkapkan anggota Komisi III lainnya, M Nasir Djamil. Dimana pihaknya berharap tetap hukuman mati tetap dicantumkan dalam hukuman pokok. Bahkan MK (Mahkamah konstitusi) juga telah menolak uji materi terhadap keberadaan hukuman mati itu.
“Saya pernah mendengar hakim MA (Mahkamah Agung) menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa yang tega membunuh ibunya bahkan di depan anak kandung yang kemudian ikut juga dibunuhnya. Karena di dalam kitab suci Al Quran juga tercantum bahwa membunuh satu orang berarti membunuh seluruh bumi ini,”papar Nasir Djamil.
Politisi dari Fraksi PKS ini juga menambahkan untuk mempertimbangkan mengenai urutan jenis pidana pokok, mulai dari yang ringan sampai yang berat, seperti Pidana kerja social, pidana denda, pidana pengawasan, pidana tutupan, pidana penjara dan terakhir pidana mati. Ha itu semata agar terlihat bahwa politik hukum pidana bukan semata-mata untuk pembalasan.
Berbeda dengan anggota Komisi III, Pakar Hukum Pidana yang sekaligus sebagai mantan Menteri Kehakiman, Muladi berpandangan bahwa pidana mati dikeluarkan dari Pidana Pokok, karena pidana mati di tingkat internasional maupun nasional merupakan suatu yang masih debatable (Perdebatan). Jadi ada usul pidana mati dikembalikan ke posisi semula. Selain itu pidana mati merupakan pidana yang bersifat khusus, diterapkan sebagai sarana terakhir, setelah pidana dua puluh tahun dan penjara seumur hidup.