Revisi UU KUHP Masih Membingungkan
Panitia Kerja Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetap mengakomodir hukum adat yang masih hidup di tengah masyarakat Indonesia.
Demikian dikatakan anggota Komisi III DPR Nasir Djamil dalam forum legislasi tentang Revisi UU KUHP bersama Kepala BPHN Kemenkumham Enny Nurbaningsih dan pakar hukum pidana UI Akhyar Salmi di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/3).
Hal itu, menurut dia, dilakukan agar tidak terjadi lagi reaksi masyarakat setelah RUU itu dijadikan UU.
“Jangan seperti UU Pornografi dan Pornoaksi terdahulu, yang ditolak oleh masyarakat Bali, Papua dan daerah lain, terlepas dari motivasinya itu untuk apa. Makanya hukum adat tetap diakomodir,” kata Nasir.
Selain itu juga persoalan hukuman mati yang menurut Nasir juga tidak bisa mengabaikan tuntutan dunia internasional yang sebagian besar sudah menghapus hukuman mati tersebut.
“Karena itu dalam RUU KUHP ini dinamai sebagai pidana mati bersyarat,” tambah Nasir.
Terkait hukum Islam yang diterapkan di beberapa daerah seperti Aceh semua akan dipelajari oleh Panja Revisi UU KUHP Komisi III.
Hanya saja, Panja baru membahas asas-asas hukum pidana dalam buku satu yang akan selesai sekitar Juli atau Agustus mendatang. Sedangkan dalam buku duanya sudah berbicara delik pidana.
“Kita baru membahas asas-asas pidana,” ujar Nasir.
Sumber: http://www.rmol.co/read/2016/03/15/239600/Revisi-UU-KUHP-Masih-Membingungkan-