Sekalipun UU Tipikor tak Dihapus, RKUHP Menghapus Ketentuan UU Tipikor

Tindak pidana korupsi (Tipikor) masuk dalam Buku II Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Alasan tim perumus, Tipikor merupakan perbuatan jaha yang independen. Bahkan, daya berlakunya relatif lestari dan ancaman hukumannya lebih dari satu tahun.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Parahiyangan Bandung, Agustinus Pohan berpandangan draf awal tidak memasukan Tipikor dalam RKUHP. Pada perkembangannya, ketentuan peralihan dapat menjebak orang membaca. “Sekali pun ketentuan Tipikor diatur, maka KPK akan mengalami kebingungan,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Bandung, Jawa Barat, pertengahan pekan lalu.

Ia berpandangan semua kekhususan ancaman pidana, norma mau pun penegakan hukumnya, berlaku KUHP dan KUHAP semata. Walhasil, KPK dan Kejaksaan yang juga menangani perkara korupsi otomatis kehilangan fungsi penyidikannya. Ironisnya, korupsi tidak lagi menjadi tindak pidana khusus, melainkan tindak pidana umum.

“Sekali pun UU Tipikor tidak dihapus, tetapi dalam RKUHP akan menghapus ketentuan UU Tipikor,” ujarnya.

Lebih lanjut Agustinus berpendapat United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) mengamanatkan pengaturan daluarsa secara khusus terhadap Tipikor. Sebaliknya, RKUHP tidak mengatur kekhususan  tersebut karena akan  bertentangan dengan sifat KUHP yang berlaku umum.

“RKUHP belum mengatur beberapa tipikor sebagaimana diamanatkan UNCAC seperti illicitenrichment, traiding in influence, bribery in private. Solusi, keluarkan pengaturan Tipikor dari RKUHP,” ujarnya.

Terpisah, anggota Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Emerson Yuntho mengamini pandangan Agustinus. Menurutnya masuknya pasal korupsi dalam RKUHP dipastikan bakal melemahkan pemberantasan korupsi. Dengan kata lain, UU Pemberantasan Tipikor tak lagi dapat bergerak. Tak saja KPK, Kejaksaan dan Pengadilan Tipikor bakal dipangkas kewenangannya.

Pria yang juga menjabat Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) itu berpendapat masuknya pasal korupsi dalam RKUHP menguatkan hanya kepolisian semata yang dapat menyidik dan menangani kasus korupsi. Sedangkan Kejaksaan sebatas melakukan penuntutan. Nah KPK, kata Emerson, hanya melakukan pencegahan. “Ketentuan pasal korupsi dari RKUHP harus dikeluarkan, karena mendelegitimasi kewenangan penegak hukum,” ujarnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung HM Prasetyo juga menolak masuknya pasal korupsi dalam RKUHP. Ia malah menengarai bakal menuai perdebatan dalam pembahasan RKUHP nantinya. Ia khawatir dengan masuknya pasal korupsi dalam RKUHP, lembaga yang dipimpinnya tak lagi dapat memiliki kewenangan menangani kasus korupsi.

Leave a Reply