Tiga Catatan Awal Atas Rencana Pembahasan Rancangan KUHP di DPR tahun 2015
Pada 2015, Pemerintahan Presiden Joko Widodo kembali menyatakan bahwa Rancangan KUHP (RKUHP) merupakan RUU prioritas dalam pembahasan Pemerintah dan DPR pada Prolegnas 2015. Saat Ini Kementerian Hukum dan HAM terutam Dirjen PP, telah melakukan upaya perbaikan atas naskah RKUHP (2012) tersebut berdasarkan masukan dari publik. Rencananya setelah beberapa kali perbaikan, harmonisasi dan konsultasi publik, RUU tersebut akan segera diajukan untuk dibahas dengan DPR. Berdasarkan pada rencana pembahasan RKUHP tersebut, Aliansi Nasional Reformasi KUHP memandang perlu untuk memberikan catatan dan rekomendasi atas RKUHP baik dari sisi subtansi maupun teknis pembahasan yang akan dilakukan
Pertama, Aliansi Nasional Reformasi KUHP, memandang bahwa jumlah tindak pidana yang demikian banyak (saat ini berjumlah 800 Pasal, draf Februari 2015) akan mengatur hampir keseluruhan tindak-tanduk warga negara. Perumusan tindak pidana yang sangat banyak tersebut kurang disertai dengan kajian yang memadai tentang perbuatan-perbuatan yang memang merupakan tindak pidana dengan perbuatan yang bukan tindak pidana, khusus terkait dengan tindakan-tindakan yang masuk dalam ranah “ privat” dan tindakan-tindakan (pidana) yang tidak menimbulkan korban (victimless crimes). Selain itu, perumusan RKUHP juga perlu menyesuaikan dengan berbagai instrumen internasional yang sudah diterima atau diratifikasi Indonesia, misalnya kesesuaian dengan berbagai instrumen HAM internasional dimana Indonesia telah menjadi negara pihak. Aliansi Nasional Reformasi KUHP merekomendasikan adanya kajian kembali tentang berbagai tindak pidana tersebut, misalnya dengan mengeluarkan berbagai perbuatan yang tidak masuk dalam kategori/kualifikasi sebagai kejahatan
Kedua, Aliansi Nasional Reformasi KUHP mempersoalkan konsistensi materi dalam RKUHP tentang kebijakan kodifikasi penuh. Kebijakan ini menolak perkembangan tindak pidana khusus di luar KUHP, dan memasukkan seluruh tindak pidana yang ada dalam satu buku kodifikasi. Kebijakan ini yang menurut Aliansi akan banyak menuai pro dan kontra di masyarakat, misalnya terkait dengan tindak pidana khusus Korupsi, Pencucian Uang, Terorisme, Pelanggaran HAM yang Berat dan lainlain, yang dianggap akan melemah jika dimasukkan dalam RKUHP. Namun anehnya, di sisi lain pemerintah justru mendorong tindak pidana baru yang berkembang di luar KUHP. Di tahun 2015 ini dalam Prolegnas, pemerintah mendorong pembahasan rancangan undang-undang tentang Informasi Teknologi (ITE) dan rancangan Undang-Undang Larangan Minuman beralkohol. Kedua RUU ini memiliki banyak tindak pidana baru maupun tindak pidana revisi
Ketiga, Aliansi Nasional Reformasi KUHP berpandangan bahwa kegagalan pembahasan RKUHP di tahun 2013-2014 harus dijadikan pengalaman bagi pembahasan RKUHP tahun ini. Model pembahasan RKUHP di DPR yang dilakukan dengan cara yang “biasa‟, dengan membentuk Panja dan meminta masukan publik secara terbatas, cukup mengkhawatirkan. Terlebih dengan begitu banyaknya substansi ketentuan tentang kejahatan dalam RKUHP yang akan diatur, yang melingkupi hampir seluruh tindak-tanduk warga negara. Pembahasan RKUHP yang sembarangan, sembrono, dan tidak penuh kehati-hatian hanya akan berimplikasi pada terancamnya kebebasan sipil warga negara. Aliansi Nasional Reformasi KUHP merekomendasikan harus ada terobosan baru, termasuk beberapa prasyarat kunci yang perlu dipertimbangkan yakni perubahan model pembahasan RKUHP, yakni:
- Pembahasan di DPR harus lebih efektif, fokus dan terencana, ya perlu ada suatu kelompok kerja khusus RKUHP di DPR yang tidak bekerja paruh waktu untuk pembahasan RUU lainnya. Perlu di bentuk Panel Ahli oleh Pemerintah dan DPR untuk membantu Proses perdebatan dan Pembahasan. Alternatif lainnya adalah Pemerintah dan DPR menyepakati pembahasan bertahap terhadap RKUHP, sebaiknya Prioritas Pembahasan tahun 2015 hanya pada Buku I RKUHP lalu di susul Buku II di tahun selanjutnya.
- Pembahasan RKUHP yang mengatur tentang keseluruhan tindak-tanduk warga negara akan berdampak besar pada perlindungan hak-hak individual, perlindungan masyarakat dan sosial. Oleh karenanya, pembahasan RKUHP harus membuka seluas mungkin partisipasi publik, termasuk kelompok-kelompok yang kemungkinan terdampak dari pengaturan dalam RKUHP. Pembukaan akses dan partisipasi publik ini mencakup pembukaan dokumen-dokumen yang terkait dengan RKUHP yakni Naskah Akademis dan RUU-nya. Hal ini akan mengurangi sikap defensif publik kepada rancangan KUHP versi pemerintah ini sekaligus memupus kecurigaan kepada pemerintah atas kepentingan tertentu dalam memorioritaskan RKUHP pada Prolegnas tahun 2015 ini.
- Tempat pembahasan RKUHP sebaiknya di fokuskan di Gedung DPR sehingga masyarakat dapat mengikuti setiap tahap pembahasan dan membuka akses kepada publik secara memadai.
- Pembahasan RKUHP ini diperkirakan akan memerlukan biaya yang sangat besar, sehingga perlu adanya persiapan anggaran yang memadai dan berimbang antara Pemerintah dan DPR. Biayabiaya dalam pembahasan tersebut, bukan semata untuk pembiayaan keperluan pembahasan untuk Tim Pemerintah dan DPR, namun juga anggaran untuk memastikan partisipasi publik dari seluruh wilayah di Indonesia
Berdasarkan hal-hal diatas, Aliansi Nasional Reformasi KUHP kembali menegaskan pentingnya bagi Pemerintah sebagai pihak yang akan mempersiapkan naskah RKUHP untuk secara serius melakukan kajian tentang pasal-pasal yang akan dirumuskan, sehingga RKUHP yang akan dibahas benar-benar mencerminkan suatu politik hukum pidana yang mampu melindungi hak-hak warga negara, kebebasan sipil, perlindungan hak asasi manusia, dan tidak diskriminatif. Arah pembaruan hukum pidana diharapkan menuju pada pembaharuan hukum pidana modern yang mampu memfasilitasi dan memastikan Indonesia sebagai negara yang demokratis. Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga menegaskan pentingnya membuka ruang model pembaruan KUHP diluar model kodifikasi penuh, dengan model perubahan KUHP yang bertahap, untuk memastikan proses pembahasan yang „masuk akal‟, rasional, efektif dan efisien, dan berkualitas serta memastikan adanya partisipasi publik secara luas