Panja DPR Sindir Penentang Pezina Dijerat Hukum Kebarat-baratan
Panitia Kerja (Panja) revisi UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum sepakat soal jerat hukum bagi pelaku perzinahan di luar pernikahan yang sah yang diatur dalam Pasal 484 ayat (1) huruf e.
Setidaknya ada tiga fraksi yang menolak akan adanya pasal itu. Sebagian kalangan bahkan menilai negara terlalu mengatur urusan pribadi warga negaranya.
Anggota Panja RUU KUHP, Arsul Sani tak sependapat dan menyebut itu paradigma berpikirnya sejalan dengan budaya barat.
“Padahal kita lagi buat undang-undang yang akan diberlakukan di Indonesia dan karenanya harus berpijak pada sisi-sisi filosofis dan sosiologis maupun apa yang menjadi keyakinan yuridis mayoritas bangsa Indonesia,” ujar Arsul ketika dihubungi, Jumat (16/12).
Arsul menegaskan, perzinahan bukan sekedar pelanggaran moral tapi ranah hukum yang perlu dipidanakan.
“Suara itulah yang ditangkap oleh mayoritas fraksi-fraksi di DPR, makanya 2/3 lebih fraksi mendukung perluasan penalisasi perzinahan dalam RUU KUHP,” jelasnya.
Meski demikian, tambah Arsul, mayoritas fraksi-fraksi juga memahami bahwa Indoneisia memiliki keberagaman yang sedemikian rupa. Makanya,penalisasi tetap dibuat dalam bentuk delik aduan.
“Yakni hanya bisa diproses hukum kalau ada pengaduan dari suami/ isteri dan pihak yang merasa dicemarkan,” pungkasnya.
Sumber: http://politik.rmol.co/read/2016/12/16/272811/Panja-DPR-Sindir-Penentang-Pezina-Dijerat-Hukum-Kebarat-baratan-