Catatan Pembahasan R KUHP 29 September 2016

Pukul 11.00 – 24.00 WIB

Hotel Ritz Carlton Jakarta

Pembahasan RKUHP dilaksanakan pada Tanggal 29 September 2016, Pukul 20.00 – 22.00 WIB di Hotel Ritz Carlton. Pembahasan hari pertama membahas kembali pasal 219 ayat (1), yang berbunyi:

Pasal 219 ayat (1)

Setiap orang yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun.

 

Alternatif :

 

  • Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di muka umum dengan lisan, tulisan melalui media apapun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tahun) tahun.

 

  • Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di muka umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apapun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

Dalam Rapat Panja RKUHP tanggal 20 September 2016, pasal 219 ayat (1) disetujui Alternatif ke (2).

Ketua panja Benny K Harman dari Fraksi Demokrat, berpendapat bahwa tidak perlu memasukkan pasal tindak pidana terhadap Ideologi Negara. “Kalau rumusannya yang lama itu tidak ada unsur melawan hukumnya, Sebetulnya pasal ini apa masih perlu?”. Sedangkan Wenny Warou dari Fraksi Gerindra berpendapat karena Tap MPR-nya masih berlaku, harus kita pikirkan bahwa bahaya laten ini sangat berbahaya.

Tim Pemerintah berpendapat perubahan tadi terkesan ada over kriminalisasi karena 7 tahun. Deliknya harusnya tidak formil karena akan menyulitkan hakim dalam menetapkan pidananya. Benny K Harman menambahkan bahwa delik materil harus ada unsur dengan maksud, ini sudah kita setujui kemarin setelah penjlasan Prof Muladi. Menurutnya “rumusan dalam Tap MPR kan masih rumusan yang lama, sebelum dikenal dunia maya ini, pasal yangg kita setujui kemarin itu tidak nyambung dengan DIM 737, oleh karena kita bahas lagi hari ini”. Menurut Dossy Iskandar dari Fraksi Hanura berpendapat bahwa dalam merusmuskan pasal ini harus dalam kehati-hatian, “saya lebih setuju yang ayat (2)- nya tetap, ttp ayat (1)-nya harus dibetulkan dulu.

Menurut Tim Pemerintah, “dalam konstitusi kita harus berhati-hati karena ada kebebasan berekspresi, dikhawatirkan pasal ini dapat menjerat siapa saja. Kita merumuskan ini bukan dalam konteks melarang orang, kita harus melihat ke depan.Indonesia harus berhati-hati dengan apa yang terjadi di masa lalu akan tetapi tetap memberikan tempat berpendapat”.

Pasal 219 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) yang disetujui:

Pasal 219

  • Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Maxisme-Leninisme di muka umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apapun, dipidana dengan pidana paling lama 4 (empat) tahun.
  • Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
  • Dalam hal tindak pidana sebagai mana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atas kerugian harta kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
  • Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan orang menderita luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
  • Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengakibatkan matinya orang dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 219 ayat (6)

Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud dan tujuan kepentingan ilmu pengetahuan.

Menurut Marsiaman dari PDI Perjuangan, masih kurang kata “semata-mata” disini. Benny K Harman menambahkan bahwa mengkaji itu tidak dilarang yang dilarang adalah  menyebarluaskannya.menurutnya ”kalaukajian ilmiah itu kan selalu untuk tidak diperjual belikan, ketika orang jual itu yang tidak boleh”.

Pasal 219 ayat (6) yang disetujui:

Pasal 219 ayat (6)

Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Selanjutnya masuk pembahasan Pasal 220, yang berbunyi:

Pasal 220

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun setiap orang yang:

  1. Mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga keras menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme;
  2. Mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah yang sah.

Di pasal 220 (a) terdapat 2 alternatif, yaitu:

Pasal 220 (a):

Alternatif 1:

  1. Mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Alternatif 2:

  1. Mendirikan organisasi yang menganut Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Menurut Benny K Harman, untuk kepentingan demokrasi, pasal karet itu ditutup. ‘Saya usulkan supaya kita lebih memberikan kepastian, jangan memakai(cukup patut diduga dan diketahui), sebetulnya yang dipidana itu orang yang terbukti melakukan pidana, dalam proses penegakan hukum bolehlah orang yang patut diduga, dalamm bahasa hukum pidana yang terbukti melakukanyang bisa dipidana”.

Sedangkan Tim Pemerintah berpendapat diketahui dan patut diduga harus tetap ada dan Kata“keras”-nya dihilangkan, sedangkan patut diduga adalah istilah yang dipakai ditingkat penyidikan, dalam hukum pidana materil merupakan suatu rumusan yang dikenal secara universal. Selanjutnya Erma Suryani dari Fraksi Demokrat berpendapat,“alternatif ke 2 jauh lebih masuk akal dibanding alternatif pertama”.

Keputusan Anggota Panja adalah pasal 220 (a) dipending dahulu sementara dan dibawa ke rapat pleno.

Pasal 220 b yang disetujui, berbunyi:

Pasal 220 b:

Mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi , baik di dalam maupun di luar negeri, yang {diketahuinya} berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah yang sah.

Selanjutnya masuk ke Pembahasan Pasal 221, yang berbunyi:

Pasal 221

  • Setiap orang yang secara melawan hukum di muka umum menyatakan keinginannya dengan lisan, tulisan, atau melalui media apapun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
  • Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan:
  1. Terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau timbulnya kerugian harta kekayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
  2. Terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan orang menderita luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau:
  3. Terjadinya kerusuhan atau dalam masyarakat yang menyebabkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Menurut Benny K Harman, “Mestinya tidak usah dengan melawan hukumnya, ini berbahaya, ini bisa memidanakan pendapat”.

Sedangkan menurut Akbar Faizal dari Fraksi Nasdem, “pointnya di (meniadakan dan mengganti). Jujur kok saya tidak nyaman banget, kita melawan zaman kalau gini. saya ingin melihat pancasila bukan sekedar text tapi juga konteks. saya berharap UU ini menjadi moderat”.

Benny K Harman menambahkan, kalau ini rumusannya secara melawan hukum harus dibuktikan,menyatakan keinginan untuk meniadakan pancasila disitulah tindak pidananya, rumusan pasal 221 rumusan originalnya sama dengan pasal 219, walaupun tidakterjadi pancasila itu diganti tapi anda sudah menyatakan maka bisa dipidana”.

Tim Pemerintah menjelaskan bahwa didalam pasal 221 pidananya lebih rendah karena hanya menyatakan, kalau mau ditekankan kepada penggantian Ideologi Pancasila. Jika hanya ada niat, namun tibs-tibs terhenti itu namanya percobaan.

Alternatif pasal 221 ayat (1), berbunyi:

Setiap orang yang menyatakan keinginannya di muka umum dengan lisan, tulisan, atau melalui media apapun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Alternatif pasal 221 ayat (1) disetujui oleh anggota Panja.

Pasal 221 ayat (2) disetujui dengan catatan:

  1. Rumusan akan disesuaikan dengan pola rumusan dalam Pasal 219.
  2. Perlu penjelasan mengenai batasan pengertian “kerusuhan”.

Selanjutnya masuk ke pembahasan Pasal 222, yang berbunyi:

Pasal 222

Setiap orang yang melakukan makar dengan maksud membunuh atau merampas Kemerdekaan Presiden atau Wakil Presiden, atau menjadikan Presiden atau Wakil Presiden tidak mampu menjalankan pemerintahan, dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Menurut Erma Suryani dari Fraksi Demokrat, pasal ini menurut kami aneh, pidananya banyak ada 5 dan 20 tahun”.

Tim Pemerintah berpendapat bahwa kalau sistematika sementara kita singkirkan dulu, bahas subtansinya dahulu.

Taufiqulhadi dari Fraksi NasDem mengatakan, “masalah makar apapun maknanya nanti bisa diberi penjelasan, namun hukuman mati kenapa tiba-tiba dimasukkan disitu”.

Untuk pasal 222 dipending dulu, karena terkait dengan Pidana Mati masih menunggu kesepakatan panja dalam buku I.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply