Perda Harus Tunduk KUHP

Saat ini banyak peraturan daerah (Perda) masih banyak bertubrukan de-ngan Kitab Undang-Undang Hu-kum Pidana (KUHP) dalam peng-aturan tindak pidana. Karenanya, Aliansi Nasional Reformasi KUHP mendesak DPR untuk mem-berikan perhatian atas isu itu.

Saat ini, hal paling sering ditemukan adalah masih banyak Perda yang menduplikasi tindak pidana yang diatur KUHP. Anggota aliansi yang juga menjabat Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice (ICJR), Supriyadi W. Widyono, menilai bahwa saat ini terdapat banyak pelanggaran yang dilakukan dalam Perda dalam pengaturan pidana.

 Hal itu terjadi, karena tidak ada pedoman yang pasti dalam pe-laksanaaii KUHP tentang pemberlakuan pidana di daerah. Selain itu, ada kelemahan UU Pemda, di samping pengawasan preventif dari pemerintah yang lemah me-lalui Kementerian Dalam Negeri.

 “Untuk menjaga sinkronisasi antara Perda dan kebijakan pidana nasional, maka pemberlakuan prinsip lex superior derogat legi ihferiori sudah menjadi syarat mendasar.

Prinsip ini mengakibatkan hu-kum yang kedudukanm-a lebih tinggj, menghapus hukum yang ada di bawahnya, atau dengan kata lain, hukum yang lebih rendah tingkatannya, harus sesuai de-ngan ketenruan yang ada di atas-nya,” ujar Supriyadi, dalam kete-rangan tertulis, kepada Suara Karya, Selasa (27/10).

Menurut dia, setiap daerah otonom memiliki kemandirian dalam memajukan masyarakatnya secara demokratis. Dalam konteks otonomi, kewenangan Pemda ini ditunjukkan dari adanya pembe-rian kewenangan bagi mereka membuat Perda masing-masing untuk kepentingan masyarakat.

“Secara normatif, UU Pemda mengatur Perda sebagai peraturan jang berlaku untuk satu daerah otonom tertentu yang dirancang, baik oleh Gubemur atau pun oleh anggota DPRD yang kemudian disetujui oleh kedua belah pihak,” katanya.

Sumber: Suara Karya

Leave a Reply