Revisi KUHP, Alasan Yasonna Bersikeras Masukkan Delik Korupsi

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menegaskan tidak akan mengevaluasi kesepakatannya dengan DPR untuk memasukkan delik korupsi ke Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut dia, langkah ini harus dilakukan demi memperluas ruang gerak KPK dalam pemberantasan korupsi.

Sementara, permintaan KPK untuk merevisi saja Undang-Undang Tipikor ketimbang mencantumkan delik korupsi ke dalam KUHP justru dimentahkan oleh Yasonna. Dia beralasan gejolak penolakan masyarakat terhadap langkah revisi selama ini sangat tinggi.

“Bagaimana revisi? Orang bicara revisi saja sudah heboh sedunia. Dengar tidak? Ingat tidak? Katanya kita mau melemahkan Undang-Undang KPK,” kata Yasonna di DPR, Rabu (14/6).
Revisi Pasal 63 ayat 2 KUHP mengatur jika suatu pidana masuk ke dalam pidana umum, namun diatur dalam pidana khusus, maka hanya ketentuan di pidana khususnyalah yang akan diterapkan. Yasonna menegaskan intensi pemerintah mencantumkan itu hanyalah untuk merangkum seluruh jenis tindak pidana ke dalam KUHP.

Revisi KUHP  memasukkan tiga jenis pidana khusus masuk ke dalamnya. Tindak pidana khusus yang dimasukkan ke dalam KUHP adalah pidana korupsi, narkoba, serta pelanggaran HAM (genosida serta kejahatan perang). Keputusan pemerintah dan DPR ini menuai beragam kritik karena dianggap menghilangkan kekhususan dari pidana khusus.

“Kita masih ada lex specialisnya, masih berlaku dong.” Kelit Yasonna.

Yasonna menampik anggapan tersebut. Ia menegaskan ketentuan dalam KUHP tidak akan mematikan ketentuan di Undang-Undang Pidana Khususnya. Menurut dia, sekalipun telah masuk ke dalam KUHP, seluruh ketentuan di Undang-Undang KPK, UU Tipikor, UU Pemberantasan Narkoba, dan UU Pengadilan HAM tetap berlaku.

Sumber: http://kbr.id/headline/06-2017/revisi_kuhp__alasan_yasonna_bersikeras_masukkan_delik_korupsi/90659.html

Leave a Reply