Draf Akhir RKUHP: Kumpul Kebo Dipidana 6 Bulan Penjara!

Jakarta – Pemerintah menyampaikan draf akhir Rancangan KUHP untuk menggantikan KUHP warisan penjajah Belanda. Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menargetkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tuntas dibahas Juli 2022. Ada aturan soal kumpul kebo.

“Kalau saya tadi berbicara dengan Yang Mulia Teman-teman Pimpinan Komisi III, sepertinya akan diselesaikan pada Juli 2022,” kata Eddy di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2022).

Berdasarkan berkas draft yang dibagikan ke wartawan, salah satu draft final yang diusulkan adalah soal kumpul kebo. Namun dalam draf itu disebut dengan istilah ‘kohabitasi’. Berikut ini bunyinya:

Kohabitasi
Pasal 418

1. Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, orang tua atau anaknya.
3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, Orang Tua, atau anaknya.
4. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
5. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Draft itu sedikit berbeda dengan usulan pemerintah. Berikut usulan pemerintah:

1. Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua atau anaknya.
3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat keberatan dari suami, istri, Orang Tua, atau anaknya.
4. Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
5. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Berikut keterangan dalam draft itu:

Ayat (3) dihapus berkaitan dengan kepala desa yang dapat mengadukan kepada aparat yang berwenang.

Dirumuskan sebagai delik aduan dan pengaduan dibatasi hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak;

Yang berhak mengadu dibatasi hanya oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan

Baca berita selengkapnya di sini

Leave a Reply