Kerangka Hukum tentang Aborsi Aman di Indonesia 2023
Situasi aborsi di Indonesia tidak banyak terlaporkan secara sistematis, dikarenakan kebijakan aborsi di Indonesia yang masih mengatur segala aspek aborsi mulai dari perbuatan, pemberian informasi hingga layanan dengan pendekatan pemidanaan.
Sebelum adanya KUHP baru yang disahkan pada 6 Desember 2022 dan diundangkan pada 2 Januari 2023, pengecualian untuk kebolehan aborsi hanya terbatas pada kondisi tertentu yaitu, kehamilan akibat perkosaan dengan batasan usia kandungan yang hanya 8 minggu dan kehamilan dengan indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.
Namun untuk 2 kondisi terbatas tersebut pun, penelitian ICJR pada 2020 menemukan bahwa tidak tersedia layanan aborsi aman yang dapat diakses masyarakat. Salah satu kendala yang menjadi alasan dikarenakan pengaturan yang sangat terbatas, yaitu batas usia kehamilan yang bisa dilakukan aborsi untuk korban perkosaan hanya 8 minggu, sehingga tidak dimungkinkan untuk membangun sistem kesehatan untuk menyediakan layanan.
Pada pembahasan KUHP baru sebelum disahkan, terdapat proposal kebijakan untuk meningkatkan batasan usia kehamilan yang diperbolehkan untuk dilakukan aborsi bagi korban yang tidak hanya korban perkosaan, namun seluruh korban kekerasan seksual menjadi 120 hari. Hal ini dimuat dalam draft RKUHP versi November 2019. Namun kemudian, terdapat perkembangan yang terjadi, membuat hingga disahkan, kebaruan dalam KUHP berkaitan dengan aborsi bagi korban kekerasan seksual menjadi untuk batas usia kehamilan 14 minggu, dan untuk kehamilan atas indikasi kedaruratan medis, yang dimuat dalam Pasal 463 ayat (2) KUHP. Tulisan ini akan membahas apakah perkembangan tersebut cukup bagi pemenuhan hak korban kekerasan sekusual di Indonesia.
Selamat Membaca!
Silakan unduh dokumen di sini