Pakar Sepakat Penerapan Pidana Sosial Masuk Revisi KUHP
Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menilai hukuman penjara singkat berjalan kurang efektif. Ia sepakat revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang sedang digodok DPR memasukkan rencana penerapan pidana sosial.
“Kalau pidana jangka pendek terkesan sekadar membalas perbuatan pidana. Sementara, program pembinaan yang sebenarnya jadi tujuan utama pidana bagi seseorang, juga tidak cukup waktunya,” kata Agustinus kepada Metrotvnews.com, Rabu (30/3/2016).
Agustinus juga menilai penerapan hukuman penjara bagi pelaku pidana ringan lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Apalagi buat para narapidana yang berasal dari kelas menengah ke bawah.
“Sopir misalnya, dipidana penjara tiga bulan, tidak bisa kerja. Dia juga tidak bisa hidupi anak istrinya. Maka seluruh ekses negatif justru menimpa yang bersangkutan. Keluarganya jadi ikut kena banyak masalah,” jelas Agustinus.
Selain itu, seseorang yang pernah masuk bui pasti bakal mendapat stigma negatif di mata masyarakat. Stigma itu dapat menyulitkan seorang mantan narapidana kembali diterima masyarakat.
“Dia akan lebih panjang mendapat kesulitannya dibanding masa penjara yang dia jalani,” ujar dia.
Selain itu, hukuman pindana sosial dinilai bisa mengurangi beban anggaran negara. Sebab, pembiayaan narapidana berasal dari pembayar pajak sedangkan wajib pajak tak menerima langsung manfaatnya.
“Justru malah jadi beban masyrakat, lebih banyak keburukannya,” tegas dia.
Revisi KUHP mengubah beberapa Pasal. Salah satunya soal pidana pokok. Pada Pasal 10 di KUHP yang berlaku saat ini, pidana pokok terdiri dari pidana mati, penjara, kurungan, denda, dan tutupan. Sementara, Pasal 66 draf revisi KUHP memuat pidana pokok adalah pidana penjara, tutupan, pengawasan, denda, dan kerja sosial.
Pidana kerja sosial jadi hukuman baru di Indonesia jika draf ini disepakati dan diteken pemerintah serta DPR. Dalam Pasal 88 draf revisi KUHP disebut pidana sosial dijatuhkan pada pelaku tindak pidana dengan hukuman enam bulan penjara.
Wakil Ketua Komisi III DPR Mulfachri Harahap menyebut, lewat skema pidana kerja sosial, pemenjaraan orang bisa diminimalisasi dan mengurangi beban negara dalam menghidupi narapidana. Selain juga bisa jadi solusi masalah membeludaknya narapidana di banyak penjara.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani juga sepakat dengan Revisi UU KUHP. Politikus PPP itu menilai Revisi UU KUHP juga mengakomodasi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Sumber: MetroTVNews