RDPU R KUHP pada 7 September 2015
Senin 7 September 2015.
Rapat Komisi 3 dengan Jaksa Agung HM Prasetyo.
Yang hadir (merujuk absensi dan pandangan mata langsung): 34 orang.
Antara lain: Nasir Ddjamil, Abubakar Habsyi, Dwi Ria Latifa, Ahmad Basarah, Masinton, Akbar Faizal, Taufiqulhadi, Herman Herry, I Putu Sudiartana, Wihadi Wiyanto, Dossy Iskandar, John K Aziz, Arsul Sani, Romahurmuziy, Desmond Mahesa, Risa Mariska, Benny K. Harman (memimpin rapat), Sarifudin Suding, Yaqut Cholil Qoumas, Ruhut Sitompul, Junimart Girsang, Masinton, Bachrudin Nasori, dan lainnya.
Rapat dimulai 10.31
—————–
Benny K. Harman (Demokrat, Wakil Ketua Komisi 3, memimpin rapat hari ini):
Sebelum memulai pembahasan KUHP, saya harap Jaksa Agung Pak HM Prasetyo jelaskan mengapa rabu kmarin tak datang. Serta menjelaskan kunjungan dadakan Pak Jaksa Agung ke Pimpinan DPR. Apakah Pimpinan DPR sedang terkena kasus? Atau Pimpinan DPR yang benar-benar mentundang anda? Atau anda sendiri yang berinisiatif datang.
John Kennedy Aziz (Golkar):
Saya izin interupsi, pimpinan. Merujuk kalimat dalam undangan rapat, hari ini membahas KUHP. Saya memastikan bahwa komitmen rapat pleno komisi 3 beberapa waktu lalu, bahwa rapat-rapat komisi 3 kedepannya adalah murni membahas KUHP. Sementara pembahasan terkait anggaran mitra kerja komisi 3, terkait koreksiatau pengawasan kinerja mitra kerja komisi 3, semuanya ditunda. Saya yakin KUHP ini sudah sangat penting dibahas. Jadi saya harap ada konsistensi pimpinan komisi 3 bahwa rapat-rapat komisi 3 adalah membahas KUHP.
Benny K. Harman:
Kami serahkan sepenuhnya kepada anggota komisi 3, mau bertanya apa. Yang jelas bertanya itu hak anggota. Mau bertanya KUHP atau apapun. Kalau hari ini semua anggota komisi 3 bertanya benar-benar spesifik bahas KUHP, silakan. Itu tentu lebih baik. Waktu dan tempat kami serahkan pada Jaksa Agung HM.Prasetyo.
Jaksa Agung HM. Prasetyo:
Saya bertemu dengan pimpinan DPR bersamaan dengan penjadwalan kehadiran saya dalam rapat dengan komisi 3 DPR. Maka kesepakatan pimpinan DPR, mereka setuju bahwa saya menjadwal ulang pertemuan/rapat dengan komisi 3.
Inti utama rapat hari ini, seperti dalam presentasi: KUHP; antisipas kejaksaan dalam kasus-kasus yang di-praperadilankan; menjelaskan kasus-kasus yang menyita perhatian publik.
Pertama tentang KUHP. Jaksa Agung meyakini adanya semangat kodifikasi dan unifikasi hukum pidana nasional. Ada UU yang tumpang tindih. Contoh, UU Pemberantasan Korupsi dan UU Pencuian Uang (ada pembuktian penuh, yang satu lagi tertulis “pembuktian semi”). Itu belum menghitung UU-UU lainnya yang tumpang tindih, rentan multitafsir.
Ada pihak-pihak yang anggap kodifikasi melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Misalnya ada komentar bahwa kejaksaan nanti tak bisa menindak kejahatan korupsi jika dilakukan kodifikasi. Padahal kejahatan korupsi itu kejahatan luar biasa. Ini perlu diluruskan.
Lex Specialis lebih sesuai dibanding Lex Generalis. Konteks inilah yang perlu dibahas bersama dalam memahami pembahasan KUHP.
(10.46, selesai paparkan KUHP)
Kedua, membahas praperadilan. Ada putusan MK pada 28 April 2015, disampaikan dua hal:
Frasa bukti permulaan, bukti permulaan cukup, dan bukti yang cukup, dimaknai sekurang-kurangnya dua alat bukti (Pasal 184 KUHAP).
Perluasan objek praperadilan. Penetapan, penggeledahan, dan penyitaan.
Fenomena praperadilan kami maknai positif sebagai tantangan Kejaksaan. Utamanya memperkuat/lebih mendetilkan dalam tahap peneylidikan, untuk mengumpulkan “bukti yang benar-benar tak terbantahkan”. Meski demikian, praperadilan diakui akan menimbulkan makin lamanya proses penyelidikan, yang artinya pula penyelesaian kasus akan berpotensi makin lama.
(10.49, selesai paparkan isu praperadilan)
Ketiga, kami paparkan kasus-kasus yang menyita publik.
(a) Terkait lambatnya penyerapan anggaran di daerah yang mencapai 250-300 Triliun, maka kejaksaan membentuk Tim pengawalan pengamanan dan pencegahan pemakaian anggaran di daerah.
(b) supersemar, kasus Dahlan Iskan, dan kasus lainnya yang kini ditangani Kejaksaan (utamanya dua kasus disebutkan tadi), kami sayangkan kasus-kasus ini terlalu banyak dibumbui media. Kami harap bapak ibu komisi 3 percaya kami sungguh-sungguh tangani kasus ini.
Wakil Jaksa (11.09)
KUHP saat ini bentukan kolonial Belanda. Sudah tak lagi aktual untuk saat ini. Maka perlu kodifikasi dan unifikasi. Kejaksaan Agung merasa perlu mendorong pembahasan RKUHP dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, kepentingan masyarakat, dan kepentingan individu berdasar pancasila. Kejaksaan sudah memberi paraf (2 April 2015) persetujuan pembahasan RKUHP. Kejaksaan perlu memberi penilaian:
(pertama) Penerapan pidana mati. Dalam hukuman positif Indonesia, kejahatan serius/amat serius masih merasa perlu untuk diberlakukan dalam KUHP. Pidana mati adalah hal pokok. Kami di kejaksaan akui perdebatan di masyarakat hingga di internasional. ada hak hidup (Pasal 28 a UUD 1945), dengan pengecualian terdapat di pasal 28 j ayat 2 UUD 1945.
Kejaksaan menganggap ada pengecualian sesuai urut ayat. Pasal 28 i UUD 1945, dijelaskan dengan pengecualian melalui pasal 28 j ayat 2. Maka hukuman mati (menurut Kejaksaan Agung) masih relevan dengan nilai-nilai UUD 1945.
(kedua) Pembayaran Uang Pengganti (Pasal 687-706). Ada berbagai kasus bahwa para terdakwa hanya bayar sebagian hukuman uang pengganti. Maka perlu aturan lebih detil. Kejaksaan menilai perlu tambahan rumusan norma mengenai perhitungan PUP secara proporsional. Maka Kejaksaan keluarkan surat pada 31 Juli 2015 “Jika terpidana hanya sebagian memenuhi uang pengganti, maka terpidana tetap diberi kesempatan melakukan pelunasan sisa uang pengganti”
(ketiga) Jenis pidana baru (pasal 66; pasal 68). Pidana pokok baru dalam RKUHP adalah pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Kejaksaan berharap paling lama 3 (tiga) tahun sejak uu ini berlaku, ada segala hal peraturan pelaksana, sarana, dan semacamnya untuk mengimplementasikan hukuman pidana baru ini.
(keempat) Pengakuan terhadap hak korban. Pidana tambahan pembayaran ganti rugi (pasal 68 ayat 1 huruf d). Kejaksaan minta RKUHP lebih akomodir hak korban, juga diatur lebih detil tata cara penaksiran kerusakan/gantirugi.
(kelima) Kelompok Terorisme dan Paham Radikal. Pemerintah sedang susun Perppu tindak pidana teror dan perpu penanggulangan kelompok radikal. 2 perppu ini nantinya diharap dimasukkan dalam RKUHP.
(keenam) pasal-pasal sensitif/penuh perdebatan. Pihak kontra dalam RKUHP, menilai jika tipikor dan TPPU masuk KUHP, maka kasus ini jadi tindak pidana biasa. KPK dan kejaksaan nanti tak bisa leluasa menindak kasus-kasus korupsi.
Tapi pihak pro RKHUP menlai, jika dua hal itu masuk KUHP, maka Tipikor dan TPPU tak direduksi. Hal ini karena KUHP atur extraordinary crime. KPK dan kejaksaan tetap berwenang menyelidik dan menyidik. (pasal 781 RUU KUHP).
Kejaksaan menilai perlu pembahasan lebih lanjut dalam memahami KUHP terkait dua hal (tipikor, tppu) ini.
(ketujuh) Martabat Presiden. Dalam RKUHP mengatur perlindungan bagi kepala negara dan kepala negara asing. Menurut kejaksaan, agar tetap dipertahankan dengan catatan delik tersebut dijadikan delik aduan.
(kedelapan) santet. Kejaksaan perlu menjelaskan adanya konteks hal irasional, dan perlu didalami lebih lanjut jika memang akan diatur di RKUHP.
Benny K. Harman:
Dari yang sudah datang, saya mencatat ada 20 yang meminta bertanya. Sesuai urutan hadir di DPR, Pak Ruhut yang datang paling pagi. Maka saya beri kesempatan Pak Ruhut bertanya pertama kali.
(sesi bertanya dimulai 11.33)
Ruhut Sitompul:
Buwas (Budi Waseso) dipental dari Kabareskrim. Ada sinyalemen bahwa Pak HM Prasetyo akan “di-buwas-kan” (dipecat) karena dianggap sering timbulkan kegaduhan. Padahal yang bikin gaduh itu Pak Lino.
Kasus lain, saya ingin kasus bank Victoria yang terkait Cessie, jangan mengulangi Cessie kasus Bank Bali yang rugikan triliunan. BAP Kasus cessie Bank Bali sudah amat tebal, tapi tiba-tiba hilang tak lagi dibahas. Saya harap Kejaksaan tetap usut kasus Bank Victoria. Saya harap Pak Prasetyo tak takut mengusut kasus-kasus yang timbulkan kerugian amat besar.
Saya izin pamit karena saya sebagai anggota pansus RUU Merk juga ada rapat RUU merk. Terimakasih Pak Benny memberu saya akses bertanya pertama kali.
John Kennedy Aziz (Golkar):
Saya apresiasi poin-poin paparan RKUHP tadi. Saya mencoba bertanya lebih detil bukan ke RKUHP, tapi kasus gardu induk dimana Dahlan Iskan sebagai tersangka. Bagaimana kedepan Kejaksaan hadapi Dahlan Iskan yang memenangi praperadilan? Kejaksaan sebetulnya tangani 3 kasus sekaligus Dahlan iskan, apa hanya kasus Gardu Induk?
Bachrudin Nasori (PKB)
Saya ingin bahas kebijakan pemerintah pusat yang akan lindungi tiap kepala daerah cairkn anggaran dan tak mudah dikriminalisasi. Ini bagaimana Kejaksaan tetap awas pada kemungkinan-kemungkinan bahwa beberapa oknum kepala daerah sebetulnya memang bertendensi korupsi.
Kedua, terkait dapil saya, Tegal. Bagaimana perkembangan kasus dugaan korupsi gratifikasi di pemda Kota Tegal. Terimakasih untuk jawaban Pak Jaksa Agung nantinya.
Herman Herry (PDIP):
Saya dari NTT. Pak Prasetyo dulu Kajati di NTT. Saya bangga mantan pejabat di NTT kini jadi Jaksa Agung. Saya ingin tanya bagaimana perkembangan kasus mantan walikota kupang.
Supratman Andi Agtas (Gerindra, komisi 7, tapi menumpang ikut rapat komisi 3):
Bagaimana kasus-kasus lama terkait BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) yang mungkin kasusnya sudah karatan? Apakah kasus-kasus ini tetap diselidiki? Kerugian negara mencapai ratusan triliunan. Bagaimana kejelasan kasus Abraham Samad yang dikabarkan saat ini sudah P-21?