Menkumham: Tak Ada Perubahan Substantif Draf RKUHP dengan Sebelumnya

Penyempurnaan hanya meliputi hal bersifat teknis penyusunan, redaksional dan konsistensi pengacuan pasal dari draf RKUHP sebelumnya yang pernah dibahas DPR periode lalu.

Presiden Joko Widodo telah menyerahkan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada DPR pada 5 Juni lalu. Selang sebulan, Jokowi memberikan pandangannya yang dibacakan Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna H Laoly di depan sejumlah anggota Komisi III DPR, Senin (6/7).

“Presiden Jokowi mengambil kebijakan untuk mengambil tongkat estafet cita-cita dengan menyampaikan RKUHP dengan jumlah 786 pasal kepada ketua DPR pada 5 Juni 2015,” ujar Yasona.

Menurutnya, draf RKUHP terbaru merupakan penyempurnaan dari draf RKUHP sebelumnya yang sempat dibahas di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dengan DPR periode 2009-2014. Kendati demikian, kata Yasonna, penyempurnaan hanya meliputi hal bersifat teknis penyusunan, redaksional dan konsistensi pengacuan pasal.

“Dan relatif tidak ada perubahan atau penambahan substansi yang prinsipil jika dibandingkan dengan naskah yang pernah dibahas bersama antara pemerintah dengan Komisi III DPR periode 2009-2014,” katanya.

RKUHP terdiri dari dua buku. Buku pertama berisi ketentuan umum yang terdiri dari 2018 pasal. Sedangkan buku kedua terdiri dari jenis tindak pidana dengan jumlah 568 pasal. Dengan demikian, jumlah pasal sebanyak 786 dalam draf RKUHP. Lebih lanjut Yasonna dalam pandangan presiden mengatakan RKUHP menegaskan bahwa korporasi menjadi subjek hukum yang dapat dianggap dapat melakukan tindak pidana. Oleh sebab itulah, kororasi dapat dimintakan pertanggungjawaban.

Selain itu, adanya penambahan jenis pidana baru yakni pengawasan, kerja sosial dan pidana pembayaran ganti kerugian serta pemenuhan kewajiban adat setempat sebagi pidana tambahan. Tak kalah penting, aturan pidana mati tidak lagi diatur sebagai pidana pokok. Namun diatur dalam pasal tersendiri untuk menunjukan bahwa pidana mati sebagai jenis pidana yang bersifat khusus, dan upaya terakhir pemidanaan.

Mantan anggota DPR periode 2009-2014 itu mengatakan, dalam rangka memberikan pengayoman terhadapn masyarakat, pidana mati merupakan jenis pemidanaan terberat. Oleh sebab itulah pidana mati menjadi ancaman yang bersifat alternatif dengan jenis pidana seumur hidup atau pidana paling lama 20 tahun.

Pidana mati pun dapat dijatuhkan secara bersyarat dengan memberikan masa percobaan. Dengan begitu, kata Yasonna, dalam tenggat waktu tersebut, terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri. Sehingga, terpidana mati tidak perlu menjalani hukuman mati. “Dan dapat diganti dengan pidana perampasan,” katanya.

Lebih lanjut, politisi PDIP itu mengatakan, adanya beberapa putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan beberapa pasal dalam KUHP, pemerintah berharap pembahasan RKUHP dapat sejalan dengan putusan MK. Ia khawatir jika tidak sejalan bakal menjadi persoalan dikemudian hari. Hal lainnya, perlunya pengaturan transisi agar terdapat ruang pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

“Terutama bagi penegak hukum dalam menerapkan KUHP yang baru. Selain itu pengaturan masa transisi bagi pemerintah untuk menyiapkan sarana dan prasarana dan sumber daya manusia dalam pelaksanaan pidana tutupan, pengawasan dan pidana sosial,” katanya.

Menanggapi pandangan Presiden Jokowi, sejumlah fraksi mengamini. Misalnya Fraksi PDIP dalam pandangannya yang dibacakan Risa Mariska mengatakan RKUHP sebagai pembaharuan  terhadap hukum pidana yang sudah usang peninggalan kolonial Belandan. RKUHP lebih mengedepankan restoratif justice untuk keseimbangan antara korban dan pelaku. “F-PDIP menyetujui dan bersedia melakukan pembahasan lebih lanjut,” imbuhnya.

Sama halnya dengan F-PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, Hanura, dan Demokrat memberikan persetujuan. Sementara FPKB, PKS, PPP dan Hanura belum memberikan pandangan lantaran tidak ada satu pun perwakilan hadir dalam ruangan komisi III.

Juru bicara F-Hanura Dossy Iskandar berpandangan RKUHP menghormati nilai-nilai adat dan modern serta kencedrungan asas yang diakui di negara beradab di dunia. Ia menekankan agar pembahasan RKUHP tidak terjadi duplikasi pasal. Namun selaras dengan perkembangan hukum yang ada. “Kami usulkan sistem pembahasan dengan cluster sesuai dengan kelompoknya,” ujarnya

Buat DIM
Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman mengatakan, setelah disepakati pembahasan selanjutnya, maka seluruh fraksi diminta untuk segera membuat daftar inventarisir masalah (DIM). Ia menilai sembilan partai selain Nasdem dapat memperbaharui DIM yang sudah dibuat sebelumnya pada DPR periode lalu. “Kami minta semua fraksi secepatnya menyusun DIM. Dulu perna dibuat, jadi tinggal di update,” ujarnya.

Politisi Demokrat itu menilai jika sudah menyiapkan DIM, masa sidang berikutnya pembahasan sudah mulai dapat dilakukan antara Panja RKUHP dengan pemerintah. Terkait dengan mekanisme pembahasan, Benny menyarankan akan dibahas pada awal masa sidang berikutnya. “Ini taruhan pemerintahan Jokowi, jadi segera siapkan DIMnya untuk semua fraksi,” katanya.

Laoly menambahkan, jika fraksi sudah menyusun DIM, pembahasan dapat dilakukan dengan cepat. Menurutnya pembahasan pertama dan kedua di tingkat Panja dimulai, pembahasan selanjutnya dapat dilakukan secara marathon. “Ini taruhan kita  di periode kita ini. Kita percaya dapat selesaikan kalau kita komit,” pungkasnya.

Sumber: HukumOnline

Leave a Reply