Notulensi FGD R KUHP – Komisi III DPR RI: Evaluasi Terhadap Tindak Pidana dalam KUHP dan Perkembangannya

Sesi II hari Rabu, 21 Oktober 2015

Pukul 14.00-17.00

Narasumber :

Prof Dr. Muhammad Amin Suma (guru besar ilmu hukum UIN Jakarta), Staf Ahli Kemenkumham

Ibu Fatma (Leiden University Expert)

Moderator :

Benny K Harman (Komisi III DPR RI)

Tema : Evaluasi Terhadap Tindak Pidana dalam KUHP dan Perkembangannya

Diskusi Dimulai pada pukul 14.00 WIB

Benny K Harman :

Assalamualaikum Wr Wb, Adapun tema dari sesi kedua yang akan disampaikan pada siang hari ini yaitu “: Evaluasi Terhadap Tindak Pidana dalam KUHP dan Perkembangannya”. Pembicara yang hadir di tengah-tengah kita adalah Prof Dr. Muhammad Amin Suma yaitu guru besar ilmu hukum UIN Jakarta, yang juga Staf Ahli Kemenkumham serta Leiden University Expert. Adapun Sesi ini akan membahas Rumusan-Rumusan Tindak Pidana yang perlu kita lengkapi.

Ada perbuatan yang dulunya bukan pidana sekarang menjadi pidana begitu pula sebaliknya. Berkaitan dengan proses penegakan hukum, dalam kebijakan penetapan pidana

Masing-Masing Pembicara 15 menit nanti akan dilanjutkan ke pertanyaan. Kepada pembicara pertama saya persilahkan.

Ibu Fatma (Leiden University) :

KUHP telah berubah dan berangsur-angsur. KUHP Belanda merupakan Kitab Hukum yang sudah tua dan sejak ada abad 19. Mungkin dianggap sudah tua dan perlu direvisi. Namun di Belanda sendiri belum ada diskusi untuk rekodifikasi KUHP. KUHP Belanda sudah ada sejak 1881, sudah banyak amandemen namum belum pernah ada pembahasan untuk merubah strukturnya secara keseluruhan. Hingga saat ini strukturnya masih sama.

Kalau dari Uni Eropa memberikan kepada kami apa apa saja yang tidak boleh dipidana. Karena berkaitan dengan HAM. Namun, Uni Eropa memberikan ketentuan mengenai apa saja yang harus dipidana, misal ketentuan Pasar Modal, penggunaan badan jalan. Sehingga kami punya kewajiban untuk memasukkan ketentuan Uni Eropa ke dalam KUHP.

Ada beberapa tindak pidana yang harus dihadapi oleh masyarakat eropa yang harus dimasukkan ke dalam ketentuan KUHP misal terorisme, TPPU, dll yang merupakan Kejahatan Internasional. Sehingga secara berangsur-angsur KUHP Belanda pun diamandemen dan mengikuti perubahan sesuai dengan keinginan Uni Eropa

Kalau tadi kita bicara mengenai kriminalisasi, maka sekarang saya ingin berbicara mengenai dekriminalisasi. Dimana ada beberapa perbuatan yang saat ini sudah tidak masuk lagi menjadi ketentuan hukum pidana. Misal Pornografi untuk orang dewasa. Dulu penjualan kontrasepsi dan perzinahan serta incest merupakan perbuatan pidana. Saat ini sudah bukan merupakan tindak pidana. Perbuatan Homoseksual dan prostitusi serta aborsi juga saat ini bukan merupakan tindak pidana. Bahkan malah pemerkosaan dalam hubungan pernikahan sekarang di kriminalisasi. Namun, masih ada kontroversi misal aborsi di irlandia masih dianggap perbuatan pidana dan dimaklumi karena keagamaan yang kuat di Irlandia.

Di Belanda sendiri kami baru saja mendekriminalisasi Eutanasia. Ini merupakan ciri khas Belanda.

Keputusan untuk mengkriminalkan sesuatu adalah ada yang dilakukan karena tanggung jawab kami karena merupakan kewajiban hukum internasional, namun ada juga yang dilakukan bukan karena kewajiban hukum internasional namun karena perbuatan tersebut setelah dikaji memang pantas untuk dikriminalisasi.

Ada syarat untuk melakukan pemidanaan suatu perbuatan. Yaitu yang pertama :

  1. Tidak bertentangan dengan konstitusi dan Hak Asasi Manusia
  2. Prinsip Proporsionalitas atau kesebandingan
  3. Prinsip Subsidiaritas atau pelengkap, Hukum Pidana adalah ultimum remidium atau upaya terakhir yang bisa dilakukan setelah semua upaya lain sudah gagal dilakukan

Prof Amin Suma :

Perkembangan bentuk sistem peradilan yang dicita-citakan indonesia. Indonesia tidak punya cita-cita untuk memidanakan warga negaranya. Berdasarkan UUD 1945 tidak ada ketentuan pemidanaan.

Indonesia negara hukum bukan negara kekuasaan. Pidana dan Pemidanaan semakin lama berkembang, saat ini banyak perbuatan yang mau dikriminalisasi dan bertambah pemidanaannya. Seperti contoh ada saran pelaku kekerasan seksual anak untuk di kebiri saja. Idenya adalah NKRI ingin memiliki kesatuan hukum yang bersifat nasional.

Dalam konteks ini mutlak diperlukan kehadiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Nasional yang sesuai dengan cita-cita bangsa dan negara Indonesia. Seperti yang kita tahu bahwa pembahasan R KUHP telah lebih dari separuh abad dan masih dalam bentuk Rancangan saja. Hal ini karena masih terdapat beberapa kekurangan di dalam rancangan tersebut sehingga pembahasannya sejak pertama kali dicanangkan yaitu tahun 1960an hingga saat ini 2015 terus berlarut-larut dan tanpa kepastian.

Sependek pengetahuan dan kajian dari saya, R KUHP yang telah sejak lama disusun dan disosialisasikan itu secara umum dan secara keseluruhan telah cukup memadai, dan karenanya maka menurut hemat saya sudah tiba waktunya untuk ditetapkan dan disahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Memperpanjang pembahasan R KUHP tanpa adanya batasan waktu yang jelas sungguh akan merugikan bangsa dan negara kita Indonesia. Sebab sesuai dengan pendapat saya bahwa R KUHP saat ini yang merupakan buatan anak-anak bangsa Indonesia sendiri lebih mendekati kesesuaian atau minimal tidak bertentangan dengan cita-cita bangsa dan Negara Indonesia daripada KUHP lama yang sudah udzur itu.

Demikian yang dapat saya sampaikan.Tentu dengan kekurangan dan keterbatasannya. Terima kasih

Universitas Sumatra Utara :

Pidana hanya berlaku maksimum penjara 20 Tahun.

Komnas Perempuan :

Bagaimana mengenai kekerasan seksual perempuan. Kami mengkhawatirkan kalau ketentuan tersebut masuk R KUHP maka akan berkurang kadar pemidanannya untuk kekerasan seksual perempuan itu sendiri

Adery :

Pandangan Suhadi MA, saya setuju. Dan ada pengaturan yang overkriminalisasi dalam rancangan R KUHP. Kami ada penelitian mengenai perubahan delik dalam R KUHP

Apakah KUHP kita sudah dapat menjelaskan mengenai besaran delik yang diatur? Bagaimana menentukan besaran pemidanaan suatu tindak pidana? Misalnya kenapa pencurian lebih rendah daripada korupsi. Kajian ini belumjelas dan kuat di Indonesia

Beberapa tahun ke depan lapas akan overkapasitas, dan negara akan merugi untuk pembiayaan lapas

Mabes Polri :

Seandainya pendekatan saksi diberi reward maka akan lebih baik

Benny K Harman :

Masih banyak ketentuan hukum yang tidak ada sanksinya, misal ketentuan 1/3untuk keterwakilan perempuan kalau tidak dipenuhi tidak ada sanksinya.

Diskusi selesai pada pukul 17.30 WIB

Leave a Reply