Pasal Korupsi dan Pencucian Uang di RKUHP Berdampak Luas

Aliansi Nasional Reformasi RKUHP menilai masuknya sejumlah pasal mengenai tindak pidana korupsi dan pencucian uang memiliki dampak yang luas. “RKUHP yang diusulkan pemerintah ada dua hal krusial, RKUHP mengatur tindak pidana korupsi dan pencucian uang,” kata Anggota Aliansi, Emerson Yuntho di Jakarta, Kamis (27/8).

Emerson yang juga menjabat sebagai Wakil Koordinator ICW itu menilai jika masuknya pasal korupsi di RKUHP bisa melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Jika ketentuan itu masuk, maka ketentuan dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bisa tak berlaku lagi.

“Dan ini memangkas kewenangan KPK, Kejaksaan dan Pengadilan Tipikor. Ketiga lembaga ini mengacu pada UU No. 31 Tahun 1999,” katanya.

Menurutnya, jika tindak pidana korupsi masuk dalam RKUHP, maka yang punya hak menyidik perkara korupsi hanya polisi saja. Sedangkan Kejaksaan hanya penuntutan dan KPK hanya mencegah saja. “Ini langkah kemunduran dan kembali ke hutan rimba, ketentuan soal korupsi dari RKUHP harus dikeluarkan. Karena mendelegitimasi kewenangan penegak hukum, KPK, Kejaksaan dan pengadilan tipikor,” katanya.

Sedangkan jika tindak pidana pencucian uang masuk dalam RKUHP, maka UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tak berlaku lagi. Bukan hanya itu, lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga bisa bubar.

Masuknya kedua tindak pidana ini ke dalam RKUHP tak sejalan dengan agenda membasmi kejahatan korupsi dan pencucian uang. Menurutnya, jika ingin merevisi ketentuan kedua tindak pidana tersebut, maka yang direvisi adalah UU induknya. Atas dasar itu, Emerson berharap agar pengaturan TPPU dan korupsi dikeluarkan dari RKUHP. “Ini langkah mundur kalau RKUHP masukkan tindak pidana korupsi dan TPPU,” katanya.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menambahkan, DPR harus memastikan bahwa pembahasan RKUHP tidak bertujuan untuk mendelegitimasi kewenangan KPK maupun PPATK. Atas dasar itu, ia berharap agar pembahasan RKUHP bisa dilakukan secara transparan. “DPR harus memastikan bahwa tidak ada tujuan mendelegitimasi terhadap kewenangan,” pungkasnya.

Leave a Reply