Paksakan Kodifikasi Total, Dikhawatirkan Tindak Pidana Khusus Jadi Lemot
Aliansi Nasional Reformasi RKUHP meminta agar pembahasan rancangan antara DPR dengan pemerintah harus dilakukan secara hati-hati. Apalagi, jika menyangkut dengan kodifikasi total yang didengungkan oleh tim perumus RKUHP selama ini. Anggota aliansi, Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, jika kodifikasi total dipaksakan, maka ke depan dikhawatirkan tindak pidana khusus (tipidsus) bisa ‘lemot’.
Alasannya, kata Direktur Eksekutif ICJR ini, pembahasan yang tidak dilakukan secara serius dan dikejar-kejar oleh waktu itu bisa meninggalkan elemen khusus yang selama ini diatur dalam tindak pidana khusus. “Misalnya ketika di UU TPPU itu sudah bagus, ketika masuk dalam RKUHP itu malah hilang tidak jelas elemennya, tidak semua tipidsus harus masuk dalam RKUHP,” katanya.
Sejumlah tipidsus yang diatur di luar KUHP seperti korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana ham berat, narkotika hingga pornografi. Menurut Supriyadi, pasal pornografi dalam RKUHP melebihi dari UU Pornografinya sendiri. “Intinya bagi aliansi adalah DPR harus hati-hati melihat kecenderungan Buku II yang mengadopsi tipidsus dalam RKUHP,” tambahnya.
Anggota Aliansi Choky Ramadhan mengatakan, kekuwatiran lainnya terlihat dari sisi pembahasan oleh DPR dan pemerintah yang berlarut-larut. Menurut Koordinator Mappi ini, pembahasan yang berlarut-larut dikhawatirkan bisa tak mengakomodir hal-hal spesial dalam tindak pidana khusus.
“Ketika ingin memaksakan seluruh tindak pidana masuk, akan mengacaukan pelaksanaannya,” ujar Choky.
Hal ini, lanjut Choky, terlihat dari ketentuan peralihan RKUHP. Dalam ketentuan peralihan tersebut ada beberapa asas atau hal-hal spesial yang tidak diatur dalam RKUHP secara keseluruhan. Hal ini dikhawatirkan akan membuat lemot tindak pidana khusus yang selama ini sudah berjalan. “Ada beberapa asas atau hal-hal spesial itu tidak diatur dalam RKUHP secara keseluruhan, akibatnya dikhawatirkan lemot atau tidak berjalan secara maksimal,” tutup Choky.