Problem Kejahatan Terhadap Ideologi Negara Dalam R KUHP
Oleh: Supriyadi Widodo Eddyono
- Pengantar
Secara historis, pengaturan kejahatan ini terkait erat dengan lahirnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, dan Pernyataan Sebagai Organisasi Terlarang di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia Bagi Partai Komunis Indonesia Dan Larangan Setiap Kegiatan Untuk Menyebarkan Atau Mengembangkan Faham Atau Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.
Pasca peristiwa tahun 1965 yang dikenal dengan peristiwa G 30 S, PKI dinilai bermaksud untuk menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi Komunisme, Marxisme, Leninisme atau yang sejenisnya itu. Dalam perjalanannya di masa orde baru, TAP MPRS tersebut cukup ampuh untuk menolak bahkan membabat hamper seluruh organisasi-organisasi yang dianggap sebagai atau di cap sebagai komunis atau “berbasis kiri”.
Barulah pada pemerintahan Habibie (awal reformasi) muncul UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. UU Nomor 27/1999 tersebut secara eksplisit mengatur mengenai larangan penyebaran ideologi kiri itu dengan menyelipkan enam buah pasal baru dalam Bab I — tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara — KUHP, yaitu di antara Pasal 107 dan Pasal 108, yang dijadikan Pasal 107 a, Pasal 107 b, Pasal 107 c, Pasal 107 d, Pasal 107 e, dan Pasal 107 f .
Dalam UU Nomor 27 Tahun 1999 tersebut pada dasarnya diatur dua macam kejahatan, yaitu: kejahatan yang berkaitan dengan penggantian Pancasila sebagai ideologi negara dan kejahatan sabotase, terutama sabotase terhadap sarana dan prasana militer dan sabotase terhadap distribusi atau pengadaan bahan pokok.
TAP MPRS XXV/1966 dan UU Nomor 27 Tahun 1999, sampai saat ini masih berlaku. Dapat dikatakan bahwa keberadaan kedua peraturan inilah yang menjadi asal-muasal munculnya tindak pidana ideologi dalam R KUHP dan sejak kelahiran UU Nomor 27 Tahun 1999 itulah dikenal terminologi baru dalam hukum pidana Indonesia, yaitu Kejahatan Terhadap Ideologi Negara. Terminologi itu kemudian dikongkritkan dalam R KUHP pada Bab I tentang Tindak Pidana Keamanan Negara, Bagian Kesatu tentang Tindak Pidana Terhadap Ideologi Negara.
Dipertahankannya kriminalisasi tindak pidana yang berkaitan dengan ideologi ini merupakan konsekuensi masih berlakunya TAP MPRS Nomor XXV/1966 dan lahirnya TAP MPR Nomor XVIII/1998 tentang Penegasan Pancasila Sebagai Dasar Negara. Selain itu, karena adanya kekosongan hukum akibat pencabutan UU Nomor 11 PNPS Tahun 1993 tentang Subversi melalui UU Nomor 27 Tahun 1999 dan lahirnya UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara.
Secara umum, rumusan pasal-pasal kejahatan terhadap ideologi masih dilingkupi sejumlah permasalahan yang perlu ditinjau ulang. Di antaranya menyangkut perumusan pasal-pasal itu sendiri, akibat-akibat buruk bagi hak asasi manusia, serta pengertian-pengertian yang memerlukan kajian yang lebih jauh, baik itu pengertian terhadap Pancasila sebagai ideologi maupun sebagai dasar Negara. Di bawah ini akan di paparkan beberapa hal pokok mengenai keberadaan kejahatan ini dalam R KUHP
- Kejahatan terhadap ideologi dalam R KUHP
Pengaturan mengenai kejahatan terhadap ideologi dalam R KUHP diatur pada Bab I tentang Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara, yaitu: mengenai penyebaran ajaran komunisme/marxisme-Leninisme (Pasal 219 dan 220), dan mengenai peniadaan dan penggantian ideologi Pancasila (Pasal 221).
Pasal 219
- Setiap orang yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun[1].
- Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan:
- terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian harta kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun;
- terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan orang menderita luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau
- terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
- Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud dan tujuan semata-mata untuk kegiatan ilmiah.
Pasal 220
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun setiap orang yang:
- mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga keras menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme;
- mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah yang sah.
Paragraf 2
Peniadaan dan Penggantian Ideologi Pancasila
Pasal 221
- Setiap orang yang secara melawan hukum di muka umum menyatakan keinginannya dengan lisan, tulisan, atau melalui media apa pun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
- Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan: terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau timbulnya kerugian harta kekayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun;
- terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan orang menderita luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau
- terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pada intinya Pasal 219 tersebut melarang menyebarkan ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme. Tetapi tidak semua penyebaran ajaran komunisme/Marxisme-Leninisme dilarang, yang dilarang adalah penyebaran yang: (i) “melawan hukum”, (ii) di depan umum, (iii) “dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara”. Tiga unsur inilah yang harus dipenuhi agar pasal tersebut dapat bekerja. Tanpa tiga unsur tersebut secara akumulatif, maka seseorang tidak dapat dijatuhi pidana penjara maksimal tujuh tahun. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Komunisme/Marxisme-Leninisme adalah paham atau ajaran Karl Mark yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung, dan lain-lain, mengandung benih-benih dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila.”
Selanjutnya, Pasal 220 merupakan pelengkap Pasal 219, pasal ini secara tegas melarang mendirikan organisasi, mengadakan hubungan, atau memberikan bantuan pada organisasi yang berasaskan Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah dasar negara. Sebaliknya, hubungan dengan organisasi tersebut tidak dilarang jika tidak dengan maksud mengubah dasar negara.
Sementara itu, peniadaan dan Penggantian Ideologi Pancasila diatur dalam Pasal 221, yang secara umum, pasal ini melarang “menyatakan keinginan” menggantikan atau meniadakan Pancasila. Seseorang baru dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun jika “menyatakan keinginan” itu dilakukan: (i) secara melawan hukum, (ii) di muka umum, (iii) menimbulkan kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian harta benda. Dengan demikian, pasal tersebut merupakan rumusan delik materiil. Selanjutnya, ayat (2) merupakan pemberatan pidana jika perbuatan tersebut menimbulkan matinya orang.
- Perumusan Unsur-Unsur yang samar
Terdapat perumusan yang samar-samar mengenai perbuatan yang dilarang. Tidak jelas perbuatan apa yang dilarang, apakah perbuatan menyebarkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau perbuatan yang menggantikan atau mengubah Pancasila. Misalnya, bunyi Pasal 219 ayat (1) yang menyelipkan kata “secara melawan hukum” menambah ketidakjelasan Pasal 219. Apa yang dimaksud dengan “melawan hukum” dalam pasal tersebut.
Dengan kata lain, perbuatan mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang bagaimana yang tidak disebut melawan hukum? Dan bagaimana batas-batasnya yang dimaksud sebagai dengan maksud dan tujuan semata-mata untuk kegiatan ilmiah ? (sesuai pasal 219 ayat (3))Lagi pula, dalam penjelasannya tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai kalimat tersebut.
Kemudian, ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang bagian mana yang dilarang? Apakah setiap bagian ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme adalah dilarang? Apakah terbatas kepada paham atau ajaran Karl Mark yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung, dan lain-lain, mengandung benih-benih dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila?
Dengan demikian, bunyi Pasal 219 masih multiinterpretasi serta tidak jelas sehingga ia masih menyimpang dari prinsip lex scripta dalam merumuskan tindak pidana.
- Pasal karet yang dapat Merampas Hak Asasi Manusia
Bunyi Pasal 219 R KUHP yang dirumuskan tidak secara ketat dapat menjadi “pasal karet” yang dapat digunakan secara eksesif dan membuka diri terhadap berbagai interpretasi. Apalagi pasal tersebut tidak merinci dengan baik, ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang bagaimana yang dilarang. Perumusan yang demikian sangat rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
- Meneruskan Jargon Orde Baru
Pelarangan mengembangkan ajaran Komunisme/marxisme-Leninisme maupun pendirian organisasi yang berasaskan ajaran tersebut tidak lain merupakan jargon bagi orde baru untuk menghantam lawan-lawan politik orde baru dan juga untuk menumpas pihak-pihak yang menentang kebijakannya. Dalam praktiknya, jargon dan stigmaisasi sebagai komunis yang anti-Pancasila kerap digunakan untuk memperlancar kebijakan-kebijakan Soeharto yang sebagian besar bertujuan melanggengkan kekuasaan. Akibatnya terjadi pelanggaran hak asasi manusia yang luar biasa akibat jargon tersebut.
Memunculkan kembali larangan mengembangkan ajaran Komunisme/marxisme-Leninisme maupun mendirikan organisasi yang berbasis ajaran tersebut tidak lain merupakan suatu usaha untuk meneruskan kembali jargon-jargon orde baru. Padahal dalam konteks sekarang, di bawah pemerintahan reformasi, Indonesia mencoba untuk menata kehidupan bernegara yang lebih demokratis. Sehingga larangan tersebut mustinya tidak lagi dipakai karena meneruskan watak-watak otoritarianisme orde baru yang bertentangan dengan demokrasi. Pasal tersebut dapat dipakai secara semena-mena apalagi dengan perumusan yang sangat ambigu. Ujungnya dari ketentuan ini adalah pelanggaran hak asasi manusia.
- Rekomendasi
Dicantumkannya delik idiologi dalam R KUHP ini jelas bertentangan dengan hukum hak asasi manusia Indonesia yang diatur dalam (i) Pasal 28 E ayat 2 , Pasal 28 F dan Pasal 28 I UUD l945 ; (ii) Pasal 4 dan Pasal 14 UU No.39 tahun l999 tentang HAM ; (iii) UU tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik; dan (iv) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Baik pasal 28 E ayat 2 dan Pasal 28 F UUD l945 dan UU tentang HAM maupun pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menegaskan suatu prinsip-prinsip: (a) semua orang harus memiliki hak untuk mempertahankan pendapatnya tanpa paksaan; dan (b) semua orang harus memiliki hak atas kebebasan berekspresi; hak ini harus meliputi kebebasan mencari, menerima, dan menyebarluaskan segala jenis informasi dan ide, tanpa melihat batasan, baik secara lisan, tulisan atau tercetak, dalam bentuk seni, ataupun melalui media lain sesuai pilihannya.
Pasal |
Catatan |
Rekomendasi |
BAB I TINDAK PIDANA TERHADAP KEAMANAN NEGARA
Bagian Kesatu Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara Paragraf 1
Penyebaran Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme
|
Dihapus | |
Pasal 219
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
|
Terdapat perumusan yang samar-samar mengenai perbuatan yang dilarang. Tidak jelas perbuatan apa yang dilarang, apakah perbuatan menyebarkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau perbuatan yang menggantikan atau mengubah Pancasila.
Bunyi Pasal 219 RUU KUHP yang dirumuskan tidak secara ketat dapat menjadi “pasal karet” yang dapat digunakan secara membabi buta dan membuka diri terhadap berbagai interpretasi. Apalagi pasal tersebut tidak merinci dengan baik, ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang bagaimana yang dilarang. Perumusan yang demikian sangat rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
Memunculkan kembali larangan mengembangkan ajaran Komunisme/marxisme-Leninisme maupun mendirikan organisasi yang berbasis ajaran tersebut tidak lain merupakan suatu usaha untuk meneruskan kembali jargon-jargon orde baru.
Dapat dilakukan kriminalisasi atas perbuatan ini dengan menggunakan Pasal 221 |
dihapus |
Ayat (2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan: terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian harta kekayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun; terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan orang menderita luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. |
Dihapus | |
Ayat (3) Tidak dipidana orang yang melakukan kajian terhadap ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud dan tujuan semata-mata untuk kegiatan ilmiah. |
dihapus | |
Pasal 220 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun setiap orang yang: mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga keras menganut ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme; mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada atau menerima bantuan dari organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah yang sah. |
dihapus | |
Paragraf 2
Peniadaan dan Penggantian Ideologi Pancasila |
||
Pasal 221 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum di muka umum menyatakan keinginannya dengan lisan, tulisan, atau melalui media apa pun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. |
Rumusan secara melawan hukum menjadi ambigu dan tidak jelas.
Lebih jelas apabila yang dirumuskan adalah dengan sengaja dan merumuskan cara – cara yang digunakan untuk meniadakan dasar negara |
Pasal 221 (1) Setiap orang yang dengan sengaja dan di muka umum menyatakan keinginannya dengan lisan, tulisan, atau melalui media apa pun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan cara – cara kekerasan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
|
Ayat (2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan: terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau timbulnya kerugian harta kekayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun; terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan orang menderita luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun; atau terjadinya kerusuhan dalam masyarakat yang mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun. |
dihapus |
[1] Penjelasannya : Yang dimaksud dengan “Komunisme/Marxisme-Leninisme” adalah paham atau ajaran Karl Mark yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung, dan lain-lain, mengandung benih-benih dan unsur-unsur yang bertentangan dengan falsafah Pancasila.